Semenjak Amedeo tahu bahwa perkampungan Ivory telah hancur, ia menjadi pendiam. Wanita yang hanya bertemu dengannya dalam beberapa jam hidupnya itu, telah merenggut bertahun-tahun daya hidupnya.
Bahkan perhatiannya terhadap Odeta.
Siang ini Amedeo tengah berjalan berdua dengan Odeta di salah satu taman mansion Duke Oryn. Memandangi hamparan bunga primrose yang menjadi bunga favorit Odeta.
Amedeo memandangi hamparan bunga itu tanpa minat, fokusnya tak ada di sana.
Sudah bertahun-tahun aku berusaha mencari dan semua itu kini sia-sia. Selama itu pun Osian tidak memberi kabar lagi. Apakah Eilithya ... benar-benar sudah tak ada lagi di dunia ini? batin Amedeo, menatap murung ke arah hamparan bunga. Tepat di sisi mana Odeta berada.
"Tuanku," panggil Odeta, langkahnya terhenti.
"Ya?" sahut Amedeo cepat, langkahnya ikut terhenti. Senyum canggungnya tersungging pada sang istri. "Ada apa Odeta?"
Odeta terdiam sejenak, mengamati senyum Amedeo. "Gerangan apakah yang begitu memberatkan bahumu, Tuanku?"
Amedeo masih bertahan dengan senyumnya, lalu menggeleng pelan. "Tidak ada, Odeta. AKu hanya ... menikmati suasana ini. Begitu tenang dan santai."
Kening Odeta mengerut tipis. Wanita itu terlihat tak percaya. Kedua tangan wanita terulur untuk meraih tangan Amedeo. Dia menggenggam tangan yang dua kali lebih besar darinya itu, kemudian menempelkannya di pipinya.
Amedeo merasakan jantungnya mencelos turun ke perut, aliran darahnya menjadi dingin di bawah kulitnya.
"Tuanku, kau semakin kurus dan sayu," ucap Odeta, nada bicaranya terdengar begitu lembut. "Aku adalah istrimu, teman hidupmu sampai dunia ini berakhir. Lukamu adalah lukaku dan senyummu adalah senyumku. Kita berbagi semuanya."
"Sungguh sebuah dosa jika salah satu dari kita membiarkan pasangannya menanggung semua beban sendirian."
Amedeo hanya bisa membeku di tempatnya berdiri saat mendengar ucapan Odeta. Sekilas perasaan bersalah menyerang hatinya.
Wanita lugu yang tak tahu apa-apa ini, mencintainya dengan begitu tulus. Hingga Amedeo yakin jika ada perintah yang menyuruh Odeta untuk mati demi dirinya, wanita itu takkan ragu.
Kau terlalu baik untukku, aku tidak pantas untukmu. Kenapa dari semua wanita di kekaisaran ini, harus wanita selugu kau yang mendapatkanku? Amedeo menatap sayu dan sedih pada Odeta. Perlahan tangannya yang menganggur terangkat, menggenggam kedua tangan mungil wanita itu.
"Percayalah padaku, aku baik-baik saja." Amedeo mengecup punggung tangan Odeta dengan tatapan memuja. "Kau wanita yang baik. Aku berdoa semoga di kehidupan selanjutnya kau akan selalu bertemu dengan orang yang baik."
"Dan orang itu adalah kau, Tuanku," sahut Odeta cepat, sorot matanya tertuju dengan tatapan lembut pada Amedeo. "Aku tetap ingin bersama Tuanku di kehidupan sekarang atau selanjutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Avyanna: The Last Sorcerer Drazhan [ ENHYPEN ]
Fantasy[ Fantasy ] [ Dark Romance ] Hidup bersama saudara yang selalu merasa tersaingi olehnya, tidak membuat Avyanna merasa terasingkan. Hingga suatu hari, ketika sang kakak sulung dan sang ayah meninggalkan dunia untuk selamanya, tantangan baru dalam hid...