Pelacur, wanita penghibur, murahan, atau apapun yang orang lain sematkan padanya tak membuat gadis itu menyesali keputusannya. Awalnya seperti itu, sampai dimana dirinya bertemu dengan sosoknya yang bagai hutan luas. Memberikan kesan tenang diawal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja menyelimuti langit dengan semburat jingga saat seorang pemuda Belanda berusia tujuh belas tahun berdiri di bawah bayang-bayang pohon besar. Matanya tertuju pada dua kakak beradik pribumi yang tengah duduk di rerumputan, tertawa kecil sambil merangkai mahkota dari bunga-bunga liar. Di mata mereka, barang konyol seperti itu merupakan karya terbaik, hal sederhana yang menghadirkan kebahagiaan di dunia mereka yang terbatas.
Pemuda itu diam, termenung. Bukan pada permainan mereka, melainkan pada sosok gadis kecil yang duduk di antara bunga-bunga yang bahkan tak seindah gadis itu sendiri. Selama hampir enam tahun, tanpa ia sadari, matanya selalu mencari keberadaan kedua anak itu, terutama sang kakak yang memiliki wajah hampir serupa dengan ibu mereka. Melihat keduanya tumbuh saling menguatkan tanpa kehadiran peran orang tua, terutama ibunya yang telah meninggal, hal itu terlihat menyedihkan di matanya. Perempuan itu merelakan hidupnya demi menjadi perempuan baik-baik, tapi yang selalu didapatkannya tak lebih dari sebuah ketidakadilan, bahkan ketidakadilan itu kini dirasakan oleh anak-anak yang disayanginya melebihi hidupnya sendiri.
"Lart..!"
Sebuah suara membuyarkan lamunannya.
"Ayo pergi!"
Lart menoleh. Teman-teman yang akan ikut pergi bersamanya telah menunggu. Tanpa perlawanan, ia melangkah pergi, meninggalkan tanah yang telah membentuk sebagian kenangannya. Ia tak tahu apakah dirinya akan kembali dan bertemu dengan mereka lagi
Sepuluh tahun berlalu, Lart kembali. Bukan sebagai seorang pemuda yang hanya menatap dalam diam, melainkan sebagai pemimpin baru, sekaligus penerus kekuasaan ayahnya yang telah tiada. Meneruskan usaha yang mempekerjakan pribumi sebagai pekerjanya. Kini, tanah ini bukan lagi sekedar tempat penuh kenangan, melainkan ladang kekuasaan yang harus ia kendalikan. Namun di balik semua perubahan yang terjadi, ada satu hal yang terus mengusik pikirannya, yaitu keberadaan 'anak-anak dari perempuan itu.'
Mereka telah tiada. Bukan mati, tetapi menghilang ditelan waktu dan keadaan yang tak ia ketahui. Ia mencari, bertanya, menelusuri jejak mereka di setiap sudut, tetapi nama mereka hanya tinggal cerita yang samar. Yang dia ketahui hanyalah cerita bahwa gadis itu melarikan diri dari rumahnya saat akan dijodohkan, lalu adik laki-lakinya mengikuti jejaknya tak lama kemudian.
Hingga suatu hari, saat ia tengah berdiri di antara para pekerja pribumi, matanya menangkap sosok yang membuatnya terdiam.
Seorang gadis...
Ia bukan siapa-siapa, hanya salah satu dari sekian banyak penghibur yang tunduk di bawah kekuasaan seorang pria. Gadis itu, bersama kedua temannya berhasil mencuri perhatiannya atas keberanian mereka pada pribumi licik. Namun ada sesuatu dalam sorot matanya yang terasa familiar, sesuatu yang menyeretnya kembali pada ingatan masa lalu yang tak terlupakan.
Awalnya, ia mengira hanya kesamaan wajahnya yang membuatnya tertarik untuk sementara. Tapi semakin lama ia memperhatikannya, semakin jelas siapa gadis itu.