17

509 46 10
                                    

" Jangan menangis, " Sasuke mendekati Sakura, mengelus pundak ringkih mantan kekasihnya itu lembut. Seperti bukan sifatnya sekali, tapi siapa yang peduli? Sasuke tak mungkin membiarkan perempuan hamil ini terus menangis saat masih bersamanya kan? Kizashi dan Mebuki sedang tak ada di rumah, ia tak perlu mengkhawatirkan itu, tapi bagaimana dengan mata para pekerja yang terus mengawasi mereka. Sungguh, Sasuke tak ingin mereka salah paham.

"Kenapa Naruto tak jujur padaku? " Tangis Sakura membuat Sasuke menghela napas. Bingung harus menjelaskan nya bagaimana lagi.

"Bagaimana ia mau jujur saat kau bahkan tak bertanya Sakura, kau bilang hubungan kalian tak baik"

Jawaban menusuk Sasuke tampaknya langsung mengenai hati Sakura, perempuan yang sedang hamil muda itu bukannya tenang namun semakin menangis karena rasa bersalah. Sasuke semakin kewalahan.  Ia bingung harus melakukan apa.

"Hei.. Tenang lah" Sasuke menepuk pundak Sakura, " Kau mau ramen? " Tanya Sasuke spontan. Sejujurnya ide itu terlintas begitu saja saat ingatan tentang Naruto masuk diingatannya.

Sakura mendongak, mata hijaunya tampak menyedihkan. Tapi sedetik kemudian ia mengangguk. " Aku mau.. " Katanya lirih.

Sasuke bernapas lega.. Ah, tampaknya hamil anak Naruto benar-benar membuat Sakura memiliki semua selera teman berambut kuningnya itu. Tapi tak ayal senyuman tipis terbit di bibir Sasuke. Ia berharap langkah kali ini akan memudahkan semuanya. Ya.. Semoga saja.

———

Sakura muntah lagi. Pagi ini ntah keberapa kalinya Sakura terbangun dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi hanya untuk memuntahkan isi perutnya. Mebuki yang mendapat laporan dari pelayan yang tak sengaja mendengar muntahan Sakura itu pun ikut menemani putrinya.

"Masih, mau muntah? " Mebuki bertanya lembut.

Sakura menggeleng, kedua tangannya memegang sisi wastafel. Rambutnya yang terurai tampak berantakan dan lengket. Jika saja Mebuki tak membantunya, mungkin rambut panjangnya itu sudah berlumuran lendir muntahannya sendiri.

"Bu.. "

"Ya, sayang" Mebuki memijat tengkuk leher Sakura saat si tunggal Haruno itu kembali muntah walau hanya cairan lendir yang ia keluarkan.

"Capek.. Huks,, " Sakura mengadu. Kepalanya kembali menunduk saat mual itu kembali datang. Ia menangis. Tergugu.

"Sabar ya, nak. Ibu buat kan teh ya biar mual nya hilang"

Sakura kembali mengggeleng. " Bu.. " Sakura kembali mengadu, wajahnya yang kuyu terlihat begitu menyedihkan.

"Ya"

"Aku rindu Naruto, hiks.. Aku rindu bajingan itu.. Aku merindukannya sampai rasanya aku akan gila. Aku benar-benar merindukan nya bu.. "

Mebuki tersenyum tipis, ia lalu menarik Sakura kepelukannya dengan lembut, ibu satu anak itu lalu menggiring Sakura untuk keluar kamar mandi dengan hati-hati.

"Bu..  Kenapa dia tak menjemput ku? Apa dia gila membiarkan istri nya tak pulang kerumah hah.. Apa Hinata menyebalkan itu lebih penting.. Kenapa dia mengabaikan ku huhu"

"Apa dia tak tau kalau aku tak tidur semalaman karena merindukan kan nya? "

"Apa dia tak tau anaknya menginginkan ayahnya? Apa dia sebodoh itu? " Sakura menangis sampai tersengel-sengal, sedangkan Mebuki hanya bisa menatapnya iba. Di tariknya lagi Sakura kedalam pelukannya. Ditepuk bahunya dengan lembut. Mencoba memberikan ketenangan.

Kehamilan muda dengan kondisi mental yang  tak stabil memang begitu menyusahkan.  Mebuki tak bisa menyalahkannya. Ah, mengenai kehamilan, Mebuki dan Kizhashi pun baru mengetahui nya semalam sore melalui Sasuke. Awalnya jelas mereka tak percaya. Bagaimana bisa Sakura hamil saat anak mereka sudah mengakui kalau ia program penundaan kehamilan sebelumnya. Setitik curiga juga timbul saat melihat Sasuke yang begitu dekat dengan Sakura. Itu terdengar kejam.. Tapi Mebuki dan Kizashi tak bisa untuk tak curiga saat mengingat bagaimana hubungan Sakura dengan Naruto juga  Sasuke.

competition -NarusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang