Chapter 19

3.9K 262 3
                                    

Setelah melihat Hendri dan Livia berdebat. Harris beserta ke lima sepupunya berkumpul di kamar Jayyan yang kedap suara. Mereka mengunci pintu kamar agar tak ada yang bisa masuk. Untuk saat ini mereka enggan bersitatap dengan Livia.

Jeremy dan Nazran tak berhenti menangis sedari tadi . Dengan Jeremy di pelukan Jayyan dan Nazran di pelukan Haris.

"Pantes bang Sean sulit nerima kita. Kita udah rebut kasih sayang Bunda dari bang Sean."Ucap Jeremy di sela-sela tangisnya.

"Nazran gak nyangka bunda setega itu sama Bang Sean. Nazran menyesal telah berfikiran buruk pada bang Sean kemarin."Tambah Nazran dengan tangisnya yang semakin deras.

Jayyan dan Haris hanya dapat mengusap punggung Jeremy dan Nazran menenangkan. Sedangkan Samudra dan Jaden hanya menatap mereka tanpa suara. Mereka juga tak menyangka Livia ternyata punya sifat seperti itu. Mereka juga baru mendengar Livia berbicara setinggi itu.

Yang mereka tau selama ini, Livia adalah tipikal orang yang lemah lembut, sopan, ramah dan penyayang. Livia tak pernah meninggikan suaranya pada siapa pun. Bahkan Livia mudah terharu dan menangis.

"Udah nangisnya. Kalian tambah jelek dengan mata bengkak kalian."Ucap Samudra setelah sekian lama terdiam.

"Apa sih bang. Ganggu suasana aja Lo."Kesal Jeremy menatap Samudra sinis.

"Niat gue baik ya Cil suruh Lo berhenti nangis. Kalian itu jelek, makin jelek lah kalian dengan mata bengkak itu."Ucap Samudra membuat Jeremy dan Nazran berhenti nangis, digantikan dengan wajah tak terima mereka.

"Enggak ya... Kita itu ganteng, Abang tuh yang jelek. Kalo kata Azora mirip cicak."Ucap Jeremy sinis.

Nazran mengangguk setuju mendengar ucapan Jeremy.

"Idih, gak ada yah Cicak seganteng gue. Ganteng gini di samain sama Cicak. Rabun mata kalian."Ucap Samudra sembari menyugar ramburnya.

"Tapi kak Anna bilang, Abang mirip pulu-pulu."Celetuk Nazran.

"Heh, sejak kapan my Nana bilang kek gitu?"Tanya Samudra tak terima.

"Abang gak ingat waktu kita liburan di negara D? Waktu main di pantai, Kak Anna liat Abang main pasir terus Kak Anna bilang, my Mumu kok mirip pulu-pulu ya?"Jawab Nazran.

"Biarin, asalkan yang bilang pacar gue sendiri. Kalo kalian gak terima gue, secara kan masih gantengan gue daripada kalian."Ucap Samudra songong.

"Kok bisa-bisanya ya si Anna mau sama Lo? Lo pake pelet ya?"Tanya Jayyan.

"Iya, pake pelet kegantengan gue."Jawab Samudra percaya diri.

"Udahlah guys, gak usah ribut. Abang yang paling ganteng disini."Ucap Haris melerai mereka.

"Dih."Ucap mereka kompak.

Setelahnya mereka tertawa, melupakan sejenak kenyataan yang baru mereka hadapi.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Sementara di rumah sakit, Sean sedang menangis di pelukan papahnya, Sakha. Dengan Sakha yang setia mengelus kepala anaknya sayang, menunggunya berhenti nangis.

Sakha telah meminta maaf pada Sean dan menceritakan segala kesalah pahaman yang terjadi di antara mereka. Sean awalnya ingin menghubungi Rafi meminta pendapat, takut kejadian yang lalu terulang lagi. Namun Sakha meyakinkan Sean dan mengatakan dirinya telah bertemu Rafi duluan, membuat Sean lega mendengarnya. Setelahnya Sean memeluk papahnya dan menangis melepas rindu yang selama ini Sean pendam.

"Berhenti dong nangisnya anak papah. Liat tuh matanya udah sipit."Pinta Sakha, kasian juga kalo Sean terlalu lama menangis. Suaranya sudah mulai hilang

"Mataku emang sipit pah dari lahir."Ucap Sean sembari melepas pelukannya.

"Iyakah?"Tanya Sakha main-main.

"Iya."Jawab Sean serius dengan suara seraknya.

"Oke-oke... Udah ya nak ya. Kepala kamu gak pusing dari tadi nangis? Suara kamu sampe serak gini."Tanya Sakha khawatir.

"Gakpapa pah. Rasanya Sean langsung sembuh liat papah."Jawab Sean yang telah berhenti nangis dengan memeluk Sakha kembali.

"Bisa aja kamu."Ucap Sakha di iringi dengan tawa kecil.

Sakha memandangi wajah anaknya dalam. Sakha baru menyadari bahwa wajah itu tak berubah sama sekali. Yang berubah hanya badan Sean sekarang yang bertambah tinggi serta suaranya yang berat.

"Wajahmu kok gak berubah sih? Padahal Rafi sama Dika berubah banget."Celetuk Sakha sembari mengelus kedua pipi Sean lembut.

"Mana Sean tau pah. Emang papah maunya kayak gimana?"Tanya Sean bingung.

"Tetap kayak gini aja. Gak usah berubah."Jawab Sakha.

"Emang Sean mau berubah kek mana pah? Jadi Ultraman?"Tanya Sean kesal.

"Sekarang Sean tidur. Dah tengah malam. Itu juga mukanya udah keliatan ngantuk banget."Pinta Sakha sembari membaringkan Sean.

"Tapi papah tetap disini kan? Gak ninggalin Sean lagi kan?"Tanya Sean lirih, menatap Sakha sayu.

"Iya sayang, papah akan menemani Sean disini. Sekarang bobo yah."Jawab Sakha sembari mengelus kepala Sean sayang.

Sean memejamkan matanya, menikmati elusan papahnya yang terasa nyaman. Sudah lama Sean tak merasakan elusan papahnya. Sean rasanya tak ingin tidur dan tetap ingin melihat papahnya. Namun elusan nyaman papahnya dengan cepat mengantarnya ke alam mimpi.


°°°°°°°°°°°°°°°

Seminggu berlalu, akhirnya Sean kembali masuk bersekolah. Akhir-akhir ini suasana Sean sangat baik karna kehadiran papahnya. Walaupun tidak tinggal bersama, tapi papahnya tak pernah absen untuk menemuinya setiap hari.

Sean sendiri tak jadi tinggal di kediaman Rafi atau Dika lantaran Sakha yang berjanji akan membawa Sean serta  setelah urusannya selesai.

Sean menjalankan motornya dengan kecepatan sedang, menikmati suasana pagi yang Sean rindukan selama di rawat di rumah sakit.

Setelah sampai di sekolah, Sean langsung memarkirkan motornya. Sekolah masih sepi, karna masih pukul 06.11. Kebiasaan Sean memang datang jam segitu untuk menghindari kehebohan para warga sekolah. Pernah sekali Sean datang di waktu normal, seluruh murid berteriak heboh menyambut kedatangannya membuat Sean tak nyaman. Bukan apanya, ia kan bukan artis yang harus di teriaki begitu.

Sean berjalan di koridor sekolah yang cukup sepi dan agak gelap. Sean sedikit merasa merinding lantaran benar-benar belum ada murid satupun yang datang. Sesekali terdengar suara bangku yang di geser, namun setelah Sean melihat ke dalam tak ada satupun orang di sana.

Sean mempercepat langkahnya menuju kelas. Setelah sampai, Sean langsung berjalan ke arah lokernya untuk menaruh beberapa buku di sana.

Setelah lokernya terbuka, lagi-lagi Sean mendapati sebuah kotak berukuran sedang di sana dengan warna yang sama. Namun dengan bodohnya Sean kembali membuka kotak itu dan menemukan benda yang sama.

Terhitung sudah 7 kali Sean mendapatkan sebuah kotak berisi bangkai di lokernya dan Sean selalu menyimpan kotak itu di tempat rahasianya.

Dan kali ini, Sean akan mengembalikan semua kotak itu pada pemiliknya. Sean sudah tak tahan, setiap pagi dirinya harus berakhir muntah setelah melihat kotak tersebut. Bahkan Sean menjadi tak tahan melihat sebuah kotak. Setiap Sean melihat sebuah kotak yang bentuknya sama, Sean akan merasa mual dan berakhir muntah.












°°°°°°°°°°To be continued°°°°°°°°°


FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang