Sakura bangun saat matahari bahkan belum terbit, perempuan itu menarik selimut untuk mentupi tubuh polosnya. Tangannya dengan lihai meraba laci nakas sekalipun lampu kamarnya dan Naruto begitu tamaram. Ia mengambil botol kecil dan mengeluarkan satu isinya. Pil kecil berwarna putih yang bahkan ia telan tanpa air.
Ia lalu melirik Naruto, cahaya lampu tidur yang tamaram membuat Sakura hanya bisa melihat sebagian wajah suaminya tanpa melihat keseluruhannya secara jelas.
Tadi malam ia mabuk, memikirkan Sasuke membuat pikirannya kacau balau dan yah.. Mereka melakukannya. Bukan untuk petama kalinya. Ini untuk kesekian kalianya di usia pernikahan mereka yang kesetahun. Sakura selalu mabuk agar bisa membayangkan Sasuke yang menyentuhnya. Itu memang kejam dan Sakura mengakui kalau ia sengaja melakukan itu.
Tak hanya itu, Sakura bahkan menyimpan satu rahasianya sendiri, menutup rapat-rapat dari semua orang, ah atau mungkin Ino pengecualian. Teman Co-ass yang sekarang menjadi asistennya di klinik nya itu mengetahui banyak hal tentangnya. Termasuk dengan apa yang terjadi dibalik romantisnya pasangan Namikaze itu selama ini.
Sakura menghela napas, diam-diam menatap jijik pada tubuhnya yang memiliki banyak bekas sentuhan Naruto. Ah, ia akan menggosok tubuhnya dan berendam sampai pagi datang untuk menghilangkan bekasnya. Yan, tampaknya memang begitu. Tapi sebelum itu, ada satu hal yang harus Sakura lakukan. Itu seperti rutinitasnya setelah berhubungan dengan Naruto.
Ia lalu kembali meraba nakas, mencari ponselnya yang langsung ia dapatkan. Meremasnya pelan. Sakura membuka nomor yang selama ini selalu ia sematkan dalam semua media chattingnya. Nomor Sasuke.
Sakura tau nomor itu masih aktif, tapi Sasuke memang tak pernah membalas semua pesannya sekalipun. Mungkin menghindarinya.
Aku merindukanmu lagi, aku harap kau juga sama. Sasuke-kun.
Sakura tersenyum, ia tau ini kejam. Ia sudah menikah, bahkan ia baru saja melakukan hal intim dengan suaminya. Tapi ia masih bisa memikirkan Sasuke bahkan dibawah alam sadarnya sekalipun. Tapi yah, Sakura tak akan peduli tentang itu, tentu nya ia selalu mengingat sumpahnya dulu. Ia ingin Naruto merasakan Nerakanya. Iya kan?
———
Naruto ada masalah di kantornya, kolage bisnis yang juga termasuk anggota organisasi Konoha sudah melakukan penggelapan dana dan pengkhianatan. Shimura—keluarga yang dikepalai Danzo itu mulai nampak terang-terangan menantangnya yang membuat Naruto hampir tak bisa duduk tenang walaupun itu hanya sekedar meminun kopi. Kepalanya terasa pecah. Seolah semua beban bertumpu di pundaknya.
"Saya rasa, sebaiknya anda pulang cepat hari ini, Naruto-sama" Kata Tenten ketika ia mengantarkan setumpuk berkas dokumen yang sudah menumpuk di meja nya sebelumnya.
"Kau menyuruhku pulang disaat masalah Danzo hampir membuat kita gulung tikar, Tenten" Sarkas Naruto pada sekretarisnya itu.
Tenten tersenyum, "aku hanya tak ingin anda mati disini. Omong-omong anda sudah tak pulang selama dua hari Naruto—sama, haruskah saya mengingatkannya? "
Naruto meringis, sedikit mengerang. Yah. Ia juga tak lupa kalau ia memang sudah dua hari tak pulang. Tapi memangnya apa yang harus ia jadikan tempat pulang saat rumahnya dan Sakura selalu membuatnya meresa kesepian.
Setahun sudah berlalu, tapi tampaknya kehidupan pernikahan mereka memang sangat sulit diselamatkan.
Yah, setahun. Di hari yang begitu panjang itu tak ada satu pun hari yang membuat Naruto bisa tersenyun lebar ketika membahas pernikahannya dengan Sakura. Dibanding pernikahan, Naruto lebih suka menyebut pernikahannya dengan Sakura sebagai pengekangan. Ia tak bisa bebas namun juga tak betah untuk tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
competition -Narusaku
FanfictionHanya karena tak mau kalah dari Sasuke, Naruto menerima perjodohan orang tuanya dengan Sakura sekalipun ia tau kalau saat itu Sakura dan Sasuke sudah menjalin hubungan yang serius. Semua karakter milik Masashi Kishimoto