Festival lentera teratai telah berlalu dua minggu yang lalu.
Dan saat ini, Mark sedang bersantai bersama Ten di paviliun Gwalljeong. Mark tengah berbaring dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan sang ibu.
"Ibuu, bagaimana jika aku dan Jeno memiliki sebuah hubungan?" Mark bertanya sambil memejamkan matanya.
Ten yang sedari tadi mengelus kepala putranya, langsung menghentikan kegiatannya setelah mendengar pertanyaan Mark barusan.
"Apaa?! Kau dan Jeno punya hubungan?!" Pekik Ten tidak santai.
Mark reflek menutup kedua telinganya mendengar pekikan ibunya yang tidak bisa dibilang halus itu. "Misal ibu, misall."
Ten tersenyum jahil, "Heii. Jujur pada ibu, sebenarnya kau sudah punya hubungan dengan Jeno 'kan?" Goda Ten.
Mark bangkit dari acara berbaringnya. "Kalau iya, apa ibu akan marah?"
Ten mengernyit, "Kenapa ibu harus marah?"
"Jeno hanyalah rakyat biasa." Ucap Mark singkat.
"Memangnya kenapa? Ibu tidak pernah mempermasalahkan kau mau menjalin hubungan dengan siapapun. Asal orangnya baik, ibu setuju. Dan Jeno. Ibu sudah sangat mengenal Jeno. Tidak ada alasan untuk tidak menyetujui hubungan kalian." Jelas Ten pada putra tersayangnya.
Mark menghembuskan napas lega. "Lalu... Ayah?" Tanya Mark ragu.
"Ibu yakin Ayahmu sependapat dengan ibu. Kalaupun tidak, ibu bisa memaksanya sependapat dengan ibu. Jadi, jangan khawatir." Ujar Ten seraya mengedipkan sebelah matanya.
Mark terkekeh. Menggelengkan kepalanya melihat kelakuan ibunya.
Tangan Mark bergerak untuk memeluk Ten, "Ibu jangan tinggalkan aku, yaa. Aku masih sangat membutuhkan ibu."
Ten terdiam sesaat, kemudian ia membalas pelukan Mark dan mengsuap punggung putranya sayang. "Ibu tidak berjanji, tapi ibu akan berusaha. Setidaknya sampai pernikahanmu dengan Jeno." Kekeh Ten di akhir kalimatnya.
Mark hanya diam dan mengeratkan pelukannya. Kemarin Ten pingsan lagi. Tanpa sebab apapun. Padahal Ten sudah meminum obatnya dengan rutin.
Doyoung bilang kondisinya tidak membaik sama sekali dari terakhir kali. Bahkan Doyoung sudah memberikan obat tambahan untuk Ten, tapi... itu tidak memberikan efek yang berarti.
Mark takut. Mark masih belum siap jika harus melihat kepergian ibunya. Ia masih sangat membutuhkan ibunya. Siapa lagi yang akan menuntunnya jika Mark kehilangan arah? Hanya ibunya yang bisa. Ayahnya tidak akan bisa melakukannya.
__
Matahari telah lama terbenam. Seluruh rakyat Giryeo pasti sedang bersiap-siap untuk tidur sekarang. Tapi tidak dengan Jeno. Sedari tadi ia hanya duduk diam diatas tempat tidurnya.
"Huh!" Jeno menghembuskan napas kuat-kuat.
Pikirannya melayang memikirkan kejadian dua minggu lalu saat festival lentera teratai.
Apakah Jeno sudah melakukan hal yang benar saat itu? Bagaimana jika Ayah dan Ibunya marah mendengar hal ini nanti? Apakah Yang Mulia Raja dan Ratu akan menyetujui hubungannya dengan Mark? Bagaimana tanggapan masyarakat jika mereka tahu?
Semua pertanyaan itu memenuhi kepala Jeno.
Di kamarnya memang sepi, tapi pikirannya sangat berisik. Belum lagi Jeno telah melanggar perintah ibunya. Doyoung pasti akan sangat marah padanya nanti jika mengetahui apa yang telah ia lakukan.
Namun, sesaat kemudian, kepala Jeno mengangguk yakin. Ini adalah keputusannya sendiri. Apapun konsekuensinya, Jeno akan menanggungnya. Lagipula Jeno bahagia dengan keputusannya.
Jugaa... Jika saat festival itu Jeno tidak melakukannya, mungkin sampai sekarang Jeno tidak akan tahu kalau ternyata Mark dan Haechan itu adalah sepupu. Ia akan tetap salah paham dan hubungannya dengan Mark akan merenggang.
Benar. Jeno sudah melakukan hal yang benar. Jeno akan membuktikan pada Doyoung jika ia bisa mengatasi apa yang dikhawatirkan ibunya itu. Jeno bisa bertanggungjawab atas keputusannya.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara jendela kamar yang diketuk membuat semua lamunan Jeno buyar.
Siapa yang mengentuk jendela kamarnya malam-malam begini? Apakah pencuri? Heyy... pencuri tidak mungkin mengetuk jendela. Dia pasti akan langsung membobol masuk.
Apakah hantu? Seketika bulu kuduk Jeno meremang memikirkannya. Tapiii... Memangnya hantu bisa mengetuk? 'Kan hantu bisa langsung menembus jendela itu.
Dengan perasaan was-was, Jeno mengambil sapu yang ada dipojok kamarnya. 'Sebagai alat perlindungan diri', pikirnya. Setelahnya Jeno berjalan mendekat kearah jendela.
Dengan hati-hati Jeno membuka jendela tersebut. Bersiap-siap memukul apapun yang ada di luar sana.
Dan saat jendelanya terbuka, Jeno berteriak, "Pergi! Dirumahku tidak ada barang berharga, aku ini orang miskin! Kau menyasar rumah orang yang salah!"
"Jika kau hantu, ganggu Renjun saja! Anak itu takut dengan hantu! Aku ikhlas jika kau menakut-nakutinya!" Jeno memukuli siapapun yang mengetuk jendela kamarnya tadi dengan mata tertutup.
Sebenarnya, Jeno itu juga takut dengan hantu, tapi lebih baik menakut-nakuti Renjun daripada dirinya. Setidaknya hantu itu akan memiliki lawan yang sepadan jika menganggu Renjun.
"Aduh! Aduh! Sakit Jenoo." Pekik orang itu.
Mendengar suara seseorang yang familiar di telinganya, Jeno langsung membuka mata dan mengentikan pukulan sapunya.
"Hyungg?!!"
TBC
Gambaran paviliun Gwalljeong
Double up?
KAMU SEDANG MEMBACA
Batasan | MARKNO [END]✔️
FanfictionPersetan dengan batasan. Jeno akan melewati batasannya malam ini. bxb! MARKNO Mark dom! Jeno sub! MPREG! Gak suka? Gak usah baca lah!