Berusaha Menyelesaikan Semuanya

1K 72 1
                                    

'What?'

"Sibuk?"

"Of course, aku bukan seorang pengangguran"

"Bisa temui aku?"

"Huh? Are you okay? Did you just ask for permission?"

"Yes, or not?"

"Okay, where are you?"

"Mension"

"Okay" Telfon mati setelah Hera menyetujui permintaan Novalee.

Novalee menghampiri kamar ibunya, ia membuka kuncinya. Menampilkan ibunya yang sedang duduk di dekat jendela menatap ke arahnya.

"Pergilah dengan Hera"

"Setelah narik paksa Mamah kesini, kamu malah ngoper mamah ke orang asing seenak jidat?" Dengan sinis Ibunya berjalan ke arahnya.

"Aku minta maaf" Novalee membungkukkan badannya, membuat ibunya terkejut.
"Untuk semuanya" Ibunya masih terdiam, merasa shock dengan apa yang di lakukan anaknya. Selama ini, Novalee hidup dengan didikan papahnya. Ia lebih tertarik ikut dengan papahnya kesana kemari, di bandingkan diam di rumah dengan ibunya.

Hal itu membuatnya meniru sifat yang di tanamkan papanya soal bisnis, perasaan kompetitif yang tertanam di dirinya malah menimbulkan sifat obsesif pada sesuatu yang diingkan. Membuatnya jadi hilang arah. Ia sudah berjalan terlalu jauh, ini saatnya ia berhenti dan mengganti jalannya.

"Sudah..." Ibunya berusaha menarik bahu Anaknya yang membungkuk di hadapannya.

"Asal kamu janji sama Mamah... Berhenti Va, kamu ga perlu menang dan jadi nomor satu dari orang lain, kamu hanya perlu hidup sebagaimananya kamu. Kalo memang ga dapet itu, lepaskan Va.. Artinya itu bukan milik kamu" Ibunya menggenggam tangan anaknya. Novalee hanya diam, tanpa bisa mengatakan apapun.

"Va.. Keluar dari sana..."

"Are you there?" Novalee dan ibunya menoleh saat mendengar suara yang tak asing berasal dari ruang tamu. Novalee berjalan kesana, menggenggam tangan ibunya.

"Ouh, Halo Nyonya Ainsley.." Ucap Hera dengan senyumnya, menyapa Ibu Novalee. Sedangkan Ibu Novalee hanya mengangguk.

"So.. What happen?"

"A--" Ucapan Novalee terpotong saat mendengar suara pecaha kaca dari dalam kamarnya. Ia langsung berlari dengan panik.

Ia membuka pintunya, melihat tangan Hael kiri Hael yang mengeluarkan darah, dan tangan kananya yang memegang serpihan kaca.

"Hael!" Novalee menghempas kasar Serpihan kaca itu dari tangannya.

"What are you doing?! Are you crazy?!" Teriakan Novalee berhasil membuat mata kosong itu menatap ke arahnya.

Saat Hael terbangun, ia kira sudah berasa di surga. Namun melihat sekitar, ia sangat tau dimana ia berada. Kamar Novalee.

Ia kembali merasa frustasi, saat mengetahui ia belum juga lepas dari wanita itu. Sekarang yang ada di otaknya, merasa khawatir jika Novalee masuk, dan kembali menyetubuhinya. Ia terus menatap pintu, dengan keringat yang terus bercucuran. Padahal kamar Novalee memiliki AC.

Hael menoleh ke arah nakas, disana ada vas bunga. Jika ia tidak bisa lari dari Novalee saat ini dengan cara apapun, bagaimana dengan mati..? Apa Novalee bisa menahannya? Ia menjatuhkan vas bunga itu kelantai, dan menyeret tubuhnya untuk mendekati serpihan kaca itu, dan menyayatnya ke tangan kirinya, berharap dengan sekali sayat dia bisa mati. Namun ia salah, hanya ada rasa perih di tangannya. Mungkin ia belum pas saat menyayatnya. Dan saat ingin menggores lagi, disitulah Novalee sudah masuk ke dalam kamar.

"Berdiri, biar saya obati" Novalee berusaha mengangkat tubuh Hael, namun tangan itu di tepis.

"Hael?" Novalee kembali meraih tubuh itu, namun Hael kembali menolaknya, dan berontak berusaha melepaskan tangan Novalee di bahunya.

"NGGAK! GAMAU!!! GAMAU!" Hael memegang kepalanya dengan tangannya, meremas kuat rambut rambutnya dengan genggamannya. Kepalanya begitu berisik, memori memori sialan itu terus menghampiri otaknya.

"Hael?" Novalee jongkok mengajarkan tubuhnya dengan Hael.

"Gamau... Gamau Lee.." Bisikan itu kian mengecil, menjadi sebuah isakan. Novalee membuang pandangannya ke arah lain, membasahi bibirnya yang kering. Melihat kondisi Hael sekarang, Novalee benar benar merasa sangat bersalah. Mendengar isakan tangisnya yang begitu menyedihkan membuat Novalee ikut frustasi. Ia keluar dari kamarnya untuk memanggil Hera.

"Hera!" Hera yang sedang berdiam di ruang. tamu, langsung menoleh merasa dirinya di panggil.

"Come here!" Hera dengan tanpa babibu langsung menurut dan pergi menghampiri. Karena ia tau, keadaan disini sedang tidak baik baik saja.

"Aku ga bisa jelasin sekarang, intinya bawa ibuku dan Hael ke tempatmu untuk sementara waktu"

"It's okay, you can rely on me" Hera masuk ke dalam, menemui Hael. Novalee memijat pangkal hidungnya.

"Hey! Hael?" Hera bisa melihat kondisi Hael yang sangat kacau, bercak merah di lehernya membuat Hera sedikit ambigu. Apa yang di lakukan Novalee padanya.

"Gamau.. Gamau!" Hael menutupi telinga dan memejamkan matanya, berusaha menghilangkan suara berisik di kepalanya.

"Hey! Look at me! Aku Hera.." Hael tetap tidak mau menoleh, dan mengharukannya.

"Mau ketemu dengan Marcel?" Hael tetap diam, Hera benar benar memutar otaknya. Apa yang harus dia lakukan dengan Hael, mengingat dia hanya bertemu anak ini sekali dua kali.

Ia rasa akan sulit membujuknya, mengingat Hael sangat berbeda jauh dengan Marcel yang sudah pasti cara membujuknya juga akan beda. Ia keluar, menemui Novalee yang berada di ruang tamu dengan ibunya.

"I can't, he won't listen to me" Novalee menghela nafas, ia tidak mungkin memaksa Hael dengan keadaannya yang seperti itu.

"I think... She can" Hera melirik ke arah ibu Novalee, membuat yang di lirik bingung.

"Do you know Miss Ainsley? Mungkin dengan sifat keibuanmu bisa membujuk anak itu"

"Aku bahkan ga kenal anak itu" Novalee melihat ibunya yang ogah ogahan untuk menemuin Hael.

"Just persuade him to come along, what's so difficult?" Ibu Novalee membuang muka berpura pura bodoamat dan tidak peduli.

"Mah.. You can do it?"

"Novalee.. Mamah gamau, mending mamah di rumah sendirian daripada harus hidup berdua sama dia di tempat asing"

"Mah.. Please" Melihat anaknya memohon untuk pertama kalinya membuatnya sedikit iba.

"Yaudah iya" Mamah Novalee beranjak dari sana untuk atas menemui Hael

tbc↓

OBSESSED WITH YOU [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang