19. Semoga

848 115 8
                                    

Pak Hadi, sang sopir, berkonsentrasi penuh mengemudi di jalan yang gelap dan berkelok-kelok. Lampu mobil menyorot rumah-rumah sederhana dan pepohonan yang berbaris di pinggir jalan.

Sesekali, pak Hadi melirik ke arah kaca spion dan melihat Arfan serta Elmira yang terlelap di kursi belakang. Elmira bersandar di bahu Arfan, sementara tangan pria itu memeluk bahunya.

Setelah beberapa saat, pak Jaya melihat tanda tanda bahwa mereka sudah dekat dengan tujuan, ia memperlambat laju mobil sembari mengingat-ngingat arah belokan

"Pak Arfan"

"Sudah sampai pak"

Arfan membuka matanya perlahan, mengerjap-ngerjapkan matanya untuk menyesuaikan diri dengan cahaya, lalu menyadari posisi mereka yang nyaman namun sedikit canggung,

Melihat tuannya sudah sadar, pak Hadi kembali bersuara "Anu pak, saya lupa belokan, ini kita lurus apa kanan?"

"Oh kanan, kanan" sahutnya dengan suara serak, ia menatap jam tangannya yang menunjukan pukul 2 pagi

"Mira" Arfan menepuk bahu istrinya dengan lembut

"Mira bangun, sampe" namun Elmira semakin mendusel lehernya dan mencari kenyamanan

"Hey" Arfan mengusap pipi dan rambutnya "bangun, udah sampe"

Elmira mengerjap pelan, lantas mengurai pelukannya seraya celingukan dengan mata setengah terbuka, rambutnya sedikit berantakan dan itu membuat Arfan tergerak untuk merapihkannya. "Siap-siap yuk"

"Mana?" tanya dengan suara yang tak kalah serak

"Bentar lagi, lima menit"

suasana masih sunyi dengan hanya sesekali suara anjing yang mengonggong di kejauhan. Mereka semakin melintasi jalan desa yang kecil, diapit oleh rumah rumah sederhana dengan halaman yang di penuhi tanaman.

Sebuah rumah yang cukup besar menjulang diantaranya, terlihat mencolok karena ukuran dan pencahayaan lampunya, mobilnya masuk kedalam rumah itu,

Saat mobil ini menepi di halaman rumah yang cukup luas, ia disambut dengan dua orang bapak-bapak yang kompak menggunakan sarung di bahunya, dan salah satunya pakai kupluk.

Arfan menggendong tas ranselnya sementara tangannya membawa tas Elmira, dan pak Hadi membuka bagasinya untuk mengeluarkan beberapa barang tuannya

"Sehat mang Maman, mang Tarsono?

"Alhamdulillah A, sama si eneng juga"

Arfan menarik lembut bahu Elmira "Iya, istri,"

"Hallo, Elmira" ucap Elmira menyalami kedua orang yang tidak ia kenali

"Eh Neng" sahut dua orang itu sambil mengangguk sopan

"Dari jakarta jam berapa, A?"

"Jam sembilan,"

"Wih macet ya"

"Ngga, cuma nyantai aja" sahut Arfan diiringi tawa kecil

"Oh sok atuh A bilih bade diistirahatkeun" keduanya membantu pak Hadi membawa barang-barang Arfan kedalam.

"Dalem dulu, mang" Arfan tersenyum sekilas lantas masuk kedalam rumah neneknya yang sudah terbuka lebar.

Disekitar rumah, ada lapangan yang sudah ditutupi tenda, menandakan persiapan acara esok hari, di teras beberapa pria masih terjaga, merokok sambil mengopi, saling berbincang dengan suara rendah. Mereka ikut menyapa Arfan dan istrinya saat melewati.

Saat mereka melangkah masuk lebih dalam, Elmira sempat terkejut melihat beberapa orang tidur di tengah rumah seperti remaja, mungkin anak-anak dari saudara Arfan. Di dalam sudah ada mama Ane yang sedang menaruh gelas di meja. Kedunya bersalaman dan mencium pipi kanan kiri mama Ane.

Be My Husband (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang