Malam semakin larut. Bulan purnama di atas langit memendarkan cahayanya yang sedikit tertutupi oleh awan yang ditiup angin.
Suasana malam ini begitu tenang, nyaris tak ada suara selain deru nafas kedua orang yang berjalan menyusuri jalanan permukiman warga.
Savero menurunkan Avyanna dari gendongannya untuk duduk bersandar di teras sebuah kedai roti. Dia kemudian mengeluarkan kantong air yang dia ikatkan ke sabuknya.
Gadis merepotkan, batin Savero kesal sembari berjongkok di samping Avyanna dan mengulurkan kantong air miliknya. "Anda pasti terkejut, tenangkan diri Anda dan minumlah sebentar."
Savero terdiam sejenak, memandangi sosok yang masih dalam kondisi terkejut itu.
Sebenarnya aku masih kesal padanya. Namun aku tidak ingin dia terluka, karena dia bersamaku.
Avyanna menoleh dengan mata sayu tertuju pada Savero dan menerima kantong berisi air yang diberikan oleh pria itu.
"Terima kasih." Avyanna membuka tutup kantong, lalu meneguk airnya untuk dua teguk. Berusaha agar mulut kantong tidak menyentuh bibirnya. Setelah merasa cukup, Avyanna mengembalikan kantong itu pada pemiliknya.
Keduanya sama-sama terdiam. Savero duduk sembari mengikatkan kembali kantong air ke sabuknya, sementara Avyanna menetralkan nafasnya.
"Aiguille Savero, yang itu tadi apa?" tanya Avyanna seraya mendongakkan wajahnya ke arah Savero.
Savero tidak membalas tatapan itu, hanya menujukan atensinya ke depan. "Psych, iblis kecil yang merupakan anak buah dari Succubus. Succubus sendiri adalah iblis yang gemar merayu pria dan memakan jiwanya ketika pria itu sudah hanyut dalam rayuannya."
Jawaban Savero sangat singkat, tidak memuaskan Avyannna. Gadis itu kembali bertanya. "Darimana asalnya? Kenapa bisa ada di sana? Selain itu, apa yang Anda lakukan di makam kakak saya?"
"Saat ini hanya itu yang perlu Anda ketahui," sahut Savero cepat, nada bicaranya terdengar kesal. "Tunggu sebentar disini, saya akan menyewa kuda dan mengantarkan Anda pulang. Tidak baik bagi seorang gadis muda berjalan sendirian di malam hari."
Savero berdiri dari duduknya, menepuk-nepuk pelan bagian belakangnya dari debu. Namun tiba-tiba, tangan Avyanna menarik kain celananya, menahannya untuk pergi.
Savero tersentak. "Apa yang ...."
"Sebagai Aiguille, sikap Anda terlampau angkuh," potong Avyanna, mulai jengah dengan sikap Savero yang terus saja menghindari pertanyaannya. "Bagaimana saya bisa diam saja saat mengetahui ini? Ditambah lagi ada sosok seperti itu di sekitar makam keluarga Duke Oryn."
Savero terdiam. Di hatinya, ada perasaan bersalah yang menelusup, membenarkan ucapan Avyanna.
"Ini sesuatu yang berbahaya," gumam Savero. Pria itu menghela nafas sembari kembali duduk di sebelah Avyanna dalam jarak 1 meter. "Saya berusaha melindungi umat, tolong pahami itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Avyanna: The Last Sorcerer Drazhan [ ENHYPEN ]
Fantasía[ Fantasy ] [ Dark Romance ] Hidup bersama saudara yang selalu merasa tersaingi olehnya, tidak membuat Avyanna merasa terasingkan. Hingga suatu hari, ketika sang kakak sulung dan sang ayah meninggalkan dunia untuk selamanya, tantangan baru dalam hid...