Branches Growing on the Earth as One - DUA PULUH EMPAT
"Rumi, diluar dingin." Ucap Arka sembari meletakkan selimut untuk menutupi tubuh perempuan yang duduk di lantai depan rumah mereka, menggantungkan kakinya dan melihat suasana sunyi di tempat mereka tinggal.
"Lagi butuh udara segar."
"Kerjaan lagi susah?" Tanya Arka yang membuat Rumi menggeleng.
"Not really. Susah sih, tapi bukan itu."
"Lalu?"
"Pasti seneng banget kalau semua ada disini. Mami, Emi, Jiro dan Ayaka. Jiro selama ini mau punya abang, pasti seneng banget kalau bisa main sama kamu. Lari-lari di pekarangan rumah ini."
Arka tahu meskipun Harumi tidak mengungkapkannya, selama ini Harumi merindukan keluarganya. Rindu dengan adik-adiknya. Perempuan itu selalu menyelipkan adiknya atau ibunya di setiap percakapan mereka.
"Emangnya mereka masih main lari-larian?"
"Iya sih, tapi di bayanganku, mereka masih anak kecil. It is a regret that they have to live separately growing up. Dulu aku paling lama jauh cuma pas ke Amerika, tahun selanjutnya pas kuliah, hampir tiap bulan aku pulang." Ucapnya lagi. Ia mengingat bagaimana kagetnya ia melihat Ayaka kecil tumbuh ketika ia tak ada dan bagaimana ia berusaha untuk berada di setiap fase hidup adiknya.
Ia ingat Emi bersikeras untuk bekerja part-time selama liburan dan tahun-tahun berikutnya ia liburan keliling Korea Selatan, membuat alasan untuk tidak pulang.
"Khawatir boleh, tapi ingat mereka memiliki kehidupan dan jalan sendiri. You are not responsible for their life."
"I know but..."
Harumi tidak bisa melanjutkan perkataannya karena ia tahu yang ia lakukan sekarang hanya rasa keras kepalanya. Bahwa semuanya ada dalam genggamannya.
"Ka, kamu kenapa belakangan sibuk banget sih?" Harumi mengalihkan pembicaraan mereka ke pertanyaan yang ia ingin ketahui sejak beberapa waktu yang lalu. Selama dua minggu ini ia bekerja di rumah, lelaki itu tidak ada di hadapannya. Tidak seperti biasanya, Arka menghabiskan waktu diluar untuk hal yang tidak ia tahu.
"Bukannya kerja keras baik ya? I am doing this for us." Jawab Arka menatapnya dengan senyum.
Dalam hatinya, ia ingin berkata bahwa ia tidak membutuhkannya karena ia bisa menghasilkan uang sendiri. Namun, ia menutup mulutnya kembali. Ia tidak ingin menggunakan kata yang salah dan menyakiti perasaan Arka.
"Jangan terlalu capek."
*
"Backout dalam arti kata gak mau melanjutkan lagi?" Tanya Harumi dengan serius. Ia segera kembali bekerja setelah Agni memberanikan diri untuk memberitahunya tentang permasalahan yang tiba-tiba muncul.
"Bukannya kemarin kita sudah janji akan adakan beasiswa untuk 100 orang jika dana itu dicairkan? 100 orang aja udah berarti hampir seluruh mahasiswa baru mendapatkan beasiswa, kan?" Harumi membahas kembali perjanjiannya dengan salah satu perusahaan yang ingin memberikan dana hibah kepada kampus yang akan ia bangun.
"Kayaknya karena Mbak gak ada niat untuk maju lagi deh. Mereka kan butuh backingan politik makanya mau kasih dana ke kita." Jawab Agni jujur. Selama Harumi menjadi anggota DPRD Kota, mereka mendapatkan banyak dukungan dalam bisnis dari banyak perusahaan meskipun Harumi tidak pernah menggunakan dana aspirasinya untuk kebutuhan perusahaan.
Sebenarnya Harumi mengerti betul bahwa alasan lain mengapa banyak yang mendukung bisnisnya adalah karena ia memiliki posisi dan jabatan yang dipandang orang lain. Keputusannya untuk menghentikan sementara karir politiknya berimbas ke bisnis yang ia jalani. Berat untuk ia terima, namun sudah seharusnya bisa ia prediksi.
"Jadi bagaimana mbak? Beban di kita berat untuk kasih beasiswa ke semuanya, sementara kita sudah membuka pendaftaran untuk scholarship nya ke masyarakat." Ucap Agni lagi dengan khawatir. Sebagai salah satu tim leader yang memimpin project pembangunan kampus ini dari awal, ia tidak ingin kampus yang mereka impikan untuk menjadi landasan bagi anak muda ini memiliki awal yang tidak baik.
Ia juga tahu penghasilan Agni tidak lagi sebesar ketika berada di panggung politik, ditambah dengan pengeluaran seluruh keluarganya di luar negeri dan investasi yang mereka habiskan.
"Tenang, kamu gak perlu khawatir. Aku cari jalan keluarnya. Yang penting promosi kita tetap jalan." Balas Harumi tersenyum, berusaha tidak memberikan raut wajah khawatir. Hanya ketika ia terlihat kuat, tim nya juga akan berpikir semua baik-baik saja. Namun kondisi tubuhnya tidak membantu dengan wajahnya yang pucat.
"Mbak Harumi harusnya istirahat malah jadi pusing juga. Maaf ya mbak."
"Gak apa-apa, ini bukan salah kamu. Dan ini juga kerjaan aku. Santai aja."
"Iya sih, tapi mbak harus menghadapi ini semua sendiri. Gimana kalau bilang ke Ibu Enny? Mungkin Ibu Enny ada kenalan yang bisa membantu, karena mbak kan tidak mau ada investor." Ide Agni kembali. Enny memang menikmati hidupnya di Perancis, namun ia juga mengurus beberapa pekerjaan besar seperti negosiasi atau meeting dengan partner lama mereka. Harumi menggeleng tidak setuju.
"Gak perlu. Nanti kalau aku gak ada jalan keluar, baru bilang mami." Putusnya lagi. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tidak meminta tolong ke ibunya setiap ia menghadapi masalah.
"Yaudah, mbak makan dulu deh. Biar ada energi." Tawar Agni lagi menunjuk ke arah bekal yang dibawakan oleh Arka. Harumi mengangguk dengan senyum. Menjalani kehidupan barunya menimbulkan rasa penasaran di hatinya. Ketika ibunya dulu memiliki Ayaka, ia selalu mengeluh setiap kali ibunya tidak mengerjakan pekerjaan di kantor dengan lambat. Ia ingat saat itu ia sering diminta tolong untuk melakukan promosi di Excellence yang saat itu masih merupakan lembaga pelatihan biasa bagi perusahaan dan masyarakat.
Sekarang setelah menjalaninya, ia sadar bahwa bekerja bukan hal yang mudah. Ia bisa melakukannya, tapi ada hari dimana ia ingin membaringkan tubuhnya dan tidak melakukan apapun. Ia tidak ingin berpikir tentang apapun. Pride yang ia miliki membuat ia terus berjalan tegak, tapi hati kecilnya ingin beristirahat.
Ia menggelengkan kepala dengan pikiran yang muncul di kepalanya. Jelas-jelas ini adalah jalan yang ia pilih dan yang selalu diinginkan. Menjadi wanita karir yang memiliki kekuatan untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Tidak seperti maminya yang hampir-hampir memberikan Excellence ke ayah tirinya dan menjadi seseorang yang submissive. Ia benci mengingat hal menyebalkan seperti itu.
Agni menaruh sebuah teh hangat di hadapan Harumi yang menikmati makan siangnya.
"Mbak, seandainya aja Mas Arka bisa bantu nyelesain masalahnya. Tapi sayang banget." Ia tidak meneruskan perkataannya melihat tatapan tajam dari Harumi.
"Arka punya kelebihan dia sendiri. Dan aku yakin dia akan bantu kalau aku minta tolong. Jangan pernah ucapin itu lagi, mengerti?"
Agni mengangguk dengan wajah bersalah, "Maaf mbak, aku cuma merasa bersalah lihat mbak seperti ini."
"Apa salahnya dengan aku? Selama ini aku juga punya kekuatan untuk menyelesaikan masalah, kan?"
Harumi menjawab dengan nada percaya diri. Sejujurnya ia juga tidak tahu bagaimana harus menjalani semuanya. Ia jelas-jelas kekurangan dana dan membutuhkan dukungan dari beasiswa itu. Namun, ia merasa keraguan akan membuat seluruh fondasi yang ia bangun runtuh. Ia menghela napas dalam-dalam, membuka ponselnya dan menghubungi seluruh kenalan yang ia punya.
Ia berharap ada seseorang yang mengulurkan tangannya untuk membantunya saat ini, namun ia juga tidak mau menjadi tuan putri yang diselamatkan di siang bolong.
***
Notes:
Hi, semua.
Sejujurnya semakin lama aku nulis cerita ini, aku gak bisa memungkiri kisah hidup Harumi itu tidak se-rollercoaster saudara-saudaranya karena di fase ini, ia sudah melalui semua yang ia ingin lakukan dan yang ingin ia hindari. Harumi adalah tipikal anak pertama yang terbiasa untuk mengambil alih semua masalah dan bertanggungjawab. Sehingga terkadang bertemu Arka dan sifatnya, ada banyak hal yang ia lewatkan. Bahwa Arka juga siap untuk mengarungi semuanya bersama Harumi.
Anyway, kalau kalian lebih cari pasangan anak pertama, tengah, bungsu atau tunggal nih? Kenapa alasannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Branches Growing on the Earth as One [completed]
ChickLit愛は小出しにせよ - Ai wa kodashi ni seyo Love in small amounts. Harumi belum pernah merasakan tergila-gila dengan cinta, tapi ia pernah mendengar cara menjaga cinta agar bertahan lama adalah dengan sedikit demi sedikit mencintai. Katakan ia impulsive, tapi...