Aroma dari kayu putih menyeruak masuk ke dalam pernafasan. Perlahan namun pasti, Avyanna mulai membuka kelopak matanya. Cahaya putih mulai terlihat oleh mata dan semakin terang, membuat mata Avyanna silau melihatnya.
Pandangannya buram, hanya terlihat langit-langit ruangan berwarna cokelat muda dan seorang pria yang tidak begitu jelas mukanya. Avyanna memejamkan matanya kemudian kembali membukanya. Terus seperti itu untuk beberapa kali hingga akhirnya dia dapat melihat dengan jelas.
Sosok tampan itu memangku kepala Avyanna di pahanya. Tangan kanannya membawa sebuah botol kecil yang bagian tutupnya dilubangi agar aroma dari dalam botol bisa keluar. Sementara tangan kirinya menopang kepala Avyanna.
"Putri? Putri Avyanna, Anda dapat mendengar saya?" tanya sosok itu, suara beratnya tidak asing di telinga Avyanna.
Bibir Avyanna bergetar, mengucapkan namanya. "A-Aiguille Savero?"
Savero menghela nafas lega. "Syukurlah Anda sudah siuman."
Avyanna memejamkan matanya, tangan kanannya memijat kulit di antara alisnya. Keningnya mengernyit karena sakit kepala yang menderanya. Namun itu tidak menutup keinginannya untuk melihat dimana dia berada saat ini.
Dia berada di sebuah kamar dengan warna cat dinding cokelat muda yang terasa menghangatkan. Ada perapian yang menyala di salah satu dinding ruangan dengan beberapa sofa dan meja di dekatnya.
Selain barang-barang itu, ada beberapa furnitur lain yang menarik perhatian Avyanna. Seperti dua lemari kayu jati besar yang berisikan buku-buku tebal dan berbagai macam kerajinan keramik yang ditata dengan rapi.
Seisi ruangan ini sederhana, namun nyaman.
Sementara Avyanna menganalisis ruangannya, Savero berdiri dari duduknya dan menyeduh teh di sebuah meja yang dipenuhi oleh botol-botol berisi daun atau bunga kering sebagai bahan baku teh.
"Ini ...." gumam Avyanna, memecah keheningan di antara mereka.
Savero membalikkan badan dengan tangan yang membawa secangkir teh chamomile buatannya. "Kita berada di kamar, di rumah pribadi saya."
Avyanna mengerutkan kening. "Bukankah Kuil Basilius sudah memfasilitasi para Aiguille? Eh ...."
Avyanna terdiam. Mendadak dia teringat sesuatu tentang identitas sosok yang kembali duduk di tepi ranjang itu. Kedua tangannya membawa nampan berisikan secangkir teh dan tiga potong roti.
Savero meletakkan nampan yang dibawanya ke meja kecil samping ranjang. "Jangan salah paham. Rumah ini hanyalah salah satu peninggalan ayah saya yang saya rawat. Saya tak sering menggunakannya, namun ibu saya menganggap telah memberikan rumah ini pada saya."
Seketika Avyanna mengingat identitas pria itu. Ingatan saat dia tanpa sengaja mendengar perbincangan Delythena dengan teman-temannya.
Aiguille Savero atau yang lebih dikenal sebagai Savero Elarian. Putra sulung dari keluarga Marquess Elarian yang terkenal akan kemampuan bertarung mereka, namun berhati dingin. Tidak ada nona muda atau putri yang berani mendekati generasi Marquess Elarian untuk tujuan asmara karena sifat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Avyanna: The Last Sorcerer Drazhan [ ENHYPEN ]
Fantasi[ Fantasy ] [ Dark Romance ] Hidup bersama saudara yang selalu merasa tersaingi olehnya, tidak membuat Avyanna merasa terasingkan. Hingga suatu hari, ketika sang kakak sulung dan sang ayah meninggalkan dunia untuk selamanya, tantangan baru dalam hid...