Kuntilanak Merah

19 14 0
                                    

Krek!

Lagi, suara pijakan itu terdengar lagi.

Dug!
Dug!
Dug!

Sekarang terdengar seseorang sedang berlari ke arahku. Aku menghentikan langkah lalu berbalik, begitu juga dengan kuntilanak kuning.

"Apakah kau mendengarnya?" tanyanya.

"Pendengaranku masih bagus. Mana mungkin aku tak mendengarnya," jawabku.

Lalu dari kejauhan terlihat seperti sebuah cahaya putih semakin mendekat.

Kuntilanak kuning itu langsung bereaksi. Ia memperlihatkan wajahnya yang penuh dengan luka-luka dan gigi kehitaman. Bahkan, ulat-ulat sebesar kelingking terlihat dengan jelas di wajahnya. Matanya yang kuing bersinar terang.

"Apakah kau takut?" tanyanya seperti berbisik.

"Apakah aku terlihat takut?" aku menatapnya dengan santai.

Suara kaki itu semakin mendekat dan aku mulai memfokuskan diri. Cahaya itu terlihat semakin dekat dan semakin dekat.

"Sea ...!"

Seseorang memanggil namaku? Aku seperti mengenali suaranya.

"Apakah dia sudah datang? Cepat sekali?" pikirku.

"Sea ...!"

Lagi. Suaranya terdengar lagi dan aku yakin dia sudah datang.

"Tak usah seperti itu. Dia itu temanku," ucapku kepada Kuntilanak kuning itu.

"Di sini," sahutku yang tak jauh darinya.

"Sea .... Tunggu!" Ia terdengar berlari menghampiriku.

Zidan menarik udara di sekitarnya dengan rakus. Tetapi habis itu, ia ingin muntah saat mencium aroma anyir dan busuk.

"Huwekkkk! Bau apa ini?" ujarnya dengan keras.

"Jangan keras-keras, nanti macan di sini bangun," balasku seraya memperingatinya.

"Huwaaaa!" Kejut Zidan saat melihat kuntilanak kuning di sampingku.

"Hay," sapa kuntilanak kuning.

"Pantesan bau busuk, ternyata ini toh penyebabnya."

"Apakah kau menyebut aku?"

"Eh, e-enggak, kok. Btw, baru liat gue ada kuntilanak kuning. Biasanya pan cuman yang putih."

"Iya. Dia ini pemimpin kuntilanak yang ada di sini. Apakah kau sudah lihat keadaan teman aku di rumah itu?" tanyaku kepada Zidan.

"Tenang. Di sana sudah ada Riky. Dia juga anak pesantren. Jadi gak usah khawatir," jawabnya santai.

"Baiklah. Sekarang kita cari sukma Arjun." Kami pun langsung bergerak mencari keberadaan sukma Arjun.

Namanya adalah Zidan. Bisa dibilang ia juga memiliki kemampuan khusus yang diturunkan oleh leluhurnya.

Zidan berasal dari pesantren, anak seorang kyai. Maka dari itu, ia juga paham tentang hal gaib seperti ini, karena ilmu yang dia dapat juga tak sembarangan ilmu.

Dulu, aku tak sengaja bertemu dengannya yang pada saat itu sedang mengalami kesulitan.

***

Kami terus berjalan, hingga akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Sungai.

"Sungainya dangkal," ucap Zidan seraya ingin melangkah.

"Tunggu!" henti kuntilanak kuning, "Saya cuman bisa antar kalian sampai sini."

"Kenapa?" tanyaku.

"Ini bukan daerah saya," jawabnya.

"Tapi yang tau tempat persembunyian genderuwo itu kan cuman, lu," tunjuk Zidan.

"Iya. Saya tau. Tapi di sana ada musuh saya."

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih sudah mau menghantarkan kami sampai sini," ucapku.

Kuntilanak kuning itu tersenyum memperlihatkan giginya yang berwarna hitam lalu menghilang.

"Kenapa dilepas, sih, Sea?" tanya Zidan.

"Ini bukan daerah kekuasaannya," jawabku santai.

"Tapi kan yang tau tempat persembunyian genderuwo itu cuman kuntilanak kuning."

"Kuntilanak bukan cuman dia aja, Zi. Di daerah sini pasti juga ada kuntilanak yang lain yang juga tau di mana genderuwo itu menyembunyikan Sukma Arjun."

Aku melangkah meninggalkan Zidan. Airnya memang dangkal, hanya selutut. Tetapi ada yang aneh?

"Airnya bau banget, Sea," ucap Zidan yang ada di belakangku.

Byur!

Zidan tercebur hingga seluruh tubuhnya basah. Ia bangkit sendiri tanpa kubantu. Karena memang kami tak boleh bersentuhan. Bukan muhrim.

"Kenapa?" tanyaku sambil meliriknya.

"Kagak liat lu gue jatuh? Malah nanya," jawab Zidan kesal. Lalu ia bangkit sambil mengambil sesuatu dari dalam air.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Kayaknya gara-gara ini deh gue kesandung!"
Tengkorak. Zidan mengambil sebuah tengkorak mamusia. Sontak ia melempar kembali tengkorak itu ke dalam air. Bergegas aku dan Zidan naik ke atas.

"Kayaknya mereka terlalu banyak makan. Tapi enggak kenyang-kenyang," ucapku sambil melihat ke dalam sungai.

Sepertinya di dalam sungai bukan cuman ada satu tengkorak, tetapi ada banyak. Karena aku juga sempat beberapa kali menendang sesuatu di dalam sungai, tapi aku tak memperdulikannya.

"Apakah mereka ditumbalkan?" tanya Zidan setelah kami melanjutkan perjalanan.

"Iya. Orang yang mengorbankan mereka adalah keluarga mereka sendiri. Keluarga mereka rela mengorbankan nyawa saudara, orang tua, hingga anak-anak mereka hanya demi harta," jawabku setelah melihat tengkorak yang Zidan temukan tadi.

Bayangan-bayangan masa lalu tengkorak itu tiba-tiba muncul tanpa ku minta.

15 menit kami sudah melewati pepohonan yang awalnya menjulang tinggi nan lebat. Akan tetapi, sekarang pohon-pohon yang ada di hadapanku tak memiliki daun, padahal pohon-pohon ini masih terlihat hidup.

"Apakah ini hutan mati?" tanya Zidan setelah melihat pohon-pohon yang ada di hadapannya.

"Bisa jadi. Tapi di sini lah mahluk itu menyembunyikan sukma Arjun," jawabku dengan mata fokus melihat ke depan.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan.

"Tolong ...!" lirih suara itu.

Ya, itu adalah suara Arjun. Aku mengenalinya.

"Siapapun tolong!"

Sekarang aku harus fokus. Aku memejamkan mata, mencoba melihat di mana keberadaan Arjun?

"Di sana!" tunjukku ke arah pohon yang hanya memiliki satu daun besar di ujung pohonnya.

Kami langsung bergegas menuju pohon itu. Ketika langkah kaki ingin mendekat, tiba-tiba cahaya warna merah muncul dari segala arah.

"Apa mereka datang?"

"Apakah kau takut?"

"Hahaha! Untuk apa gue takut? Ini sudah menjadi hal biasa buat gue."

"Tapi kali ini berbeda. Mereka ada begitu banyak. Apakah kau sanggup melawannya?" tanyaku, dan mata terus melihat cahaya merah yang terus mendekat ke arah kami.

"Kita lihat aja nanti. Jika Allah memang berkehendak kita yang menang, maka kita patut mensyukurinya. Lihatlah, harimau emasku, air liurnya aja sampai menetes kayak gitu."

Aku melirik ke arah harimau emas milik Zidan. Benar saja, harimau itu sepertinya kelaparan ingin memangsa kuntilanak merah itu.

Ya, sekarang wujudnya sudah terlihat dengan jelas, bahwa cahaya merah itu adalah kuntilanak merah.

"KAMI BENCI WARNA KUNING!"

Bersambung ....

Sea Cassaundra INDIGO [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang