Chapter 1 'The phone call'

1K 101 2
                                    

"Nothing ever happen like you imagine it will"
-John Green

----- S e c r e t -----

"Demi malaikat! astaga kau hampir membuatku jantungan" Clary memegang dadanya yang baru saja akan meloncat keluar dari tempatnya. Tangan satunya memukul bahu Calum yang baru saja menakutinya dengan memakai topeng monster di hadapannya. Calum tak dapat menahan tawa melihat ekspresi wajah sahabatnya. "Berhentilah tertawa! itu sama sekali tidak lucu" Clary memukul bahu Calum berkali-kali sampai Calum pun menyerah dan berhenti tertawa.

"Baik-baik aku berhenti. Berhentilah memukul bahuku" Clary pun berhenti duduk di sofa ruang tamu, di depan pintu utama. Calum melirik ke lantai dan mengambil belati yang dijatuhkannya tadi. "Kalau aku tidak membuka topeng itu, aku yakin belati ini sudah menembus tubuhku dan kau akan menangis menyesali perbuatanmu" Clary tertawa lalu bangkit menuju arah dimana Calum berdiri dan melihat ke arah belati di tangan sahabatnya itu. "Benar" katanya "Tapi tidak di bagian dimana aku akan menangisimu" Clary pun kembali duduk di tempatnya semula.

"Terserah" hanya itulah reaksi Calum, lalu ia duduk tepat di samping Clary dan menyerahkan belatinya kembali. "Jadi bagaimana? kau dengan Luke? kembali seperti semula?" Clary pun menerima belati itu dan meletakkannya kembali di bootsnya. "Ya, sepertinya begitu" Calum mengangguk.

"Lalu dimana dia sekarang?" tanyanya lagi. "Liz menelfonnya dan menyuruhnya membantunya mengurus segala keperluan tentang pernikahan" Calum mengangguk "Tapi bukankah kau juga harus membantunya? kau kan mempelainya, tidak mungkin kau tidak ikut camput" Clary mengangguk, memang dia memang disuruh untuk pergi bersama Luke untuk mengurusnya tapi Luke menolaknya dengan alasan dia harus berisrahat. "Memang. Tapi Luke menyuruhku untuk tetap dirumah, ia bilang aku harus beristirahat" Calum menghadap ke arah Clary dengan mengerutkan alis "Bukankah kau sudah beristirahat sangat lama? mengapa kau perlu beristirahat" Clary mengidikkan bahunya "Itulah yang ku bilang padanya tapi tetap saja ia melarangku pergi, ya walaupun bersamanya" Calum tertawa ia mengambil satu bungkus keripik jagung yang berada di meja tamu Clary. Clary tak marah melihatnya mengambil tanpa ijin, karena menurutnya itu sudah menjadi sikap Calum sejak ia bertemu dengannya. "Calon suami yang overprotektif" Clary hanya memutar bola matanya.

Sejak tadi pikiran Clary dihantui oleh orang yang menelfonnya tadi, ia pun berfikir apakah ia harus memberitahu Calum tentang ini? karena ia sangat ketakutan sekarang, apalagi setelah kejadian Benjamin, Connor dan Abi, ia masih terlalu sensitif untuk hal-hal seperti ini.

"Hey Cal-" Clary baru saja ingin berbicara dengannya, tetapi handphone milik Calum berbunyi menandakan ada seseorang yang menelfonnya. "Maaf Clary aku harus menjawab telfon ini" Clary mengangguk, ia mengerti. Calum pun meminta ijin untuk ke belakang. Tinggallah ia sendiri di ruang itu. Ia pun memandangi kalungnya yang berbentuk rune angelicpower dilehernya. Kalung itu sudah lama sekali bersamanya. Sejak ia pertama kali memasuki pintu institut, dimana ia bertemu Calum, Cody dan teman-temannya yang lain. Saat mereka bersama dilatih oleh para pemburu bayangan profesional yang sudah disiapkan institut, saat mereka bersama-sama belajar untuk menjadi seorang pemburu bayangan sejati yang tak pernah terfikir olehnya sudah sampai sejauh ini. Ia merindukan dimana masa-masa tidak adanya kejatahan yang mengancamnya, tapi yang paling ia rindukan adalah keluarganya, keluarga aslinya. Ia teringat saat masa-masa indah di hidupnya, ia berharap ia bisa kembali ke sana. Tapi semua itu adalah kenangan, dan kenangan tak akan bisa terulang.

Calum pun kembali ke ruang tamu dimana Clary duduk. Ia melihat Clary dan tersenyum, lalu ia duduk di tempatnya semula. "Siapa yang menelefon? lama sekali" Calum menghela nafas lalu menaruh handphonenya kembali di sakunya. "Calon suamimu itu, menyusahkan ku" Clary tertawa "Apa yang dia inginkan?" Calum menjawab "Ia ingin aku mengantarkanmu ke rumah keluarganya, ia bilang Liz membutuhkanmu disana" Clary menggeleng dan terkekeh pelan, ia tau ini akan terjadi. "Dasar keras kepala, sudah ku bilang aku lebih baik ikut" Clary pun bangun dan meminta Calum untuk menunggunya mengganti baju, dengan senang hati Calum menunggu.

Tak lama pun Clary turun dengan sweater dan skinny jeansnya. Ia tak lupa memasukan stela dan belatinya di sepatu bootsnya. Walaupun tidak ada bahaya yang mengancam, pemburu bayangan wajib membawa alat itu, sebagai pelindung diri. Ia menyuruh Calum untuk memanasi mobilnya sedangkan dirinya mengunci pintu rumah.

Didalam perjalan Calum menyalakan lagu-lagu yang bukan selera Clary, tapi Calum malah suka melihat sahabatnya bertingkah menjadi cacing kepanasan. "Bisakah kau mengubah musiknya? tidak enak sekali didengar" Lagu-lagu yang di mainkan Calum adalah jenis musik punk rock sedangkan Clary classic, itu sangat bertolak belakang.

"Sudahlah, nikmati saja musik ini" katanya sambil berteriak-teriak memgikuti lirik lagu. Clary melihatnya aneh, ia pun segera mengambil handphonenya di saku celana dan memasang earphonenya di telinga. Calum yang melihat tertawa.

Lalu Calum teringat sesuatu, tadi Clary ingin berbicara padanya tapi Luke menelefon. Ia pun segera mengecilkan suara musik itu dan mencabut earphone Clary. "Hey, apa yang kau-" Calum memotong ucapan Clary "Saat dirumahmu. Tadi kau ingin berbicara padaku, tapi Luke menelefon. Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan padaku? hm?" Clary ragu-ragu. Ia ingin memberitahunya tapi ia takut. Bila orang yang ada di telefonnya itu benar-benar akan membunuhnya. Ia tak mau nyawa teman-temannya terancam lagi. Akhirnya ia pun merahasiakannya sendiri.

"Aku? ingin berbicara denganmu? masa sih?" Clary pura-pura tidak tau. "Iya kau baru bilang 'hey Calum' lalu Luke menelfonku. Kau tidak ingat?" Clary menggeleng. "Yasudah lupakan saja. Tidak penting" Tapi ini sangat penting, pikir Clary. Ia sengaja melakukan ini, karena ia berpikir teman-temannya sudah cukup menghadapi ini semua, apalagi saat-saat ia ingin di bunuh Benjamin. Ia tau nyawa-nyawa temannya juga terancam, dan ia tak akan membuat kesalahan yang sama kali ini. Walaupun harus berbohong.

----- S e c r e t -----

Luke sedari tadi bolak-balik di teras luar rumahnya menunggu Clary. Ibunya memarahinya karena tidak membawa Clary, kesannya seperti tidak menghargai kehadiran Clary. Jadi Luke harus menunggu sampai Clary datang.

Tak lama mobil hitam milik Calum terpakir di depan rumah keluarga Luke. Luke yang melihatnya langsung berjalan ke arah mereka. Clary dan Calum segera keluar dari mobil dan menghadap Luke dengan tangan di depan dada mereka. Sesungguhnya kesan seperti ini sangat lucu. "Hanya mondar-mandir di halaman rumah? itu saja yang dapat kau lalukan? sangat membantu sekali" ejek Clary, Luke segera memasang muka jengkel.

"Biar ku tebak? Liz?" Luke pelan-pelan mengangguk. "Haha sudah ku tebak" tawa Calum pecah mungkin sangat kencang sampai wajah Liz muncul di daun pintu. Ia memasang muka masam menghadap Luke, tapi saat ia melihat Clary wajahnya langsung berubah drastis. Ia langsung berjalan ke arah Clary yang disambut dengan senyuman dengan Clary sendiri. "Hai Clary maafkan Luke, otaknya memang sedikit bermasalah hari ini" Calum tertawa mendengar itu, sebenarnya perutnya sudah sakit, karena sejak tadi tertawanya tak berhenti. "Aku maafkan anakmu Mrs. Hemmings-"

"Jangan panggil aku Mrs. Hemmings, panggil aku mom. Aku kan akan menjadi ibu keduamu tak lama lagi" Clary mengangguk lalu ia ditarik Liz masuk kedalam rumah, ia menghadap ke arah Calum dan Luke. Tolong aku, mulutnya bergerak tapi tak menghasilkan suara. Calum hanya tertawa, dan Luke hanya melambaikan tangannya. Menahan tawa.

----- S e c r e t -----

Clary memasuki ruangan, dan ruangan itu ramai seketika. Orang-orang mulai mengerubungi Clary menanyakan keadaannya. Orang-orang hanya mengetahui bahwa ia sakit dalam waktu yang lama. Clary hanya menyapanya satu-satu dengan ramah dan berkata bahwa ia sudah baik-baik saja. Ditengah kerumunan tiba-tiba ada sepasang tangan yang menariknya ke belakang, tangan ibunya.

"Clary" Ibunya mulai meraba wajah anaknya. "Ibu aku baik-baik saja" Ibunya menggeleng "Oh tidak. Kau tidak baik-baik saja, kau kira aku tidak tau apa-apa? tentang Benjamin-sialan itu yang mencoba membunuhmu?" wajah Clary memucat seketika "Bagimana kau tau?" tanya Clary "Teman-temanmu tentu saja, mereka memberitahu ku dan ayahmu" katanya
"Dengar Clary aku tau, aku dan Josh bukan orang tua aslimu dan tidak akan pernah menjadi orang tua aslimu. Tapi setidaknya beritahu kami, walaupun kami bukan dari bangsa kalian, kami berhak tahu" Clary mengangguk, ia menggengam tangan ibunya. "Maafkan aku ibu, aku tau aku sudah membuatmu khawatir dan aku minta maaf. Tak akan ku ulangi lagi" Ibu menghela nafas, lalu mengangguk "Kau berjanji?" Clary ragu-ragu. Bila ia berjanji berarti ia harus memberitahu ibunya segala permasalahannya. Ia harus memberitahu bahwa ada yang menelfonnya tadi. Tapi bila ia tidak berjanji ibunya akan mencurigainya. "Aku berjanji" Ia menggigit bibirnya. Ia tau ia telah membuat kesalahan, dan ia harus menanggungnya.

The Secret || Luke Hemmings (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang