BAB 6 - Si nakal berambut pirang (2)

34 20 3
                                    

Stevanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Stevanya. Dalam satu hari, terlahir menjadi sosok gadis kecil cantik bermata biru. Keanehan peristiwa kelahiran Stevanya masih menggelayut penuh di dalam kepalaku. Bahkan, aku tidak bisa mengisap rokok secara nikmat. Telapak tanganku menggenggam sesuatu, begitu kubuka, di dalamnya hanya sehelai kecil rambut pirang.

Aku tidak bisa seenaknya menyebut 'Hanya' untuk sebuah rambut yang bisa memantulkan cahaya kalau di arahkan tepat rambatan sinar matahari. Setelah kucoba, bahkan sinar bulan membuat sehelai rambut Stevanya menyala setara satu lampu kunang-kunang malam. Itu cukup menerangi. Seandainya dikumpulkan lebih dari satu helai rambut atau membawa Stevanya ke ruang gelap, apa yang terjadi? Apakah kegelapan itu berubah menjadi matahari?

Padahal aku masih berharap bahwa mata biru Stevanya bisa menerangi kegelapan. Ternyata matanya bersifat biasa. Bukan mata spesial, meski aku baru melihat jenis mata secantik itu. Omong kosong berita tentang suatu suku bermata biru, nyata terjadi. Dulu aku meragukan segala keajaiban.

Daripada menganggap kelahiran Stevanya sebagai kutukan ... Mungkin ia bisa memberikan sesuatu untukku. Sesuatu yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya.

Rumah sakit menolak bertanggung jawab atas segala kericuhan yang terjadi semenjak Stevanya lahir lewat rahim Fisa. Mereka berpura-pura menutup mata dari keteledoran mereka yang menyebabkan salah satu pasiennya merugi. Aku mengadukan masalah ini setelah membawa Fisa serta Stevanya pulang ke rumah. Selama sehari, Fisa hanya bisa menggunakan kursi roda. Istriku begitu sabar meladeni tingkah nakal Stevanya. Sang bocah berusia satu tahun itu sangat merepotkan.

"Rumah sakit tempat Stevanya lahir, tidak pernah ada."

Perdebatan kecil rumah tangga kami dimulai dari sini. Saat itu, aku mencoba mengambil resep obat untuk merawat Fisa di rumah dengan berkunjung ke rumah sakit esoknya. Anehnya, rumah sakit Hovins Aster tidak pernah ada di muka bumi. Aku terus menelusuri kota, di jalan yang sama bahwa tiada sebuah tempat mirip rumah sakit mewah bernama Hovins kecuali hanyalah lokasi hutan tinggi nan lebat.

"Semua keanehan ini terjadi semenjak Stevanya lahir," ucap Fisa dengan muka tirus pucat, tampak lebih kurus ketimbang ketika ia masih di rumah sakit. Perubahan kesehatan Fisa terjadi cukup siginifikan.

Aku memijat dahi, cukup lama membiarkan bibir terbuka tanpa melepas balasan kata. Di sebuah teras rumah, aku hanya berdiri di samping pilar. Menatap istriku yang masih membutuhkan kursi roda.

"Apa yang kau lihat?"

Fisa menoleh. Singkap matanya menurun membuat ceruk ekspresi Fisa terlihat datar serta membosankan. "Aku memikirkan Stevanya."

"Ini sudah sore. Jangan hanya memandang jalanan di depan teras rumah. Masuklah, Fisa!"

"Stevanya harus tinggal di hutan."

S T E V A - Horror Story (TERBIT BUKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang