2 : Balapan.

507 45 6
                                    

Disebelah gedung tak terpakai, gerombolan anak bersepeda motor berkumpul disana. Mereka menjadikan tempat tersebut sebagai markas mereka.

Disana, Jia san Haechan duduk di ujung berdampingan. Haechan telah melepaskan helmnya dan mengenakan beanie yang di lapisi tudung hoodie, masker hitam dan kaca mata besar bingkai hitam.

"Dia tidak merokok." Haechan menyambar putung rokok yang di sodorkan pada Jia. Lalu dia mengeluarkan lolipop dari kantong hoodienya dan menyumpalkan pada mulut Jia.

"Heup," Jia melotot kaget. Mulutnya yang penuh rasa manis, tidak bisa memprotes laki-laki disampingnya. Haechan selalu sigap menyumpal mulut Jia dengan permen setiap memergoki Jia yang akan merokok.

Tidak ada yang tahu siapa yang sering datang bersama Jia akhir-akhir ini, bahkan teman dancernya pun tidak mengenalinya. Jia hanya memperkenalkan sebagai orang yang mengenalnya saja, bukan saudara ataupun kekasih.

"Hei, bro. Kau bukan pengasuhnya Jia, kan?" teman laki-laki Jia, meledeknya.

Haechan hanya menatapnya saja tanpa membalas ucapannya.

"Ups, santai bro!" dia tertawa melihat tatapan tak bersahabat Haechan.

"Kau berkendara. Tidak boleh minum." lagi, Haechan menyambar kaleng beer di tangan Jia.

"Aisshh!" Jia berdesis kesal. Malas berdebat dengannya karena pasti akan kalah. Jangan sepelekan kepiawaian mulut Haechan yang sangat pandai berbicara.

"Pulang saja, besok ada latihan."

"Tidak mau."

"Mau nonton?" Haechan membujuknya agar Jia mau meninggalkan teman tongkrongannya.

Jia menatapnya. "Tidak mau."

"Kalau begitu, mau bertanding denganku? Siapa yang sampai lebih dulu bisa meminta apapun."

Mendengar itu, raut Jia berubah seketika.

"Serius? Apapun?" serunya, berbinar senang.

"Eung," Haechan mengangguk dengan senyum licik. "Apapun, kecuali menyuruhku berhenti mengikutimu." katanya, sengaja menekankan kata 'kecuali'.

Bahu Jia meluruh dan menggerutu. Haechan seolah tahu apa yang ada di pikirannya.

"Kau bisa meminta uang, barang, atau apapun milikku yang sering kau pakai seperti jam tangan, baju?"

Ha ha.

Jia tertawa garing. Tahu saja ia suka merampok barang-barangnya. Ia hanya akan memanggilnya Oppa jika menginginkan sesuatu darinya saja.

"Tidak perlu." Jia memutar bola matanya. Aku bisa mendapatkannya tanpa bertanding.

Omong-omong, saldo di kartunya telah menipis. Ia harus berhemat untuk makan.

"Biayai makanku selama seminggu saja." pintanya dengan dagu terangkat.

Haechan berdecih ringan. "Bagaimana kalau sebulan?"

"Oke, deal!" Jia berdiri semangat, seoalah yakin bahwa ia akan menang. Ia bahkan tidak kepikiran apa permintaan Haechan jika ia kalah.

Tidak. Jia yakin akan menang.

Di tempat duduknya, Haechan menahan tawanya.

Meskipun Jia sedikit nakal, dia sangat mudah di bujuk. Dia akan tunduk jika di iming-imingi sesuatu.

Bukan tanpa alasan Haechan bersikap ketat pada gadis itu melebihi adiknya sendiri.

Jia adalah anak tetangga ibunya, sekaligus teman bermain adiknya. Mereka sudah bertetangga sejak lama saat masa-masa trainee Haechan, lalu baru saling mengenal dengannya lima tahun yang lalu.

POISON [LEE HAECHAN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang