Berlian Merah

17 13 0
                                    

"Bukan tiga?" tanyaku terkejut. Pasalnya, dari mata batin hanya ada tiga penjahat, bukan empat.

"Iya. Salah satu dari mereka memang tidak ikut melakukan pembunuhan. Karena dia adalah bos dari ketiga penjahat itu," jawabnya.

"Bagaimana nasipnya sekarang?"

"Dia hidup bahagia setelah menjual berlian merah peninggalan nenek moyang kami."

Ya, aku sempat melihat cahaya warna merah keluar dari kantong tas para penjahat itu. Aku pikir itu hanyalah cahaya senter mereka, ternyata bukan.

"Berlian merah? Sekarang berlian merah itu ada di mana?" tanyaku.

"Sudah penjahat itu jual ke orang asing. Tapi orang asing itu langsung meninggal saat hendak membawa berlian merah itu keluar dari pulau ini," jawabnya.

"Kenapa bisa begitu?" Zidan pun tak kalah penah saran.

"Berlian merah itu pembawa sial."

"Pembawa sial?" tanyaku dan Zidan serempak.

"Ya, berlian merah itu pembawa sial dan kami tak bisa membuang berlian merah itu. Kami harus mejaganya, karena itu sudah turun temurun. Tapi, para penjahat itu malah mengambilnya dari tempat penyimpanan khusus lalu membawanya pergi," jawabnya.

"Sekarang di mana berlian merah itu?"

"Setelah orang asing itu mati, berlian merah disimpan oleh penjahat itu lagi."

"Baiklah. Jika kamu katakan bahwa berlian merah itu pembawa sial, lalu kenapa penjahat itu bisa hidup bahagia?"

"Berlian merah itu memang pembawa sial. Tapi bisa membuatnya kaya, karena dia sudah mengorbankan sesuatu yang sangat berharga."

"Apa?"

"Seluruh keluarganya. Sekarang dia hidup sebatang kara sambil menikmati uangnya walaupun tak bekerja."

"Lalu kenapa kalian tak bisa seperti penjahat itu?"

"Karena kami bukan orang yang serakah. Ayahku dulu pernah ditawarkan oleh penghuni berlian merah itu berupa kekayaan, tetapi ayahku menolak. Ia lebih memilih bekerja daripada mendapatkan uang secara instan."

"Sekarang apa yang harus kita lakukan, Sea?" tanya Zidan kepadaku.

Jujur, untuk sekarang yang lebih penting adalah Gres. Ia sudah terkurung begitu lama di dalam sana, dan aku ingin membebaskannya. Apakah aku bisa? Batinku.

***

Sekarang aku berada di dalam kamar Gres. Di sana aku melihat ia terbaring sambil menghadap langit-langit kamar.

Genderuwo yang ikut bersamaku tadi sudah kembali ke tempat asalnya, dan ia berjanji akan berbuat baik dan tidak menganggu siapapun lagi. Apalagi sampai menerima tawaran orang untuk menjadikannya budak.

"Aku ingin melihat wajah Ayah dan Ibu. Aku pengen ketemu Ayah dan Ibu! Kenapa mereka mengambil mataku? Kenapa?" ucapnya masih terbaring.

"Apakah kau ingin bertemu ayah dan ibumu?" tanyaku yang berada tak jauh darinya.

"Siapa itu?" Sontak ia bangun lalu sedikit menjauh.

Suara gemericik rantai di kaki dan tangannya terdengar saat ia bergerak.

"Jangan takut. Aku akan membantumu," ucapku tulus.

"Membantu? Siapa kau sampai mau membantuku?"

"Aku datang membantumu, Gres. Apakah kau tau, sudah berapa lama kau berada di dalam kamar ini?"

"Dari mana kau tau namaku?"

"Dari seseorang yang biasa menemanimu setiap saat."

"Jangan banyak bicara. Apakah kau bisa membawaku keluar dari sini?" tanyanya sedikit marah.

Sea Cassaundra INDIGO [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang