Ruby POV.
Smith's Bakery tidak terlihat menarik dari luar. Toko roti ini terletak di ruang bawah tanah sebuah rumah bertingkat, di antara toko barang bekas favoritku dan layanan pesan-antar makanan Italia yang tutup setiap kali aku melewatinya. Bagian depan toko roti dicat ulang setiap tahun, namun karena cuaca Inggris, catnya terkelupas lagi beberapa minggu kemudian dan tampak seolah-olah bagian luar bangunan sudah bertahun-tahun tidak dibersihkan. Tulisan hijau dan emas khas toko roti ini terpasang tepat di atas jendela besar, di mana dari sana pengunjung dapat melihat sekilas hidangan lezat yang baru disiapkan setiap hari saat kamu berjalan melewatinya. Mulai dari roti tawar, scone, dan roti gulung buatan sendiri hingga puding dan pai yang lezat, kamu akan menemukan semua yang kamu inginkan di sini.
"Aku selalu datang ke sini saat suasana hatiku tidak baik." kataku pada Lydia, yang menatap pintu masuk toko roti dengan penuh keraguan. Aku menaiki tangga di depannya dan kemudian membukakan pintu untuknya. Bahkan di sini, aroma nyaman dari oven menguar ke arah kami dan aroma roti yang baru dipanggang serta kayu manis memenuhi rongga penciumanku.
"Itu adalah aroma favoritku." kataku pada Lydia. "Jika ada parfum yang beraroma seperti roti hangat dan kayu manis, aku akan membeli seluruh stoknya dan mandi dengan parfum itu sampai aku tidak akan mencium aroma yang lain lagi."
Sudut mulut Lydia bergerak-gerak sedikit. Setidaknya sedikit emosi - yang pertama sejak kami meninggalkan tempat praktik dr Hearst.
Phil, rekan kerja ibuku, sedang melayani seorang pelanggan ketika kami melangkah mendekati konter. Di dinding di belakangnya terdapat deretan rak kayu tempat menyimpan berbagai jenis roti dan baguette. Di konter penjualan terdapat dua keranjang kecil yang didalamnya terdapat potongan roti yang diolesi mentega untuk dicicipi oleh pelanggan. Saat aku lewat, aku mengambil dua buah dan sambil memasukkan yang satu ke dalam mulutku, aku memberikan yang satunya lagi ke Lydia.
"Cobalah." kataku dengan mulut penuh. "Roti ini benar-benar lezat."
Lydia dengan ragu mengikuti permintaanku.
Toko rotinya kecil dan sempit. Ruangan ini sebenarnya tidak dirancang untuk membuat suasana nyaman dengan menikmati secangkir kopi, namun masih ada dua meja dengan tempat duduk. Satu di sebelah pintu dapur, tempat adonan disiapkan, dan satu lagi dekat dengan konter penjualan sehingga pelanggan pasti akan menabraknya ketika agak ramai.
Aku menunjuk ke bangku kecil dan meja kayu usang di bagian belakang ruangan. Saat Lydia duduk di bangku, dia melihat sekeliling toko roti. Dia sepertinya tidak tahu apa yang harus dia pikirkan terhadap toko ini. Tatapannya yang hampir skeptis mengingatkanku pada ibunya dan cara dia mengamatiku saat pertama kali kami bertemu.
Aku menyingkirkan ingatan itu dari kepalaku. "Apakah kamu sudah tahu apa yang kamu inginkan?" tanyaku.
Lydia melihat melewatiku, memiringkan kepalanya ke arah berbagai kue. "Apa yang bisa kamu rekomendasikan?"
"Favoritku adalah Bakewell Pudding."
"Kalau begitu, aku ambil yang itu."
Aku mengangguk sambil tersenyum dan berjalan ke depan meja kasir tepat saat Ibuku keluar dari dapur. Dia langsung tersenyum saat melihatku dan menyeka tangannya di atas celemeknya, yang ia kenakan di atas kemeja bergaris dengan tulisan toko roti tersebut.
"Hai, Bu, aku di sini bersama Lydia," kataku cepat, sambil menunjuk ke arah meja kami dengan jempolku. "Dia mengalami hari yang berat dan kupikir Bakewell Pudding dan cokelat panas akan menghiburnya." bisikku, berharap Lydia tidak mendengarnya.
"Tidak ada yang tidak bisa diatasi dengan Bakewell Pudding dan cokelat panas," jawab Ibu sambil menatapku dengan tatapan penuh konspirasi.
"Terima kasih, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Save You - Maxton Hall #2✅
Teen FictionAwalnya Ruby mengira bahwa ia dan James dapat mengatasi segala hal bersama-sama. Namun, ketika keluarga James tertimpa musibah, dia harus menyadari bahwa cinta mereka tidak pernah memiliki kesempatan. Karena alih-alih mempercayainya, James malah mem...