Avyanna terbangun di atas rerumputan yang lembut. Cahaya matahari yang terang menimpanya membuatnya mau tak mau harus membuka mata karena merasa silau.
"Uh ... dimana aku?" Avyanna meraba rumput di sekitarnya, kemudian mencoba membawa tubuhnya bangun dan duduk.
Sejauh mata memandang, hanya ada pemandangan dari padang bunga anyelir berwarna merah muda yang tersebar. Angin berhembus lembut mempermainkan surainya dan gaun putih dengan rok 3/8 yang menutupi hingga betisnya.
"Bunga anyelir merah muda?" Avyanna beranjak berdiri, langkah kakinya yang telanjang membawanya dekat dengan padang bunga anyelir. "Tempat apa ini?'
Setelah cukup dekat, Avyanna berlutut di dekatnya. Tangan kanannya terulur untuk membelai satu bunga, kemudian mencium aromanya dari dekat. "Wanginya ...."
"Kau menyukainya?" Sebuah suara seorang wanita menginterupsi Avyanna dari belakang.
Refleks Avyanna menoleh ke belakang. Sejauh 3 meter dari posisinya sekarang, ada seorang wanita berusia 30 tahun yang berdiri dengan kedua tangan disatukan di depan badannya.
Wanita itu tersenyum lembut pada Avyanna. Tubuhnya dibalut gaun putih bersih panjang dan dia memakai selendang kain tile putih polos yang beterbangan ditiup angin. Surainya yang berwarna hitam pekat dibiarkan terurai hingga ke dada. Di kepalanya, ada untaian bunga anyelir merah muda dibentuk melingkar.
"Siapa?" Avyanna berdiri tanpa mengalihkan perhatiannya dari wanita itu. Tatapannya menyelidik.
Wanita itu berjalan mendekati Avyanna. Senyumnya tidak terlepas dari wajahnya. Kedua tangannya terulur pada Avyanna, menangkup wajah gadis itu dengan jemarinya yang kurus dan lembut.
Avyanna sedikit terkejut dengan sentuhan itu. Namun dia tidak berusaha untuk menjauhi sentuhan yang lembut dan nyaman itu.
"Putriku sudah tumbuh besar rupanya. Cantiknya putri Ibu," gumam wanita itu dengan senyum penuh kepedihan dan kerinduan. "Amedeo membesarkanmu dengan baik."
"Putri ibu?" gumam Avyanna sedikit kebingungan. Dalam ingatannya, jelas sekali ibunya tidak seperti wanita ini. Namun, kenyamanan yang aneh membuatnya tidak menolak sentuhan sang wanita asing.
Wanita itu masih tersenyum, tidak kunjung melepaskan tangkupannya dari wajah Avyanna. "Kau tidak ingat pada Ibu, ya? Tidak apa-apa, Sayang. Suatu hari kau pasti akan ingat."
Avyanna terdiam. Tidak mengerti dengan apa yang wanita itu katakan. Namun, perasaan mengganjal tiba-tiba tumbuh di hatinya.
"Akan ingat ...," gumam Avyanna lirih, kedua tangannya perlahan naik untuk mengusap punggung tangan yang ramping dan lembut itu. "Apa maksudnya?"
"Avyanna, tolong dengarkan Ibu sebentar." Wanita itu menarik pelan lengan Avyanna untuk mendapatkan atensi gadis itu lagi. "Sebelum kau bangun, Ibu ingin menyampaikan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Avyanna: The Last Sorcerer Drazhan [ ENHYPEN ]
Fantasy[ Fantasy ] [ Dark Romance ] Hidup bersama saudara yang selalu merasa tersaingi olehnya, tidak membuat Avyanna merasa terasingkan. Hingga suatu hari, ketika sang kakak sulung dan sang ayah meninggalkan dunia untuk selamanya, tantangan baru dalam hid...