Bab 10 - Insanul-Ma' (3)

30 18 4
                                    

Pulau Avets

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pulau Avets. Tercipta dari anak kecil penuh kenakalan di luar batas kewajaran yang telah tenggelam ke dalam laut sebelum jasad mereka membusuk dimakan waktu. Berkah laut menghidupkan kematian Stevanya menjadi sumber nutrisi hingga tercipta pohon tinggi besar tanpa menunggu campur tangan Tuhan. Tumbuhlah jutaan pohon tak tersentuh, bahkan belum diketahui jenis pohon tersebut yang menjulang kuat memenuhi sebuah pulau berkabut misterius.

Ujung kapal tuan Horris menembus lapisan tanah ketika ketinggian tanah terus naik. Nasib kapal tuan Horris sungguh memilukan, tanah padat menghambat beban kapal untuk bisa diangkat. Tanpa laut, apalagi di tengah hutan rimbun, sebuah kapal perlahan akan dihinggapi berbagai serangga. Termasuk lumut serta jamur.

"Enyahlan kalian semua!"

Sudah tiga jam berlalu semenjak tuan Horris mendekam di ruangan nahkoda.
Melihat beberapa Stevanya turun sambil bersorak gembira menyusuri jalanan hutan. Tidak, mereka tidak bersenang-senang tanpa tujuan. Justru mereka mengejar Steva jenis rambut pirang yang nasibnya tak bisa ditolong lagi. Badan Steva dari rambut yang bisa dicerai beraikan, itulah yang anak-anak lakukan. Merusak kesempurnaan rambut Steva, terus ditarik ke segala arah sampai helai rambut berhamburan mengotori dedaunan hutan.

"Tidak bisa kalian berdamai dan berhenti bermain?!" seru tuan Horris dibatasi lapisan kaca. Sejenak ia merosot, akhirnya bisa bernapas lega.

"A-aku lapar dan haus sekali! Aku tidak mau turun jika masih ada anak-anak itu! Hutan sepadat ini ...." Mendongak dibalut ekspresi setengah putus asa. Kulitnya basah, terasa lembab dengan kondisi kedua matanya merah berair.

"Steva ..." Pilihan makanan terakhir menurut tuan Horris hanya jasad Steva sebagai penghalang pintu masuk.

"Steva ... Jantungnya!"

Tangan kiri tuan Horris memegangi perut, lalu jatuh. Layaknya seorang tua gila dan tak tahu harus melakukan apa. Ia tertelungkup, menjulurkan lidahnya diikuti tatapan haus darah.

"Darah! Aku haus ... Darah Steva!" Mulailah seorang nelayan dalam takdir lingkaran kutukan Steva, menyeruput jejak genangan darah sekitar lantai.

Gerakan tuan Horris melata, menyeret badan kasarnya seperti ular. Ia mendesah lega bisa mencicipi darah sebagai minuman. Kadang kedua telapak tangannya disatukan, menyiduk darah yang segera ia telan mentah-mentah begitu disambar mulut atau bibir keringnya.

"Ini enak! Luar biasa! Tidak kusangka darah Steva akan seenak ini!" Muka tuan Horris sudah tercampur masker merah. Kalau ia keluar hutan dalam keadaan seperti barusan, mungkin akan dikira seorang suku kanibal.

Barulah tuan Horris duduk di sebelah jasad Steva. Di tangan kanannya memegang jantung Steva yang terus berdetak meski telah tercabut dari sumber sel kehidupan. "Jantung ini ...." Dalam pandangan tuan Horris, jantung besar tergambarkan sebagai buah naga favoritnya.

Tanpa bertele-tele menghindari rasa jijik, seketika tuan Horris meraup rakus daging jantung manusia. Digigit dari segala arah. Tak terasa, kepadatan jantung semakin berkurang. Semuanya masuk ke dalam lambung kakek tua.

S T E V A - Horror Story (TERBIT BUKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang