Bibol

18 14 0
                                    

»»————> ❀۝❀ <————««

Mia dan Arjun terlihat menangis, sedangkan aku? Entahlah, aku sendiri merasa bingung harus menangis atau tertawa saat melihat kehidupan yang terasa seperti lelucon.

"Maaf, ya, Sea. Gue jadi membuat, lu, ingat kejadian di masa lalu," ujarnya sambil menunduk.

"Enggak papa. Lagian bukan salah kamu juga," balasku.

"Btw, lu, benar-benar bisa liat hantu, Sea?" tanya Arjun mengalih pembicaraan kami.

"Iya," jawabku singkat.

"Eh, bego! Elu, lupa, ya, kalau lu pernah dijahilin sama setan di dalam gudang?" Mia menyela percakapan Arjun.

"Eh, iya, bener. Kalau soal itu ... gue boleh tau gak?"

"Apa?"

"Itu, setan yang dari dalam gudang itu masih ngikutin gue gak? Soalnya, kadang gue suka merinding kalau lagi sendiri."

Aku masih ingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Pada saat itu, Arjun terlihat memasuki sebuah gudang di sekolah, aku yang merasa penah saran akhirnya mengikuti langkahnya.

Ternyata benar rasa curigaku, ia sedang dijahili Jack. Arjun yang bodoh malah mau mengikuti permintaan Jack.

Ketika Arjun sedang membersihkan gudang, tiba-tiba dari balik kardus aku melihat seorang anak kecil tiba-tiba mendorong kardus hingga membuat Arjun menjerit.

Arjun menjerit karena terkejut, hingga beberapa detik kemudian anak kecil itu lagi-lagi menjahili Arjun. Ia berlari mengelilingi Arjun hingga menimbulkan suara.

Arjun yang merasa takut akhirnya berlari ingin meninggalkan gudang di sana. Akan tetapi, tiba-tiba pundaknya terasa berat.

"Kamu ngapain mau ngerjain tugas Jack lagi?" tanyaku datar.

"A-anu, itu ... aku kasihan," jawabnya dengan peluh bercucuran.

"Pundak kamu berat, ya?"

"Iya. Kok, lu, tau?"

"Ada anak kecil laki-laki naik ke pundak kamu?"

"Hah, anak kecil?"

"Iya. Dia bilang suka sama kamu. Katanya mau ikut sama kamu."

Sontak Arjun ingin menolak, tetapi mau bagaimana lagi, anak kecil itu tak mau pergi walaupun aku sudah membujuknya.

"Aku mau jaga Kaka. Soalnya banyak mahluk jahat mau masuk ke tubuh kaka Ajun," ucapnya di kala itu yang terlihat polos.

***

"Gimana Sea? Apa anak kecil itu masih ada di dekat gue?" tanya Arjun.

"Iya. Sekarang lagi duduk di dekat kamu," jawabku lalu tersenyum ke arahnya.

"Ihhh, gue jadi merinding, deh." Spontan Mia menjauhkan diri dari Arjun.

"Kalau boleh tau, nama anak kecil itu siapa, Sea?" tanya Arjun yang semakin penah saran.

Entah, biasanya Arjun akan menolak jika aku memberitahukan tentang anak laki-laki yang selalu menempel kepadanya itu.

"Katanya dia enggak ingat."

"Kok bisa gak ingat? Bukankah asalnya dia juga manusia, kenapa malah enggak ingat?"

"Enggak semua dari mereka bisa mengingat siapa nama mereka, atau bahkan kenapa mereka sampai bisa meninggal, Arjun."

"Ohh, begitu. Kalau ciri-cirinya gimana?"

"Anak kecil, sekiranya berusia 10 tahun. Rambutnya berwarna hitam, hidungnya mancung, muka bulat, tapi sayang badanya penuh dengan tusukan."
Sontak Arjun terdiam.

"Oh, iya Sea. Kalau gue ada sesuatu gak di dalam tubuh gue?" tanya Mia dengan cepat.

"Ada," jawabku singkat.

"Apa?"

"Ular putih. Dia udah jaga kamu dari kamu kecil. Makanya yang kesurupan waktu itu Ibu kamu, bukan kamu. Padahal kamu lah yang sudah ditargetkan oleh tersangka. Karena Ibu kamu kosong, jadi Ibu kamu bisa dengan mudah terkena Ilmu hitam."

"Ohh, begitu. Iya, sih. Setelah kamu ngasih saran buat Ibu kami agar jangan meninggalkan sholat dan baca surah Al Baqarah setiap harinya, akhirnya hal-hal buruk itu enggak datang lagi."

"Itu lah. Enggak ada kekuatan yang lebih besar di dunia ini daripada kekuatan Allah."

Aku mengakhiri percakapan kami. Karena tiba-tiba anak kecil yang baru saja Arjun berinama Bibol itu berbisik kepadaku.

"Apakah kau menamainya, Bibol?" tanyaku.

"Eh, itu 'kan cuman ada di dalam pikiran gue doang, Sea? Kok dia bisa tau?"

"Iya. Karena mahluk seperti mereka bisa membaca pikiran kalau memang mereka mau dan ini Bibol sendiri yang ngasih tau. Katanya dia suka namanya. Dia bilang terima kasih."

"Heheh, iya, sama-sama." Arjun terlihat malu-malu.

"Btw, gue udah lama kagak liat, lu, main tok tok, Jun?" tanya Mia.

"Gak ada kuota, Mi. Ditambah lagi, di sini susah sinyal."

"Ohh, begitu. Pantesan, lu, jarang aktif di WhatsApp."

----------

Pukul 19.00

"Kalian berdua yakin mau tidur di sini?" tanyaku kepada Mia dan Arjun.

Mereka bilang terlalu malas pulang, dan mereka ingin menghabiskan waktu denganku sebelum wisuda di mulai.

"Iya, Sea. Lagian mau gimana lagi, pan udah malam?"

"Btw kami boleh tidur di kamar yang mana, Sea? Kalau boleh, gue mau coba tidur di lantai dua," ujar Arjun  yang hendak menaiki anak tangga.

"Tapi kata Bibol jangan tidur di atas,"

"Kenapa?"

"Dia gak suka di atas,"

"Pan dia yang gak suka. Kalau gue mah suka-suka aja. Apalagi kan gue enggak pernah tidur di lantai dua. Lu sendiri tau kalau rumah gue kayak apa?"

Arjun melenggang pergi dan naik di lantai dua. Baru beberapa detik di atas, Arjun kembali turun.
Sedangkan kami di bawah bisa mendengar suara pintu yang kebuka dan ketutup dengan sendirinya dengan keras.

"Kenapa turun?" tanya Mia.

"Enggah, ah. Enggak mau gue. Gue tidur bareng, lu, berdua aja malam ini," jawab Arjun ketakutan.

"Kayaknya rumah, lu, ini kagak kalah seremnya dari rumah, lu, yang dulu, Sea!"

"Iya. Tetapi di sini berbeda? Di sini terlalu banyak kesedihan, bahkan setiap tengah malam akan ada suara tangisan. Tapi aku tak pernah menemukannya. Makanya, untuk malam ini Bibol akan membantuku mencari sosok itu."

Bersambung ....
╌╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌╌╸

Sea Cassaundra INDIGO [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang