Seperti permintaan si ketua Senju tadi malam, mereka berdua akhirnya menginap di rumah utama Namikaze, tentunya dengan sedikit paksaan dari Kushina yang mulai heboh saat menyadari kalau Naruto sedang tak sehat. Ah, mengingat hal itu membuat emosi Sakura tiba-tiba mendidih. Karena ulah Naruto yang tak bilang kalau sedang sakit itulah yang menjadi penyebab ia mendapatkan tatapan ejekan dari Tobirama, kakek angkat Naruto itu melihatnya remeh. Seolah-olah ingin menunjukkan kepada mertuanya kalau Sakura adalah istri yang tak memperhatikan suaminya. Yah, walaupun pada kenyataannya memang begitu, tapi Sakura tetap tak menyukainya.
Ia benci dipandang remeh.
"Kau sengaja melakukannya, kan? "
"Melakukan apa? " Naruto yang sedang melepas kemeja nya itu menoleh pada Sakura. Bingung.
"Kau tak bilang kalau kau tak sehat! Kau membuatku terlihat tak becus menjadi istri didepan keluargamu itu, terutama si tua Senju"
Naruto tersenyum geli, " Bukannya kau memang begitu?"
"Apa maksudmu? "
"Sejak pulang dari Kantor aku memang sedang tak sehat, kau bahkan tak bertanya sedikit pun. Padahal tak biasanya aku pulang sore dan tidur setelahnya" Kata Naruto mengingatkan Sakura kalau suaminya utu memang sempat tidur bergelung selimut sebelum mereka berangkat untuk makan malam. Sakura yang memang tak menyadari kalau Naruto sedang sakit pun justru membentak laki-laki itu untuk segera bersiap. Ah, kenapa Sakura tiba-tiba merasa bersalah begini?
"Menyadarinya? " Naruto bertanya, sedikit mengejek.
"Kau pikir pekerjaanku hanya sekedar memperhatikanmu? " Sakura bersedekap dada, menatap Naruto yang kini mengganti setelan formalnya dengan piyama tidur. "Aku bahkan tak peduli sekalipun kau mati hari ini juga, tapi tak bisakah otakmu itu berpikir, Naruto-sama. Kau membuat citraku buruk! "
Naruto mengatupkan rahangnya. Apa yang ada dipikiran Sakura hanya tentang citranya saja?
"Jadi kau pikir aku yang salah karena tak memberi tau mu? Kau bahkan tak peduli sekalipun aku mati hari ini kan, Sakura? Lalu apa masalahnya kalau akau tak membritauhu mu tentang kesehatanku? "
"Setidaknya kalau aku tau kau sakit, aku akan mengatur alur pertemuan ini lebih baik. Kalau begini siapa yang salah? Kau! Kau yang membuat keluargamu sendiri meragu dengan hubungan kita! "
"Aku tak peduli dengan itu, selama ini aku melakukan sandiwara ini hanya karena aku menghargai perasaanmu, bukan untuk menaikkan citramu itu" Kata Naruto dingin.
"Kau tak bisa seenaknya, Naruto bodoh! Kalau keluargamu meragukanku itu akan berdampak buruk ke keluargaku nantinya. Aku tak mau ayahku terkena imbasnya karena ulahmu! "
Naruto mengepalkan tangannya, jengkel luar biasa. "Kalau kau memang tak mau keluargamu terkena imbasnya, lalu kenapa kau tak memgubah sikapmu dan menjadi istri yang baik sungguhan, Sakura? Kenapa harus menekanku! "
Sakura menatap Naruto bengis, "Itu resikomu karena kau yang tak juga mau menandatangi surat perceraian itu, jika kau mau aku yang akan mengurus semuanya! "
Naruto diam sedangkan Sakura berdesis kesal.
Selalu.
Naruto itu selalu saja begitu jika membahas perceraian. Tak peduli sehabat apapun mereka bertengkar, tak juga peduli semarah apapun Naruto padanya, jika sudah membahas perceraian. Naruto akan memilih diam.
"Naruto! " Sakura memekik kesal ketika Naruto memilih melempar pakaian kotornya kewajahnya.
"Taruhlah pakaian itu ke kekamar mandi, kau juga harus berganti baju jika ingin tidur dengan nyaman! "
Mengatupkan giginya sampai bergemelutuk geram, Sakura menarik Naruto yang akan berbaring.
"Kau pikir aku babumu? "
"Tidak, kau istriku"
"Berhenti bermain-main Naruto! Aku tak ingin kakek mu itu terus menatapku tak suka. Kau harus bisa membuatnya menyukaiku. Setidaknya kalau kau tak mau menandatangi surat itu kau harus membuat posisi ku dan keluargaku aman. "
Naruto menipiskan bibirnya. Jengkel luar biasa. " Jadi kau meneriakiku dari tadi hanya karena takut posisi mu goyah? "
Sakura diam. Itu berarti iya untuk Naruto.
"Kau tak perlu takut kalau tentang itu, Sakura. Disini hanya kakek yang tak menyukaimu, tapi orang tuaku bahkan akan membela mu, bahkan jika suatu saat mereka menemukanku mati berlumuran darah dengan pisau ditangnmu, mereka akan tetap membelamu. Kau tak perlu cemas, posisi ayahmu pun akan tetap diposisinya. Aku bukan laki-laki yang licik Sakura. Kau dan keluargamu aman selama nama keluargaku mengikutimu" Naruto menatap Sakura dingin sedangkan Sakura sendiri tercenung. Ia tak menyangka kalau Naruto akan mengatakan hal itu padanya. Apa itu berarti Naruto akan selalu melindunginya?
"Tapi kakekmu—
"Berhentilah membahas kakek, apa jaminan ku untuk mu dan keluargamu kurang? Sebenci apapun kakek padamu dia tak akan berani menyentuhmu sedikitpun, Sakura. Kau tak bisa serakah. Tak semua hal bisa sesuai keinganan mu! "
"Yah, tapi dia terus menekanku untuk segera memiliki anak. Itu akan membuat orang tuamu akan curiga nantinya, bagaimana jika ibu kushina kembali ikut bertanya padaku, aku tak bisa menjawabnya! "
"Maka berilah aku anak, "
"Bajingan! Aku tak sudi memiliki anak darimu"
"Maka diam lah! "
Sakura memundurkan langkahnya, agak kaget saat Naruto membentaknya. Apa laki-laki ini marah dengan pernyataannya? Tapi bukankah biasanya mereka memang begitu?
"Jika kau tak bisa memberi apa yang mereka minta, maka diam lah Sakura. Kau membuat kepalaku sakit" Kata Naruto serius.
Sakura meremas tangannya. Ia mulai takut. Naruto tak biasanya seserius ini padanya. Apa laki-laki ini benar-benar marah?
Tapi kenapa?
———
Naruto bangun ditengah malam, dadanya berdetak terlalu cepat yang membuatnya terbangun dengan desisan menahan nyeri. Tangannya meraba-raba nakas berharap menemukan obatnya tapi sayangnya ia melupakan kalau mereka tidur di rumah utama keluarganya malam ini.
"Sshh, sial" Naruto meremas selimutnya. Sakit sekali. Tak biasanya rasa sakitnya separah ini. Apa karena ia tidur dengan emosi yang menumpuk? Ntah lah.
"Rileks, Naru, Rileks" Naruto bergumam untuk dirinya sendiri, mencoba bersikap tenang sambil mengatur napasnya. Hampir setengah jam ia lalu dengan ringisan yang sama. Setelah berhasil tenang. Ia menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Bernapas teratur.
Kepalanya lalu menoleh pada Sakura yang tidur menghadapnya. Tangan perempuan itupun baru Naruto sadari berada diatas perutnya. Seperti memeluknya.
Senyuman tipis terbit dibibir laki-laki Namikaze itu. Tangannya terulur untuk mengusap rambut panjang Sakura yang berantakan. Merapikannya dengan lembut.
"Cantik" Bisiknya ntah pada siapa tapi senyumannya semakin lebar.
Naruto kembali merebahkan dirinya secara perlahan sambil menarik tubuh Sakura mendekat kearahnya.
Naruto memejamkan matanya ketika Sakura berhasil masuk kerengkuhannya. Dadanya bahkan terasa hangat karena hembusan napas istrinya itu.
Lagi. Naruto mengeratkan pelukannya.
Memasukkan Sakura kedalam pelukannya yang lebih dalam.
Naruto bergumam nyaman, seolah melupakan bagaimana terlukanya hatinya saat Sakura menolak untuk memiliki anak bersama dengannya tadi.
Tapi..
Lagi, hanya karena wajah polos ini, Naruto kembali memendam sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
competition -Narusaku
FanfictionHanya karena tak mau kalah dari Sasuke, Naruto menerima perjodohan orang tuanya dengan Sakura sekalipun ia tau kalau saat itu Sakura dan Sasuke sudah menjalin hubungan yang serius. Semua karakter milik Masashi Kishimoto