29. You're Fucking Mine

3.4K 77 7
                                    

"Lo yakin mau pindah dari apartemen sekarang?"

Rena ngangguk sambil ngiris steik. "Gue mau tinggal bareng kakak gue, Dav."

"Jauh?" tanya Davin.

"Nggak sejauh itu dari apartemen gue," jawab Rena. Dia natap Davin yang rupanya juga mandangin dia. "Dia udah bela-belain biar bisa tinggal di sini. Gue nggak mau usaha dia sia-sia."

"It was her choice, right?" Davin turut menyuap steik. "Lo pindah karena dia yang minta atau ...."

Rena nggak langsung jawab. Davin itu cowok yang cerdas. Dia nggak akan bisa dikibulin gitu aja. Apalagi mereka udah kenal cukup lama, jauh sebelum ajang pedekate. Mustahil kalau Lisa nggak cerita-cerita soal background Rena gimana, termasuk hubungan Rena sama kakak-kakaknya yang nggak gitu "erat".

Bakal aneh banget misalnya Rena bilang Hera yang minta. Kayak, kok Rena mau-maunya ngeiyain? Bukannya Rena selama ini hepi hepi aja tinggal sendirian dan jauh dari sanak keluarga?

Jadi, Rena berusaha nyari kata-kata yang pas buat nyahut pertanyaan barusan. "Dia maksa. Katanya kalau gue sampai nolak, gue bakal dikirim ke Amrik buat tinggal sama bonyok."

Alih-alih nanggepin serius, Davin malah ketawa pelan. "Ancaman yang sering gue lakuin ke Lisa. Persis."

Rena nggak tau kudu ikut ketawa atau awkward. Soalnya itu alasan yang dia buat-buat doang. Padahal, mah, Hera sama sekali nggak maksa. Dia emang nyuruh Rena buat mampir kalau pengen, tapi kalau nggak juga tak apa-apa.

"Jadi, apartemen lo nanti mau diapain, Re?" Davin nanya lagi. "Mau disewain?"

"Nggak tau juga, sih." Rena malah bingung. "Nggak ada rencana apa-apa."

"Itu atas nama lo, kan?"

Rena ngangguk.

"Sewain aja. Nanti gue bantu prosesnya kalau lo bingung," Davin menawarkan.

Rena cuma senyum doang. "Nanti gue pikir-pikir lagi."

"Habis lulus, lo ada rencana apa?" Davin tiba-tiba banget ngubah topik.

Jujur aja, Rena nggak pernah mikir sampe sana. "Pengennya, sih, let it flow."

Davin ngangguk-angguk. "Belum ada keinginan spesifik?"

Rena ngegeleng. "Kalau Lisa gimana?"

"Sama aja," sahut Davin. "Tiap gue tanya, pasti jawabannya liat aja ntar. Kebiasaan dia."

Rena jadi lebih rileks sama obrolan mereka. "Pantes cocok temenan sama gue."

"Kalau jadi ipar, cocok juga, nggak?"

Rena auto kesedak.

Davin tertawa kecil, menyodorkan minuman. "Minum dulu, Re."

Rena buru-buru nenggak minuman. Diusapnya sudut bibir. "Sori. Gue kaget."

"Nggak, nggak. Gue yang harusnya minta maaf," tepis Davin. "Gue terlalu straight forward."

"Biar gue tebak. Lo udah punya plan future?"

Davin tersenyum. "Gue pajang di kamar biar termotivasi."

"Ternasuk ...."

"Percintaan?" Davin menebak. Begitu Rena ngangguk, dia ngelanjutin, "Udah gue planning."

"Termasuk kapan harus itu?"

"Itu apa dulu, nih?"

"Nikah?" Rena nggak yakin.

Fuck Up the FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang