Branches Growing on Earth as One - Empat Puluh

52 6 0
                                    

Branches Growing on Earth as One - Empat Puluh

Arka membuka pintu kamar setelah menyadari Harumi telah istirahat. Ketika ia membangun rumah ini, ia sengaja memilih pintu yang dapat dikunci dari dalam tanpa kunci dan bisa dibuka dari luar kapanpun. Setelah menyadari tangisan Sada yang tidak berhenti, ia yakin istrinya itu telah tertidur.

Tangis Sada berhenti seketika melihat sosoknya yang berjalan ke arah boks bayi. Arka memberikan senyuman dan ekspresi lucu, berhasil membuatnya Sada tertawa. Kemudian ia melihat Harumi yang terlihat lelah. Ada noda air mata di wajah dan pakaiannya, menandakan perempuan itu masih menangis ketika ia tidur.

Sesungguhnya ini pertama kali ia melihat Harumi begitu kecewa dengannya. Dalam bayangannya, Harumi hanya akan bersedih karena ibu dan adik-adiknya. Sekali lagi ia disadarkan bahwa tingkat kemandirian Harumi tidak melindunginya dari perasaan terluka.

Ia selalu berpikir dirinya merupakan seseorang yang tenang. Ia berasumsi telah hidup menjadi seseorang tanpa keinginan apa-apa. Nyatanya, ia masih seorang pria dengan ego tanpa pengalaman mencintai seseorang sebelumnya. Ia merasa seperti menancapkan paku ke diri Harumi, dan ketika ia lepas pun, ia tidak akan bisa menutupi bekasnya. Ia lupa bahwa lebih dari siapapun, Harumi tidak punya kapasitas untuk dilukai hatinya.

Jika Harumi tidak terlihat terluka, mungkin ia sudah mengucapkan kalimat lebih dari itu. Sebagai kepala keluarga, ia ingin dilihat sebagai seseorang yang bisa memimpin dan menyelesaikan masalah. Ia ingin Harumi bergantung padanya. Tapi kemampuannya yang terbatas tidak mampu menyelesaikan masalah Harumi, alih-alih menyelesaikan masalahnya sendiri.

Dulu ia merasa ada sedikit kebanggaan sebagai seorang yatim piatu berhasil kuliah di Jepang bertahun-tahun sambil bekerja, membangun rumah dan membantu orang-orang di sekitarnya. Ia tidak pernah berbesar hati namun ia juga tidak pernah memandang rendah dirinya sendiri.

Ia tidak ingin menjadi seseorang yang tidak berdaya di mata istrinya itu.

Setelah menggendong Sada, mengganti popoknya dan bermain dengannya, pagi pun tiba.

Tak lama, Arka menerima panggilan.

"Izinnya sudah dikeluarkan. Kamu punya koneksi ya? Kalau tahu begitu, tidak perlu saya mencari vendor lagi." Ucap pemilik perusahaan yang bekerjasama dengannya untuk ekspor.

"Sudah dikeluarkan?"

"Iya, coba kamu tanya apakah perusahaan kamu di Jepang masih mau mengambil. Kita akan kirim dua hari ini."

Panggilan itu berakhir dengan Arka yang menyadari bahwa Harumi telah menyelesaikan masalah yang ia tidak bisa selesaikan dalam waktu yang lama. Ia paham, paham sekali bahwa Harumi tidak akan bisa membiarkannya kesulitan sendiri. Tapi ia tidak bisa menerimanya.

Ia tidak bisa beranjak, dengan Sada yang ada di pelukannya. Setelah menunggu waktu lama dengan dirinya yang penuh pertanyaan, Harumi bangun dari tidurnya dan menuju ke arah Sada, memanggil putri mereka dengan nada manis.

"Rumi," Ia memanggil perempuan di hadapannya dengan nada tegas.

Dengan Sada yang ada di pelukannya dan suara serak, Harumi membalas, "Apa lagi yang mau kamu permasalahkan?"

"Siapa yang bantu kamu untuk izinnya?"

"Aku udah handle masalah ini untuk kamu. Apa lagi sih? Kamu tahu berapa banyak orang yang harus aku hubungi untuk menyelesaikan masalah ini."

Arka melihat ekspresi kesal Harumi, dan ia tidak bisa menahan darahnya yang mendidih mendengarnya. Perempuan di hadapannya ini tidak tahu ia hanya menambah masalah dari apa yang sudah ia selesaikan.

"I didn't ask you. Aku gak pernah ikut campur urusan kamu, Harumi. Tell me, who helped you?" Tanya Arka dengan nada tinggi. Resolusinya untuk berbaikan dengan Harumi tadi malam sudah meluap ke udara.

"Malvin. Kamu tahu dia naik jadi anggota DPR kali ini, so he helped me. Gak seburuk yang kamu pikirkan."

Arka menggeleng, "Yang tidak seharusnya bisa menjadi bisa. Bagaimana kamu bisa anggap itu tidak buruk? Kekuasaan bukan berarti kamu bisa lakukan segalanya."

"Aneh deh kamu. Arka, aku tahu kamu melakukan semua cara dan koneksi untuk mempermudah urusan kamu. Kenapa disaat aku yang melakukan, kamu anggap aku mainin kekuasaan?" Jawab Harumi turut emosi. Kali ini ia meletakkan Sada di baby crib nya.

"Aku gak bisa bicara sama kamu. Kamu sombong sekali." Ucap Arka yang seolah meninju perasaan Harumi. Kalimat tersebut, ia mendengarnya dari mami Ena bertahun-tahun yang lalu. Harumi sombong sekali berpikir ia bisa menyelesaikan segalanya dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan semuanya. Dan ia membuktikannya.

Buktinya semua adiknya tumbuh besar dengan penuh kasih sayang darinya, memiliki moral yang baik dan bersekolah di tempat terbaik dengan usahanya yang terus meningkat pesat. Kalimat tersebut menyakitinya setiap kali Ena mengucapkannya.

Melihat Arka yang melangkahkan kaki keluar membuat Harumi bergegas menahannya dengan tangannya.

"Jelasin ke aku, maksud kamu apa?"

"Susah bicara sama kamu yang selalu berpikir semuanya itu di tangan kamu, Harumi."

"No, aku gak bisa terima itu."

Arka menatap lurus istrinya itu. Ini pertama kalinya mereka bertengkar hebat dan sedikit dari dirinya menyadari bahwa ini adalah harga diri dan keegoisannya. Di sisi lainnya, ia bisa melihat bagaimana Harumi memandangnya sebagai seseorang yang tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Melihat ekspresi Harumi yang serius dan tubuhnya yang sedikit bergetar dengan emosi, ia berusaha menarik napas dalam.

"Kamu ingin semua orang semakin sadar kalau suami kamu ini hanya seseorang yang bergantung sama kamu sampai-sampai gak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri?" Tanya Arka frontal. Harumi menggeleng, "Aku gak pernah bilang gitu."

"Tapi kamu melakukannya. Siapa yang gak ingat Malvin adalah orang yang suka sama kamu. Kamu anggap aku apa, Harumi?"

Amarah Harumi semakin tinggi dengan tuduhan yang diberikan Arka.

"Kamu gak mikir seandainya kamu percaya untuk cerita masalah kamu dari awal, aku gak akan ambil tindakan sendiri. Apa yang salah sih dengan kamu?"

Ruangan seketika hening dan tegang ketika beban kalimat yang mereka keluarkan terasa. Bahu Arka merosot menyadari keretakan yang terjadi diantara mereka dan Harumi yang merasakan sedikit penyesalan dengan aksinya yang terburu-buru. Untungnya, Sada tidak menangis. Mungkin anak perempuan mereka itu tahu bahwa untuk orangtuanya, ini adalah hubungan romansa pertama kalinya. Karena sebuah hubungan itu tidak hanya tentang tanggung jawab, tapi juga perasaan.

Harumi adalah perempuan yang ahli dalam menggunakan logikanya dalam memaknai semua keputusan dan tindakan dalam pernikahan mereka. Namun ia lupa ketika dihadapkan ke sebuah situasi dimana perasaan juga menjadi kunci penting, dan perasaan itu bukan hanya tentangnya, tapi juga Arka, suaminya.

Menyadari bahwa keduanya sudah menjadi pasangan pada umumnya karena di momen ini, Harumi tidak bisa lagi menggunakan logika dan kepala dinginnya dalam berbicara dengan Arka, karena perasaan seringkali mengalahkan logika. 

***

Author's note:

Jadi selain cerita ini, aku nulis unfitted, unfated disaat bersamaan. Menurutku membantu banget kalau misalnya aku lagi galau, nulis disini dan kalau lagi feeling kinda happy or dramatic, nulis cerita yang satu lagi. 

Tapi gak nyangka gap pembacanya jauh banget ya wkwk. Padahal jumlah chapternya hampir sama keduanya, cuma beda satu doa doang. 

Anyway, aku memberikan beberapa ide novel selanjutnya sebenarnya di unfitted, unfated. So, aku bakalan nanya hal yang sama di next chapter deh ketika cerita ini selesai. Novel apa yang menarik untuk ditulis selanjutnya.

Thank you, everyone, for reading this, and for the encouragement. 

Branches Growing on the Earth as One [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang