Seekor kuda jantan dengan tubuh berbalut bulu berwarna hitam pekat, berlari kencang di jalan setapak kecil di sebuah hutan yang lebat di tengah malam. Menerjang angin malam yang dingin.
Suara gemerisik dari langkah kakinya yang menginjak dedaunan kering yang berhamburan di jalan setapak, menjadi suara pengiringnya. Bercampur dengan ringkihannya.
Seorang pria berusia 38 tahun menunggang kuda itu dalam pakaian serba hitamnya yang dipermainkan oleh angin. Tangan kirinya membawa lampu yang menyala dengan bahan bakar minyak sebagai penerangan jalannya, sementara tangan kanannya memegang erat tali kekang kuda yang ditungganginya.
"Uhh ...." Terdengar suara rintihan sakit dari seorang gadis kecil.
Pria itu, Amedeo, menghentikan langkah kaki kudanya. Mata setajam mata elang berwarna biru terang itu menatap ke arah gadis kecil yang dia ikatkan ke perutnya agar tidak jatuh dalam perjalanan.
Seorang gadis kecil berusia 9 tahun yang berkulit pucat dan sudah tidak sadarkan diri. Kulitnya terasa dingin, hembusan nafasnya lirih. Laki-laki itu sampai khawatir bahwa gadis dalam pelukannya itu sudah tiada.
"Shh ... tenanglah." Amedeo mengusap puncak kepala gadis kecil berusia 9 tahun itu dengan tatapan penuh kasih sayang. "Bertahanlah sebentar lagi, kita hampir sampai."
Tidak seberapa kemudian, kuda yang ditunggangi Amedeo tiba di sebuah gua yang dikelilingi oleh pepohonan yang cukup lebat. Sulit bagi orang diluar sana untuk mengetahui keberadaan gua ini.
Amedeo turun dengan menggendong gadis itu dengan lengan kirinya, tangan kanannya mengikatkan tali kekang kudanya ke pohon yang ada di dekat gua.
Gua itu sendiri memiliki diameter 3,5 meter. Di langit-langit dan dinding dalamnya ada bebatuan tajam yang siap menusuk jika Amedeo tak hati-hati memasukinya.
Amedeo mengulurkan obornya ke dalam gua untuk menerangi gua yang gelap dan lembab. Tidak ada ketakutan sedikit pun yang terlukis di wajahnya ketika menyusuri gua tersebut. Kegelapan ini sudah terasa akrab baginya.
Semakin Amedeo masuk ke dalam kegelapan itu, cahaya obor menangkap sosok pria tua bertubuh ringkih setinggi 1 meter yang duduk di atas sebuah batu yang dikelilingi oleh genangan air. Langit-langitnya terbuka, menampakkan langit malam dengan bulan purnama yang cahayanya memantul ke air.
"Siapa di sana?" Sosok ringkih itu terlihat sudah sangat tua, usianya sudah berpuluh-puluh tahun. Terlihat dari jenggot, kumis, dan alisnya yang memutih dan panjang tak terurus. Kepalanya botak, dengan mudah menampakkan keriput penuaannya.
"Regula." Amedeo memanggil sosok itu dan berjalan mendekatinya.
Sosok itu seketika membuka matanya yang beriris hijau. Menatap lurus ke arah Amedeo.
Regula berdiri dari duduknya dibantu dengan sebatang tongkat kayu sebagai penopangnya. Dia turun dari batunya, melewati genangan air setinggi betis, hingga akhirnya sampai di depan Amedeo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Avyanna: The Last Sorcerer Drazhan [ ENHYPEN ]
Fantasía[ Fantasy ] [ Dark Romance ] Hidup bersama saudara yang selalu merasa tersaingi olehnya, tidak membuat Avyanna merasa terasingkan. Hingga suatu hari, ketika sang kakak sulung dan sang ayah meninggalkan dunia untuk selamanya, tantangan baru dalam hid...