"Kau harus berbahagia" Kata Sasuke memecah keheningan pagi di dalam mobil yang terparkir tepat didepan halaman klinik yang masih tertutup. Sepi. Belum waktunya buka.
Sakura menggeleng, matanya bengkak setelah menangis semalaman suntuk. "Tak bisa" Kata Sakura jujur.
Sasuke menghela napas, bungsu Uchiha iti lalu menoleh kearah luar, memperhatikan orang-orang yang mulai berlalu lalang dijalan lintas seberang depan klinik yang memang terkenal ramai. Mereka memutuskan untuk bertemu lebih pagi dengan menggunakan alasan bekerja dan tuntutan pasien. Yah, tentu saja, mereka harus berbohong hanya untuk sekedar keluar dari rumah dan bertemu. Ah, ntah mengapa fakta sederhana itu pun mulai menyakiti hati mereka dengan sangat.
"Kau harus bisa, "
"Seolah itu mudah Sasuke, bagaimana bisa aku melupakan hubungan kita yang sudah terjalin hampir sepuluh tahun. Apa kau gila! " Sakura berteriak, napasnya memburu. Ia sedang berada di puncak amarahnya.
Sasuke memejamkan matanya sedetik sebelum kembali bersikap lebih tenang. "Yah, aku memang gila." Akunya kosong. "Tapi aku memang tak bisa memperjuangkan mu lebih jauh Sakura, setidaknya untuk saat ini, "
"Jadi kau akan membiarkan ku menikah dengan Naruto, kau tak punya hati Sasuke"
Sasuke menunduk, "maaf, maaf Sakura, aku memang pengecut"
Sakura menangis, ia ingin mengeluarkan lebih banyak amarahnya pada Sasuke, tapi apa yang bisa ia harapkan. Posisi mereka memang akan selalu salah apapun pilihannya. Sakura juga tak bisa terus menekan Sasuke saat ia tau bagaimana batas kemampuan kekasihnya itu—ah, tidak, mereka sekarang sudah resmi menjadi mantan kekasih. Tak ada lagi hubungan diantara mereka.
Sakura, sudah resmi menjadi calom istri dari Naruto Namikaze sepenuhnya.
"Dulu, aku mungkin bisa melindungimu dari apapun karena saat itu lawan kita setara. Sekarang, bahkan Naruto berada begitu diatasku, lalu ada dua keluarga kita yang tetap tak akan memberi kita restu."
Sakura kembali menangis, ia sudah tau kalau hubungannya dengan Sasuke sudah berakhir ketika ayahnya mengmuk tadi malam, tapi tetap saja ia begitu hancur saat mendengar langsung dari Sasuke sendiri.
"Sakura, aku mohon padamu, berbahagialah"
Sakura tergugu kian keras, bahunya bergetar hebat, wajahnya memerah, matanya bengkak, rambut merah muda panjang yang biasanya terurai lembut itu kini tampak begitu lepek. Sasuke bahkan tak sanggup melihat penampilan Sakura yang menyedihkan itu. Itu membuat batinnya kian terasa sakit.
"Butuh pelukan?" Tanya Sasuke memaksakan senyumnya.
Sakura menatap Sasuke sebelum memeluk Sasuke dengan erat dan yah, pelukan itu adalah pelukan perpisahan sekaligus pelukan terakhir mereka karena tanpa sepengetahuan Sakura, Sasuke memilih melanjutkan pendidikan kedokteraannya di luar negeri setelahnya.
Hari itu, tepat setengah bulan sebelum musim semi, Mereka telah berakhir.
Dan pada akhirnya pernikahan itu tetap dilaksanakan.
————
Shinzen Kekkon Shiki atau yang lebih dikenal sebagai Shinzenshiki adalah upacara pernikahan tradisional berdasarkan kepercayaan Shinto. Pernikahn itu sendiri dilakukan di kuil dengan kesakralan yang begitu terasa. Pada awal musim semi yang begitu indah, Naruto dan Sakura berada disana. Melangsungkan upacara pernikahan mereka, melakukan satu persatu prosesi pernikahan dengan patuh, seolah mereka memang begitu menginginkan pernikahan itu.
"Kalian boleh meminumnya sebelum membagikannya pada anggota keluarga, dengan ritual terakhir ini kalian sudah resmi menjadi sepasang suami istri yang menyatukan dua keluarga dalam ikatan suci pernikahan. " Ketika Miko—penjaga kuil wanita— menerangkan prosesi terakhir dari ritual pernikahan, Sakura merasakan hatinya mencelos. Ia merasa pertahanannya yang ia buat semenjak pagi tadi buyar seketika. Tanganya bahkan bergetar saat ia mengangkat gelas Sake untuk ia minum. Naruto meliriknya dari ujung matanya, ia menyadari nya. Menyadari bagaimana kesakitan istrinya itu. Tapi Naruto mengabaikannya, ia bersikap tak tau dan berpura-pura tak menyadari apapun.
Bahkan ketika ritual meminum Sake bersama anggota keluarga itu selesai dan dilanjutkan dengan prosesi hirouen atau Resespi di hotel berbintang milik keluarga Uzumaki itu, Sakura tetap tak bisa mengusasi dirinya dengan baik. Perempuan muda berkimono putih yang kini sudah resmi berganti nama belakang menjadi Namikaze itu bahkan tak lagi bisa membohongi perasaannya walaupun hanya dengan senyuman palsu.
"Tersenyumlah sedikit, Sakura. Kau membuat foto pernikahan kita terlihat menyedihkan" Bisikan lembut ditelinga Sakura itu membuat tubuh Sakura merinding. Naruto begitu dekat dengannya.
"Jangan kurang ajar, Naruto"
"Kalau kau lupa, aku suamimu sekarang"
"Bajingan"
"Terima kasih atas pujiannya, aku begitu tersanjung. Tapi sayang, sudah saatnya kau tersenyun kearah kamera juga tamu-tamu didepan sana. Kau tak ingin orang tua kita khawatirkan? "
Sakura mengalihkan tatapannya kearah kedua orang tuanya yang terus memperhatikannya dari jauh dengan khawatir. Seketika rasa bersalah bergelanyut dihati perempuan itu. Sekalipun ia membenci sifat keras keduanya namun tak bisa menolak fakta kalau Skaura begitu menyanyangi kedua orang tuanya.
"Aku melakukannya demi orang tuaku dan keluarga Haruno, jadi kuharap kau tak berbesar hati" Desis Sakura sambil menarik bibirnya menjadi lengkungan senyum yang walaupun terlihat palsu tapi ntah mengapa terlihat lebih baik dari sebelumnya.
Naruto tersenyum, ia lalu mengangguk. Yah, sepertinya ia akan menjadi seperti ayahnya yang patuh pada istinya. Ah, semoga saja pernikahan mereka akan memang benar-benar semenyenangkan itu.
Yah semoga.
———
Hai...
Sejauh ini gimana tanggapannya mengenai tuan muda kita ini, hm?
Yuk sapa aku di kolom komentar
KAMU SEDANG MEMBACA
competition -Narusaku
FanfictionHanya karena tak mau kalah dari Sasuke, Naruto menerima perjodohan orang tuanya dengan Sakura sekalipun ia tau kalau saat itu Sakura dan Sasuke sudah menjalin hubungan yang serius. Semua karakter milik Masashi Kishimoto