Malam itu begitu sunyi, hanya sesekali terdengar angin menggoyang dedaunan di luar jendela. Di sebuah ruangan kecil yang remang, gadis yang baru berusia enam belas tahun itu duduk di lantai dingin dengan tubuh gemetar. Bibir kecil bagian bawahnya sedikit berdarah akibat gigitan keras yang ia lakukan, menahan rasa sakit yang harus diterimanya. Tubuhnya terasa dingin, meski peluh tak henti-hentinya membasahi kulitnya.
Ia memejamkan mata kuat, menahan suara tangis yang ingin pecah, menggigit tangan agar tidak mengeluarkan suara yang bisa terdengar ke luar. Cairan merah yang mengalir dari bagian bawah tubuhnya bukan hanya membawa rasa sakit fisik, tapi juga beban batin yang menghimpit jiwa. Cairan itu membawa sesuatu yang ia putuskan harus hilang—sebuah keputusan pahit dari seorang gadis yang bahkan belum genap tujuh belas tahun.
Di balik tembok itu, seorang pria dengan netra biru berdiri membeku. Ia tak berani melangkah masuk, meski suara-suara lirih dari dalam ruangan terus menghantam batinnya. Jemarinya gemetar saat ia mengusap sudut matanya yang mulai basah, bukan oleh air mata biasa, tetapi karena penyesalan yang membara. Ia menjadi Saksi bisu dari penderitaan gadis itu, menyebabkan luka yang tak akan pernah sembuh dalam hidupnya. Dialah orang yang membuat gadis itu kehilangan suaminya—seorang pria yang ia tembak mati karena menentang pemerintahan tempat ia mengabdi.
Gadis itu tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Baginya, pria bermata biru itu hanyalah sosok asing yang datang membawa kehancuran. Namun, pria itu tahu segalanya. Ia tahu bahwa jari yang menarik pelatuk adalah miliknya. Ia tahu bahwa kematian suami gadis itu adalah hasil dari keputusannya. Kini, ia berdiri di sana, merasakan beban bersalah yang menyesakkan, tanpa mampu menawarkan penghiburan atau penyesalan yang berarti.
Malam itu menjadi saksi bisu dari dua jiwa yang terikat oleh takdir yang pahit. Gadis itu berjuang melawan luka yang tak terlihat, sementara pria itu tenggelam dalam kesunyian yang dipenuhi penyesalan. Mereka adalah korban dari kekuasaan yang kejam, hidup dalam bayang-bayang dosa yang tidak pernah mereka inginkan.
‧͙⁺˚*・༓☾𝔅𝔲𝔫𝔤𝔞 𝔓𝔯𝔦𝔟𝔲𝔪𝔦☽༓・*˚⁺‧͙
Dalam keheningan malam, Sekar memejamkan matanya. Tangan yang gemetar menggenggam mangkuk kecil berisi ramuan pahit, siap disajikan pada temannya. Namun, pikirannya terseret kembali ke masa lalu, ke malam gelap dan dingin ketika ia harus menghadapi sendiri penderitaan yang tak terlupakan. Gumpalan darah yang keluar dari tubuhnya adalah hasil dari keputusan yang dipaksakan oleh keadaan—dan oleh tangan-tangan yang mengaku peduli namun sebenarnya menenggelamkannya dalam kesedihan yang lebih dalam.
Malam itu, ruangan sempit tanpa pencahayaan menjadi saksi bisu perjuangannya. Tak hanya ramuan yang harus diminum, tetapi juga pijatan-pijatan menyakitkan yang dilakukannya sendiri, memaksa tubuhnya merelakan sesuatu yang seharusnya menjadi awal, bukan akhir. Dan— hanya setelah segalanya selesai, barulah seseorang datang. Bukan untuk menenangkan jiwanya, melainkan untuk merawat tubuh yang telah kehilangan arti baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUN𝖦A PRIBUΜI |ᴅɪғғᴇʀᴇɴᴛ ʙʟᴏᴏᴅ| [ON GOING]
Historical FictionPelacur, wanita penghibur, murahan, atau apapun yang orang lain sematkan padanya tak membuat gadis itu menyesali keputusannya. Awalnya seperti itu, sampai dimana dirinya bertemu dengan sosoknya yang bagai hutan luas. Memberikan kesan tenang diawal...