Waktu Itu

23 15 0
                                    

»»————> ❀۝❀ <————««

"Tolong ....!"

Samar-samar aku mendengar suara seseorang dari arah belakang. Ketika berbalik, aku hanya melihat seekor kucing hitam duduk sambil menjilati tangannya.

"Apakah aku harus memikirkan nama untukmu?" tanyaku sambil menatap kucing itu yang masih menjilati tangannya.

***

Tring!

Pesan dari Mia membuatku terganggu saat sedang mengetik sesuatu di laptop.

Kuambil ponsel yang ada di atas nakas. Lalu membalas pesan Mia.

["Sea, lu, ada di rumah?"]

["Ya."]

["Gue sama Arjun mau berkunjung, nih?"]

["Terserah?]

["Tapi gak tau alamat rumah, lu. Pan elu dah pindah dari rumah sebelumnya."]

Aku langsung mengirimkan alamatnya untuk Mia.

["I am coming."]

Setelah setengah jam, akhirnya Mia dan Arjun datang.

"Rumah lu jauh amat, Sea?" protes Mia dengan nada kesal.

"Iya, nih, Sea. Setengah jam kami dalam perjalana. Terus, lu, berangkat kuliah gimana? Pan rumah, lu, jauh dari kampus," Arjun pun tak kalah protes.

"Supir taksi itu sengaja membawa kalian keliling, biar kalian memberinya ongkos lebih."

Mia dan Arjun memandangku tak percaya. Detik berikutnya Mia melihat ke arah Arjun.

"Wah, kita kena tipu, Jun!"

"Kayaknya tuh supir taksi minta dihajar."

"Eleh! Gaya doang mau ngehajar orang. Nyatanya ketemu preman di pinggir jalan aja udah teriak kayak orang kesurupan, lu."

Akhirnya mereka berdua tertawa, sedangkan aku hanya menggelengkan kepala lalu meninggalkan dua manusia yang aneh di sana.

Aku kembali setelah beberapa menit dari dapur. Beberapa minuman dan cemilan kuhidangkan untuk mereka berdua.

"Sea, aku punya sesuatu untuk kamu," ucap Mia setelah meneguk jus jeruknya.

Mia seperti mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Lalu benda itu ia serahkan kepadaku.

"Apa isinya?" tanyaku saat melihat kotak berukuran sedang yang ada di tanganku.

"Buka aja," jawab Mia sembari tersenyum.

"Isinya bukan bom kan?"

Sontak Mia dan Arjun tertawa saat mendengar ucapanku.

"Gue kira Sea cuman kaku doang. Ternyata bisa ngelawak juga," Arjun tertawa terbahak-bahak hingga perutnya sakit.

"Lu, tenang aja, Sea. Mana mungkin gue ngasih hadiah berupa bom sama temen gue sendiri."

"Mungkin saja. Karena teman juga bisa berubah menjadi musuh."

Mia terdiam, lalu melanjutkan mengunyah cemilannya. Sedangkan Arjun pergi ke toilet.
Aku membuka hadiah pemberian Mia. Mataku berbinar saat melihat kebaya berwarna merah maron lengkap dengan kemeja dan brosnya.
Tanpa sadar aku tersenyum.

"Terima kasih banyak, Mi," ucapku tanpa melihat Mia.

Sedangkan Mia, hampir saja keselek kue kering yang ia makan.

"Sea. Lihat gue!" Pintanya.

"Iya." Aku melihat kearahnya masih sambil tersenyum lebar.

"Gila! Lu, cantik banget pas senyum. Kenapa gue baru sadar?"

Aku langsung mengubah ekspresi wajah dan kembali datar. Beberapa saat hanya ada tatapan kagum dari wajah Mia. Sedangkan Arjun telah kembali.

"Kenapa, lu? Kesambet?" tanya Arjun saat melihat Mia dengan mulut terbuka menatapku.

Aku hanya pura-pura tak melihat, sambil mengambil beberapa cemilan dari atas meja.

"Oh, iya, Sea. Gue boleh nanya sesuatu gak?" tanya Mia.

"Boleh," jawabku. Lalu kembali mengetik sesuatu di laptop.

"Kita 'kan udah temanan dari pertama masuk kuliah. Selama ini, baru tadi gue bisa liat lu senyum. Kalau boleh tau, kenapa lu jarang banget senyum. Apalagi muka lu datar-datar doang. Kayak, kagak ada semangat hidup gitu."

Jari-jariku berhenti mengetik, lalu menutup laptop dan melihat ke arah Mia dan Arjun.

"Dulunya aku sama seperti anak-anak pada umumnya. Bermain, tertawa, lalu berbagi cerita. Ketika ada hal lucu, aku pasti akan tertawa.
Tapi, semenjak kejadian itu, aku mulai tak bisa tertawa, bahkan menangis pun aku lupa caranya."

"Kejadian apa, Sea?" tanya Arjun.

Aku menatap ke depan dengan tatapan kosong, mencoba mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.

"Waktu itu ...."

Bersambung ....
╌╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌╌╸

Sea Cassaundra INDIGO [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang