Chapter 01

126 10 5
                                    

Seorang gadis dengan surai putih dan mata berwarna ungu itu berjalan seorang diri di salah satu koridor terbuka di salah satu kuil pemujaan Dewi Zoya, Kuil Chaste

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang gadis dengan surai putih dan mata berwarna ungu itu berjalan seorang diri di salah satu koridor terbuka di salah satu kuil pemujaan Dewi Zoya, Kuil Chaste. Sementara di sekitarnya, beberapa orang pengunjung kuil lainnya berjalan sembari berbisik-bisik meliriknya.

"Bukankah itu putri angkat Duke Amedeo?"

"Sepertinya iya. Lihatlah, rambutnya perak."

"Ternyata gadis itu bisa berdoa. Oh, kita harus mengingatkan para Serveur untuk menyucikan tempat yang sudah gadis itu duduki di ruang berdoa."

"Hei, jangan keras-keras! Nanti dia bisa dengar!"

Gadis itu mengabaikan setiap bisikan yang berlalu lalang di sekitarnya. Menganggap mereka tak pernah ada adalah satu-satunya cara untuk keluar dari situasi tak menyenangkan ini.

Betapa mudahnya mereka membicarakan keburukan orang lain. Di akhirat, orang-orang seperti itu akan dirobek mulutnya, pikir Avyanna seraya mempercepat jalannya.

Gadis itu menoleh sisi terbuka koridor. Menikmati cahaya matahari senja yang menyinari bagian tengah kuil Chaste yang tanpa atap, sehingga taman yang ada di sana dapat terkena cahaya matahari.

Cahaya berwarna oranye keemasan itu menyirami patung Dewi Zoya yang berada di tengah taman tadi. Membuatnya terlihat suci dan begitu agung sebagai pelindung Kekaisaran Basilius.

Sesampainya di luar kuil, Avyanna celingukan mencari keberadaan kereta kuda yang mengantarnya ke kuil. Namun, sejauh netra berwarna ungunya mengedar, dia tak mendapati hal lain selain pengunjung kuil yang masih berlalu-lalang di area kuil.

"Dimana Ian?" gumam Avyanna, celingukan mencari sang kusir. "Aku sudah menyuruhnya untuk menunggu disini, kemana dia pergi?"

"Sudah kusuruh kembali duluan ke mansion." Sebuah suara seorang pria mengejutkan Avyanna. Dia pun menoleh ke sumber suara.

Netra ungu Avyanna yang berwarna senada dengan gaunnya itu menangkap sosok pria setinggi 6'2 kaki yang tengah menghisap nikotin dari cerutunya dan menunggang seekor kuda jantang bersurai hitam.

Sosoknya begitu mencolok karena fisik dan penampilannya yang berbeda dari kebanyakan bangsawan di Basilius. Karena ia bukan penduduk asli Basilius.

Avyanna mengenal sosok itu. Namanya Nizam, seorang putra mahkota dari negeri gurun pasir yang bernama Pervaiz. Sebuah negara yang berada di benua Sahra' yang dipisahkan oleh laut Rune dari benua Milan, benua dimana Kekaisaran Basilius berada.

Tubuhnya yang kekar itu begitu tinggi dan dibalut dengan kulit tan yang menawan. Surainya hitam legam dan mata cokelat gelap, ciri khas kebanyakan orang Pervaiz terutama yang bangsawan.

Sore ini, dia mengenakan kemeja warna putih tulang yang panjangnya mencapai betis dengan sentuhan warna emas pada bagian dada dan pergelangan tangan. Untuk menutupi kakinya, dia memakai celana panjang hitam. Sebagai akesesoris, dia memakai selendang berwarna hitam dengan paduan warna emas.

Princess Avyanna: The Last Sorcerer Drazhan [ ENHYPEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang