Tok... Tok... Tok...
Gerakan Jeno menyisir rambut terhenti saat mendengar pintu kamarnya diketuk diiringi dengan suara Doyoung yang terdengar.
"Jeno, boleh ibu masuk?"
Jeno menghentikan aktivitasnya sebentar, ia menatap pintu yang masih setia tertutup. Jeno bingung, haruskah ia mempersilahkan ibunya masuk, atau malah mengabaikannya?
Huhh.... Jeno menghembuskan napas dalam.
"Masuk saja," Ujarnya setelah berpikir cukup lama. Mungkin sudah saatnya ia berbicara pada sang ibu.
Doyoung membuka pintu kamar Jeno perlahan. Dapat ia lihat, Jeno tengah menyisir rambutnya sambil duduk bersila di lantai kayu, menatap kearah cermin ukuran sedang di depannya.
Doyoung mendekati Jeno. Duduk di belakang putranya, dan mengambil alih sisir yang dipegang Jeno. Ia kemudian menyisir rambut Jeno lembut.
Sedangkan Jeno, ia hanya diam membiarkan sang ibu melakukan itu.
"Rambutmu sudah lumayan panjang. Ingin ibu beri minyak rambut? Kau suka memakainya 'kan?" ucap Doyoung sembari tangannya tetap menyisir surai putranya telaten.
"Nanti saja."
Jeno memilin ujung hanbok yang dikenakannya. Ia gugup. Jujur, masih ada ketakutan yang Jeno rasakan jika berhadapan langsung dengan Doyoung.
Hening selama beberapa menit. Doyoung lebih memilih menyelesaikan kegiatannya.
"Maafkan ibu," tuturnya setelah selesai merapikan rambut Jeno.
Jeno terdiam, menatap ibunya dari cermin di depannya.
Doyoung menunduk dalam, "Maafkan ibu, sayang." suaranya bergetar.
Jeno langsung membalikkan tubuhnya menghadap Doyoung. Dapat Jeno lihat beberapa tetesan air jatuh ke hanbok berwana merah muda yang sedang dikenakan oleh ibunya.
"Ibu kenapa menangis?" Tanya Jeno panik. Ia menangkup wajah ibunya, mendongakkan wajah sang ibu agar menatapnya.
Jeno mengusap air mata yang turun dari netra cantik Doyoung, "Ibu jangan menangis. Maafkan aku."
Doyoung menggelengkan kepalanya ribut, "Tidakk. Ibu yang harus minta maaf. Ibu salah. Maafkan ibu, Jeno." air mata kian deras turun ke pipinya.
Jeno langsung membawa Doyoung kedalam pelukannya. Entah karena hatinya masih sensitif atau apa, Jeno malah ikut menangis di bahu sang Ibu.
"Sungguh, ibu benar-benar menyesal. Ibu tidak tahu jika cara ibu itu menyakitimu." Doyoung membalas pelukan putranya erat.
"Maafkan ibu juga karena sudah menamparmu waktu itu. Ibu benar-benar terbawa emosi, ibu kelepasan memukulmu." Doyoung semakin menangis mengingat hal itu. Sungguh, bagaimana bisa seorang ibu mengangkat tangannya pada sang anak.
Doyoung melepaskan pelukan Jeno, "Maafkan ibu, sayang. Maafkan ibu. Apakah sangat sakit?" lanjutnya sambil mengusap pipi kiri Jeno yang pernah ia tampar dengan lembut.
Jeno menarik ingusnya, kemudian mengangguk beberapa kali. "Sangat sakittt," adunya.
"Ibu benar-benar minta maaf, Jeno. Ibu benar-benar minta maaf." Doyoung kembali memeluk Jeno sambil terus mengucapkan permintaan maaf. "Kau mau memaafkan ibu 'kan?" Ia mengusap-usap punggung Jeno.
Jeno hanya mampu mengangguk berkali-kali, terlalu sulit baginya untuk sekedar mengeluarkan sepatah kata.
Doyoung tersenyum, dalam hati ia mengucap ribuan ucapan syukur dan terimakasih. Ia melepaskan pelukannya, mengusap air mata yang masih mengalir di pipi tembam putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batasan | MARKNO [END]✔️
FanficPersetan dengan batasan. Jeno akan melewati batasannya malam ini. bxb! MARKNO Mark dom! Jeno sub! MPREG! Gak suka? Gak usah baca lah!