Sasuke baru saja pulang kerumahnya saat jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lagi-lagi ia pulang terlambat dan melewatkan makan malam keluarganya yang selalu terjadwal. Bungsu keluarga Uchiha itu sudah bisa menduga kalau ibunya akan kembali memarahainya lagi. Ia sudah bisa menebaknya.
"Kau melewatkan makan malam mu lagi, Sasuke"
Kan. Sasuke menahan senyumannya saat melihat bagaimana wajah kesal ibunya didekat tangga penghubung ke lantai dua.
"Maaf, bu. Pasien ku cukup banyak hari ini" Kata Sasuke lalu mengusap belakang lehernya sebelum melanjutkan kalimatnya sambil meringis. "Ya walaupun aku tak banyak membantu tapi aku rasa aku sudah menjalankan tugasku sebagai Dokter muda dengan baik"
Mikoto—ibu dari Sasuke itu tersenyum lembut. "Kau sudah melakukan yang terbaik, nak." Katanya sambil menghampiri Sasuke yang terlihat lelah.
"Ibu sudah menyiapkan makan malam khusus untukmu, Karin juga sudah menunggumu sejak tadi. Gadis itu sampai harus melewatkan makan malamnya hanya karena ingin menemani mu makan malam"
"Karin? " Sasuke mengerutkan dahinya, ia merasa janggal dengan nama yang terdengar familiar ditelinganya itu.
"Ya, sepupunya Naruto, kau ingat? Dulu dia sering mengganggumu saat sekolah dan siapa sangka kalau pembeli rumah kosong disebelah rumah kita adalah keluarganya" Kata Mikoto lagi.
Sasuke mencoba mengingat lebih dalam sebelum ingatan gadis berambut merah dan berkacamata yang dulu sering mengikuti Naruto pergi kemanapun itu terbayang di ingatannya. "Dia menginap disini, kalian menerimanya? Itu terdengar aneh setelah ayah berkata begitu membenci keluarga Namikaze dan Uzumaki dulu"
Mikito mengibaskan tangannya, "jangan memperkeruh Sasuke, tapi yah, ayah dan kakakmu menerimanya. Dia gadis yang baik, omong-omong dia ada di dapur sekarang, temuilah, dia pasti menunggumu, ibu harus menemani ayah dan kakakmu bekerja"
Sasuke tak mengtakan apapun lagi, tapi Dokter muda itu benar-benar menyambangi dapur yang dimaksud ibunya. Tak perlu mencari lebih jauh karena pandangannya langsung menemukan gadis berambut merah pendek yang kini menatapnya dengan senyuman kelewat lebar. Sekilas mengingatkan Sasuke pada teman sekolahnya dulu. Naruto.
"Untuk apa kau menunggu ku Karin? "
"Seperti dugaanku, kau masih saja tampan" Kata Karin mengabaikan pertanyaan Sasuke.
"Aku tak peduli pujianmu, sekarang pulanglah" Katanya dingin, Bungsu Uchiha itu lalu melirik beberapa menu yang tampaknya baru dipanaskan di meja pantri. Seperti memang sudah disiapkan untuknya. "Kau bisa membawa semua makanan itu pulang jika kau menginginkannya, aku sudah makan"
"Kau masih saja dingin Sasuke, padahal aku hanya berniat mengenalmu lebih dekat setelah hampir lima tahun kita tak berjumpa"
"Aku sudah tau maksudmu, pulang lah Karin. Aku tak tertarik dengan dunia bisnis keluargaku dan aku juga tak menyukai mu. "
"Ah, sejujurnya kehadiranku juga tak ada hubungannya dengan bisnis. Ini murni karena kita sudah menjadi tetangga dan sebagai peringatan. " Karin menunjuk Sasuke dengan kesal. "Aku memang tak tau kalau rumah hadiah yang diberikan kakek ku akan bersebelahan dengan rumahmu ya, jadi jangan menuduhku"
Sasuke mendengus kesal. Raut wajahnya masih dingin tak tersentuh. "Aku tak peduli tentang itu, tapi aku sudah memiliki kekasih"
"Oh iya kah? Siapa? Apa kau masih dengan Sakura? " Tanya Karin menelengkan kepalanya. Mencari tau sedangkan Sasuke mengerjap kan matanya sedikit bingung dengan tingkah karin itu.
"Apa maksudmu dengan kata masih? Aku memang selalu bersama dengan Sakura"
"Oh ya? Aku pikir kalian sudah berakhir, sejujurnya aku tak mau ikut campur masalah ini tapi aku tak dapat bohong saat kau menyebut calon adik ipar ku dengan sebutan kekasih itu terdengar aneh ditelinga ku, "
Sasuke menatap Karin tak paham. "Apa maksudmu? "
"Eh, kau memang belum tau? Sakura dan Naruto sudah akan menikah sebentar lagi"
"Apa! "
---
"Sakura, ada Sasuke di depan" Kata Shizune- Dokter gigi pemilik klinik tempar Sakura Co-ass.
Sakura yang sedang menyiapkan alat untuk pemeriksaan lima belas menit lagi itu menghentikan kegiatannya. " Sasuke? " Gumamnya bingung sambil melirik jam ditangannya.
Jam sembilan. Tumben sekali Sasuke menemuinya dijam kerja seperti ini, pikirnya.
"Iya, temui lah dulu, biar Ino yang melanjutkan tugasmu. " Kata Shizune lagi yang langsung disikapi dengan cepat oleh Ino—teman Co-ass berbeda kampusnya.
"Ya Sakura, biar aku yang melanjutkan"
"Terima kasih Ino, terima kasih Dokter, aku akan kembali dengan cepat" Kata Sakura mengundurkan diri dan berjalan tergesa menemui Sasuke. Pikiran gadis berambut merah muda itu melalang buana selama melangkah mendekati Sasuke yang kini sedang duduk diruang tunggu.
Ada apa? Pikir Sakura semakin heran, apalagi saat melihat kalau kekasihnya itu sudah memakai jas khas Dokter mudanya.
"Sasuke-kun"
Sasuke yang tadinya duduk sambil menunduk pun mendongak, senyuman tipis yang terlihat dipaksakan untuk menyambut kehadiran Sakura.
"Kau sibuk? "
Sakura mengangguk pelan, "Lima belas menit lagi aku harus menemani Dokter Shizune memeriksa pasien, ada apa? Kau terlihat kacau, apa ada masalah? " Tanya Sakura duduk disebelah Sasuke.
"Apa jika kau mendapatkan berita tentang pernikahan kekasihmu itu termasuk masalah? " Tanya Sasuke yang membuat Sakura tersentak.
"Sasuke-kun" Sakura bergumam kaget tapi sediketik kemudian ia tersenyum jenaka. "Apa maksudmu, kau lelah? Atau melindur? "
"Jangan tertawa seolah kau tak menyembunyikan apapun dariku, Sakura. Karin yang memberi tau tadi malam ditambah Ayah juga membahasnya pagi tadi. Berita pernikahn kalian bahkan sudah mulai dimuat di televisi" Kata Sasuke dingin, mata hitam laki-laki itu menunjukkan kekecewaan yang nyata.
Sakura terhenyak, senyuman dan tawanya perlahan memudar, tangannya saling meremas—ciri khasnya jika sedang gugup ataupun takut. "Gomenasai, Sasuke-kun. Aku tak bermaksud membuatmu kecewa"
"Tapi kau melakukannya" Sambar Sasuke lagi.
Sakura menunduk dalam, mulai menangis.
Mereka memang tak bertengkar hebat dengan menaik kan nada bicara atau memaki seperti Sakura berbicara pada Naruto. Mereka cenderung tenang dan sepi. Mungkin, aura dominasi Sasuke jugalah yang membuat Sakura selalu berhasil menjaga emosinya.
"A-ayah memaksa ku" Isak Sakura lirih, masih menunduk tanpa mau melihat mata kelam Sasuke yang kini mulai melembut.
"Perusahaan Ayah sangat bergantung dengan keluarga Naruto, A-ayah berhutang banyak budi pada keluarga mereka. J-jadi ayah terus mendesakku untuk menerimanya, aku bingung Sasuke-kun, aku sudah berusaha untuk menolaknya t-tapi—" Sakura tak melanjutkan kalimatnya ketika usapan lembut Sasuke ia rasakan dipunggungnya. Tangisannya semakin menjadi sekalipun ia sudah menggigit kuat bibirnya agar tak membuah gaduh klinik yang mulai didatangi banyak pengunjung.
"Sudah jangan menangis, kita bicarakan masalah ini di jam makan siang nanti, kau harus membantu Dokter Shizune kan? " Kata Sasuke melembut.
Sakura mengangguk ia lalu mendongak untuk melihat wajah Sasuke, sejenak mereka hanya saling tatap sebelum Sasuke mengusap pipinya. " Pergi lah kedalam, pasienmu sudah mulai berdatangan. Aku pun harus kembali kerumah sakit. Terima kasih sudah menjelaskan garis besarnya, setidaknya aku tau kau tak menginginkan pernikahan itu"
Sakura mengangguk, ia lalu meremas tangan Sasuke yang ada di pipinya. "Kau harus mendengarkanku nanti, ku mohon"
Sasuke tersenyum ia lalu mengetuk kening Sakura sekali. "Pasti" Katanya sebelum pergi meninggalkan Sakura yang semakin merasakan dadanya tertusuk sakit. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dari saku jas praktiknya. Mendial nomor yang bahkan tak memiliki nama dikontaknya.
Didering pertama sambungan telepon itu terangkat Sakura langsung berdesis marah. "Kau bilang pihak mu tak akan mengeluarkan berita pernikahan sialan itu sampai aku berbicara dengan sasuke. Kau mengkhianati ku, brengsek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
competition -Narusaku
FanfictionHanya karena tak mau kalah dari Sasuke, Naruto menerima perjodohan orang tuanya dengan Sakura sekalipun ia tau kalau saat itu Sakura dan Sasuke sudah menjalin hubungan yang serius. Semua karakter milik Masashi Kishimoto