Chapter 39

1.1K 81 12
                                    

Bulan telah bersinar terang sekarang, dan upacara pernikahan Mark dan Jeno telah selesai dilaksanakan.

Tidak terasa 2 minggu berlalu begitu cepat. Selama 2 minggu itu pula, Jeno mempelajari semua tentang kerajaan, bagaimana tugas seorang istri dari Putra Mahkota, bagaimana ia harus bersikap kepada rakyat, dan juga diberi sedikit ilmu tentang kepemimpinan seorang Ratu.

Tidak mudah pada awalnya, namun karena dayang pribadi yang Ten tugaskan untuknya itu orang yang sabar, Jeno jadi lebih mudah belajar dan menerapkan tentang semua itu. 

"Hahh... Aku sangat lelah." Jeno melemparkan tubuhnya ke atas kasur asal. Tidak peduli kelopak mawar yang telah disusun sedemikian rupa jadi rusak kerena perbuatannya.

Jangan heran, memang apalagi yang ada di kamar pasangan pengantin yang baru saja resmi menjadi suami istri jika bukan hiasan indah dari lilin dan kelopak mawar?

Jeno memang berada di kamar Mark saat ini. Hanya saja sang pemilik kamar belum ada di sini. Justru yang ada disini adalah sahabatnya, Renjun.

Dan Renjun? Ia sedang menatap malas Jeno di sisi samping tempat tidur. "Tidakkah kau harus menunggu suamimu untuk merusak bunga-bunga itu?"

Jeno memicing menatap Renjun, kemudian ia bangkit duduk dari acara berbaringnya. "Mulutmu itu, yaa."

Renjun mengedikkan bahu acuh, "Kenapa? Benar 'kan?" Renjun mengambil hanbok yang tadi ia letakkan di meja, kemudian ia berikan kepada Jeno. "Ini hadiahku. Pakailah."

Jeno menatap hanbok yang masih terlipat rapi itu, mengambilnya dari tangan Renjun dan.. "Heh! Ini hanbok perempuan!" protesnya.

"Tunggu, tunggu... Bukankah hanbok ini yang dulu kau tunjukkan padaku di toko?" Tanya Jeno begitu menyadari jika memang hanbok ini sama dengan hanbok itu.

"Memang. Aku membelinya untukmu," ucap Renjun tidak terlalu peduli, "Ayo cepat ganti, kau tidak mau mengganti hanbok pernikahanmu itu?"

Jeno menatap hanbok ditangannya dengan horor, "Tapi Renjun, ini hanbok perempuan. Kenapa menyuruhku memakainya?"

"Ya memang apa salahnya? Kau hanya memakainya di depan Putra Mahkota. Bukan di depan umum." Renjun menarik tangan Jeno agar bangkit dari duduknya, "Ayo cepat. Sebelum Putra Mahkota datang."

"Hah?! Tidak mau! Tidak mau!" Tolak Jeno panik.

"Kenapa lagi sih? Lebih mudah membukanya jika kau pakai hanbok ini," ujar Renjun jengah.

"Lagipula aku yakin Putra Mahkota akan menyukainya," lanjutnya sambil menaikturunkan alisnya.

Semu merah dikedua pipi Jeno tak dapat dihindari. "Apanya yang mudah dibuka?! Pikiranmu kotor sekali."

Renjun menatap Jeno sinis. "Halah. Tidak usah sok polos. Kita itu sudah 24 tahun, kau pasti paham benar apa yang ku maksud."

"Aku yakin kau sudah pernah memimpikannya atau mungkin membayangkannya. Tidak usah naif kau." Renjun kembali menarik Jeno untuk berdiri, "Ayo cepat, sebelum Putra Mahkota kembali," ulang Renjun lagi.

"Aaakh! Tidak mau!" Jeno menahan tangan Renjun. "Aku ini laki-laki. Memakai hanbok itu? Ughh.. Memalukan."

Renjun memutar bola matanya malas, "Kenapa memalukan? Sudah kubilang kau hanya memakainya di depan suamimu? Apanya yang memalukan?"

"Makanya itu!" Sungut Jeno, "Aku malu memakainya di depan Mark hyung," ucapnya melirih. Wajahnya semakin merah sekarang.

"Kenapa malu? Justru suamimu itu akan menyukainya. Kau tidak mengerti?" Renjun menjeda sebentar, "Ini itu salah satu upaya seorang istri menyenangkan suaminya."

Batasan | MARKNO [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang