Chapter 23 - Forbidden Love pt. 3

35 6 0
                                    


Mansion Belvedere yang didominasi oleh warna putih dan biru sian mulau terlihat ketika rombongan kecil berkuda Osian melewati gerbang mansion setinggi 4 meter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mansion Belvedere yang didominasi oleh warna putih dan biru sian mulau terlihat ketika rombongan kecil berkuda Osian melewati gerbang mansion setinggi 4 meter.

Amedeo menengadah. Netranya menatap langit pada dini hari yang masih gelap. Menatap kosong karena tak bisa berhenti memikirkan Eilithya.

Aku merasa bersalah meninggalkan Eilithya seperti ini, batin Amedeo. Apalagi setelah dia merindukan suaminya seperti itu. Aku tidak menyangka sama sekali kalau dia berniat bunuh diri. Dia yang tersenyum manis, ternyata menyimpan rindu sedalam itu.

Amedeo menghela nafas kecil, menatap punggung Osian di depannya.  Sekelebat, dia memikirkan sesuatu yang tiba-tiba membuat dirinya sendiri terkejut.

Apa Eilithya melakukan itu karena merasa telah mengkhianati suaminya? Saat aku bersamanya, entah berapa kali aku melihatnya tersipu. Matanya tidak bisa berbohong.

Amedeo mengepalkan tangannya di belakang punggung Osian, mendadak merasa sedikit kesal. Wanita bodoh. Jika dia benar-benar mati tadi setelah kedatanganku di perkampungan Ivory, orang-orang di perkampungan itu pasti akan berpikir kalau aku membunuh wanita itu.

"Apa kau kedinginan?" tanya Osian tiba-tiba, memecah keheningan.

"Oh!" Amedeo tersentak dari lamunannya, kemudian berdehem kecil untuk menetralkan suaranya. "Ya, sedikit."

Osian hanya mengangguk sebagai respon. "Aku sudah menyuruh pelayan untuk menyiapkan air hangat untukmu mandi."

Sesampainya di depan tangga yang akan menuju ke teras, Osian dan Amedeo lekas turun dari kuda. Kuda itu dibawa oleh dua orang pengawal yang menjadi anggota rombongan Osian. Setelah itu, kedua pria itu naik ke teras dan masuk ke mansion.

Ketika pintu utama terbuka, suara seruan seorang wanita dan derap langkah kaki menyambut kedua pria itu.

"Tuanku!" seruan Odeta langsung terdengar bersamaan dengan langkahnya yang cepat.

"Nyonya Odeta, hati-hati! Jangan berlari seperti itu! Nanti Anda bisa jatuh." Seorang wanita yang tak lain dan tak bukan adalah istri Osian--Celestia, mengikuti dari belakang dengan langkah tergopoh-gopoh.

Odeta tidak peduli. Wanita bersurai cokelat itu tetap berlari menghampiri sang suami dengan air mata berlinang. Ketika jarak di antara mereka semakin tipis, Odeta menghambur pada Amedeo.

Amedeo hanya membisu ketika Odeta menghamburnya sambil menangis. Lengannya dengan perlahan melingkari tubuh wanita itu tanpa minat.

"Tuanku, kemana saja kau pergi?" tanya Odeta, terisak ketakutan. "Aku takut sekali ketika para ksatria tidak kembali bersamamu. Apakah kau terluka? Apa ada yang sakit?"

Odeta mengendurkan pelukan. Kedua tangannya meraba lengan Amedeo dengan cepat, memeriksa apakah sang suami baik-baik saja.

Amedeo menarik Odeta, mengeratkan pelukannya pada tubuh wanita itu lagi untuk menenangkannya. "Aku baik-baik saja, Odeta. Aku hanya tersesat sedikit dan bertemu orang baik yang mau menolongku."

Princess Avyanna: The Last Sorcerer Drazhan [ ENHYPEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang