Prologue

2.3K 131 4
                                    

"Oh darling, its so sad.
because they dont know
what will happen
behind their back"

----- S e c r e t -----

Kereta berhenti tepat di depan institut Lightwood. Gadis itu turun dan berhenti untuk melihat struktur bangunan ini sesaat. Lalu kakinya melangkah ke dalam. Sepatu bootsnya menghantam lantai dan menghasilkan bunyi, seperti orang-orang diperkantoran.

Begitu ia melangkah lebih dalam, sepatunya mengenai sesuatu yang licin. Ia merunduk dan mengambil witchlightnya untuk melihat apa yang baru saja ia injak. Sesuatu yang berbau amis. Darah, pikirnya. Ia menegakkan tubuhnya kembali dan mengangkat witchlightnya tinggi-tinggi.

Ia kembali melangkah ke dalam ruang utama institut, ia masih mengingat letak-letak bangunan ini sejak ia masih kecil. Bau amis bertambah kencang saat ia memasuki ruang utama.

Institut itu gelap, dingin dan lembab. Tetapi ia masih melangkahkan kakinya sampai kakinya mengenai sesuatu yang berat. Ia pun mengarahkan witchlightnya ke bawah. Matanya terbelalak begitu melihat sesuatu yang dibawahnya. Lututnya lemas, ia pun menjatuhkan dirinya.

"Ayah!!!" Ia berteriak memanggil-manggil ayahnya, bagaikan sang ayah akan bangun dan menenanginya, seperti biasa. Tetapi tidak.

Air matanya mulai berjatuhan. Make-up yang di pakainya luntur dan menimbulkan bekas hitam di bawah matanya. Ia memanggil-manggil sang kusir agar segera kesana. Kusir itu pun berlari memasuki institut. Ia terkejut melihat pemandangan itu tapi ia tetap diam, menjaga sikap di depan majikannya. Ia segera bergegas menuju sang majikan di ujung ruangan.

"Siapa yang tega melakukan ini pada ayahku?" bisiknya. Sang kusir ingin menghiburnya tapi, itu hal yang sangat tidak pantas. "Kita akan mencari tau Ma'am. Dan siapapun orang yang melakukan hal itu, harus di hukum seberat-beratnya"

"Tidak. Menghukumnya? itu terlalu mudah dan sangat tidak membalaskan dendam ayahku. Panggil Raphael, bilang padanya kita akan membutuhkannya" Sang kusir mengerutkan dahi bingung. "Raphael itu seorang pemimpin konklaf vampir Ma'am, apa yang kau butuhkan darinya?"

Ia menyungging senyum miring. "Oh, aku akan sangat membutuhkannya. Ayahku mati, begitu juga dirinya" Ia mulai mengambil witchlightnya yang terjatuh tadi. Dan memutar-mutarnya. "Hubungi Thomas dan bilang padanya untuk menemuiku di ruang kerjaku" Ia bangkit membersihkan baju dari darah. Dan menghadap kembali kepada sang kusir. "Oh dan angkat mayat Ayah dan Adikku, tinggalkan saja kedua mayat yang lain" Sang kusir mengangguk dan mulai berjalan ke arah darah-darah yang berceceran disana.

Baru saja ia ingin berjalan keluar institut. Sang kusir memanggilnya, dengan ketidak percayaan. "Ma'am selain mayat ayahmu dan adikmu, ada juga mayat Will Herondale disini dan seorang gadis dengan rune abdi di belakang lehernya. Anda yakin tidak akan membawanya?"

----- S e c r e t ------

Jari-jarinya yang bersarung tangan mengetuk di atas meja kayu yang terletak di ruang kerjanya. Tangan yang satunya sedang memegang sebuah gelas wine yang sudah setengah ia minum. Matanya yang tajam menatap ke arah ke-empat peti yang diisi mayat-mayat yang baru saja ia temukan tadi.

Ada sebuah ketukan yang mengkagetkannya. Lalu wajah sang kusir masuk ke dalam ruangnya. "Ma'am Thomas sudah datang" Gadis itu mengangguk "Suruh ia masuk" Sang kusir mengangguk lalu menyuruh orang itu masuk. Mata hijau gadis itu mendarat pada pria di depannya. Pria itu tampan, ia menggunakan jas yang kelihatannya mahal dan jam rolex di tangan kirinya. Rambutnya berwarna jahe, matanya coklat membalas tatapan gadis itu.

"Aku menerima pesanmu, Jane" Pria itu berjalan mendekati perapian yang terletak didekat dengan kaca jendela yang besar. "Apa yang sebenarnya kau butuhkan dariku?" Gadis itu tersenyum, dan meletakkan gelas itu di mejanya. "Kau lihat peti itu" Ia menunjuk peti-peti yang berbaris di sana. "Ya"

"Ku sarankan kau untuk membukannya satu per satu" Thomas melihatnya seperti ia adalah orang gila. "Kau gila? aku tidak-" Thomas mencoba mengelak "Buka!" perintah gadis itu, kali ini lebih tegas. Thomas pasrah dan berjalan mendekati peti-peti itu. Seperti perkataan gadis itu, ia membukanya satu per satu. Setelah selesai mata terbelalak tak percaya menghadap gadis itu.

"Kau mengerti kenapa aku membutuhkan mu?" gadis itu berdiri dan tersenyum miring ke arahnya. "Bagaimana bisa? Ayahmu? Kakakmu? Seorang wanita fana? dan Will Herondale? Bukankah itu gila?" Gadis itu hanya tertawa dan mendekat kepadanya masih dengan senyuman miringnya. "Bukankah dunia sudah menjadi gila?"

"Tidak. Aku hanya tidak mengerti. Siapa yang melakukan ini?" Gadis itu hanya duduk di sofa depan perapian dengan kaki yang diangkat ke meja. "Jangan tanya aku. Itulah mengapa aku perlu bantuanmu"

Thomas masih terdiam di tempat, matanya masih melihat ke arah mayat-mayat itu. "Baik. Aku akan mencari tau siapa dalang dibalik ini semua" Gadis itu tersenyum puas. "Aku tau, aku dapat mengandalkanmu"

Thomas itu pun keluar ruangan, dan tinggallah gadis itu sendiri dalam ruangan yang hangat dan luas ini. Ia memutar-mutar sebuah cincin. Itu adalah cincin keluarga Lightwood.

Dengan kasar ia melempat cincin itu ke dalam api di depannya. Cincin itu memerah saat menyentuh api. Rahang gadis itu mengeras, ia sedang membayangkan betapa sakit menjadi dirinya.

Kemarin ia baru saja selesai menyelesaikan sekolahnya di London dan akan merayakan hal itu dengan keluarganya di institut. Tapi semua tidak seperti dugaannya.

"Oh, Ayah dan Kakakku. Siapapun orang dibalik ini semua. Aku akan menemukannya, dan kupastikan ia mati tepat di depan mataku"

----- S e c r e t -----

Cahaya matahari sudah memasuki ruangan. Gadis itu masih tertidur dengan gelas wine yang sudah habis. Ia tertidur tepat di atas meja kerjanya. Thomas baru saja memasuki ruangnya, ia melihat gadis itu lalu menepuk mejanya dengan keras yang membuat gadis itu terbangun.

Matanya terlihat sangat lelah, ia melihat ke arah Thomas di depannya. "Kau tau itu bukan cara yang baik untuk membangunkan seorang Lady" Thomas memutar matanya. "Berhenti menjadi Lady untuk saat ini dan dengarkan aku. Aku sudah mengetahui siapa yang membunuh ayahmu. Matanya membelalak seketika. "Ceritakan padaku" perintahnya.

Thomas tersenyum lalu duduk di kursi yang berada di depan meja gadis itu. Dia menceritakan semua informasi yang terjadi. Dengan awal Clary di jodohkan dengan Luke sampai saat-saat di institut. Gadis itu mendengarkan tanya bertanya, hanya mendengarkan.

"Jadi semua ini salahnya. Clary Fray. Gadis bodoh yang dicintai kakakku" Tangannya memukul meja kerjanya. "Tapi yang membunuh ayahmu buka dia, tapi Will. Saat itu di sedang tidak sadarkan diri" kata Thomas.

"Tetap saja" katanya "Kalau bukan karenanya Will tidak akan mengetahui dan bergabung bersama mereka untuk membunuhnya" ia melanjutkan "Dan aku pastikan ia akan mati"

"Tapi bukankah kau sudah memanggil Raphael?" Gadis itu mengangguk "Memang. Tapi aku dapat membatalkannya. Sejak aku mengetahui siapa dalang yang menyebabkan hal ini"

"Jadi kau akan membunuhnya dengan tanganmu sendiri?" Gadis itu tertawa "Tentu saja tidak bodoh. Aku mempunyai cara baru"

"Benarkah? bagaimana?" Thomas penasaran dengan cara baru Jane untuk membunuh Clary "Tidak. Aku akan mengejutkan kalian"

"Ngomong-ngomong kau dapat informasi ini dari mana?" tanya gadis itu "Aku mendapatkannya dari Ragnor Fell. Kau tau Manusia serigala yang suka mabuk itu? Yah sepertinya Magnus bercerita padanya dan kemarin saat aku ke klub aku bertemu dengannya. Aku sedang memesan minumanku dan ia mulai bercerita tanpa sadar. Dan wala kita mendapatkan cerita itu"

"Terimakasih Thomas kau sangat membantu" gadis itu berdiri dan menjabat tangannya. "Sama-sama Jane, kau tau. Kau dapat selalu mengandalkanku" Gadis itu tersenyum "Dan kau benar"

The Secret || Luke Hemmings (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang