Chapter 38

1K 90 3
                                    

Pengumuman pernikahan Mark dan Jeno sudah tersebar ke seluruh penjuru Giryeo. Dan seperti yang Doyoung khawatirkan, banyak orang yang menentangnya.

Bahkan para petinggi kerajaan langsung menolak keputusan Taeyong mentah-mentah saat Taeyong memberitahukannya pada mereka.

Namun, mereka tetap tidak bisa merubah keputusan sang Raja. Apalagi saat Taeyong sudah membawa-bawa tentang kekuasaannya.

Meskipun masih belum terima jika Ratu yang akan memimpin mereka selanjutnya hanya dari kalangan menengah kebawah, mereka menyetujui keputusan Taeyong. Karena bagaimanapun mereka tidak akan bisa menentang perintah Raja.

Namun, diantara banyaknya masyarakat dan petinggi kerajaan yang menentang pernikahan Mark dan Jeno, tak sedikit pula yang mendukung pernikahan mereka.

Para masyarakat sudah mengenal Jeno dari kecil, mereka tahu bagaimana sikap Jeno. Jadi, mereka setuju-setuju saja jika Jeno yang akan menjadi Ratu mereka. Lagipula mereka tahu Jeno anak yang baik, Jeno pasti bisa memimpin kerajaan ini dengan baik juga.

Terlepas dari semua pandangan masyarakat yang berbeda, Mark selalu berada disamping Jeno. Seperti janjinya pada Jaehyun dan Doyoung, ia akan selalu melindungi Jeno.

Sore ini, Jeno dan Renjun berada di pasar. Renjun meminta Jeno menemaninya mencari hanbok yang bagus untuk ia kenakan saat pernikahan sang sahabat nanti.

Sepanjang langkah Jeno menyusuri jalanan pasar, banyak orang yang menatapnya. Ada yang menatapnya sinis, tidak suka, dan ada beberapa yang membicarakannya dibelakang.

Hal itu membuat Jeno tidak nyaman. "Renjunn... apa sudah selesai? Ayo kita pulang," ajaknya setengah merengek.

Renjun menatap Jeno datar. "Apanya yang selesai? Kita baru saja sampai. Aku bahkan belum melihat satu hanbok 'pun."

Jeno merengut, "Ayo cepat kalau begitu." Jeno tidak nyaman diperhatikan seperti ini oleh orang-orang. Padahal dulu Jeno sangat yakin akan bisa mengatasinya, ternyata kenyataannya tidak mudah seperti bayangannya.

Renjun memperhatikan sekitar. Ternyata memang banyak orang yang menatap Jeno. Pantas saja sahabatnya ini merengek untuk cepat pulang.

Renjun melihat ada orang yang menatap Jeno sinis. "Apa lihat-lihat?! Ingin kucolok matamu itu hah?!" hardiknya dengan menatap tajam orang itu.

Setelah mendengar kalimat Renjun, orang itu segera bergegas pergi dari tempatnya.

"Renjunn, jangan begitu," keluh Jeno.

Renjun memutar bola matanya jengah, "Jeno, aku 'kan sudah bilang padamu, jika mereka berlaku buruk padamu, balas saja. Jika kau hanya diam membiarkan, mereka malah akan menjadi-jadi nanti."

"Kau tidak perlu berlaku baik pada orang yang memperlakukanmu buruk. Dunia ini dipenuhi oleh orang-orang jahat. Bukanlah kesalahan jika kau membalas mereka."

"Lagipula, memangnya kau ingin mendekam terus di dalam rumah? Tidak mungkin 'kan? Jadi, jalan satu-satunya adalah membalas mereka," lanjut Renjun seraya menarik tangan Jeno untuk mengikutinya mencari hanbok yang dia butuhkan.

Jeno hanya diam memikirkan kalimat Renjun barusan sambil mengikuti langkah sang sahabat.

Membalas yaa?

"Jeno, bagaimana dengan ini?" Tanya Renjun menarik atensi Jeno dari pikirannya.

Jeno menatap hanbok yang Renjun tunjukkan, ia menatap Renjun aneh. "Bukannya itu hanbok perempuan?"

Memang hanbok yang ditunjukkan Renjun itu hanbok yang biasa dipakai perempuan. Jeogori pendek berwarna putih gading dipadukan dengan chima berwarna oranye.

"Bagaimana kalau ini?" Tanya Renjun lagi menunjukkan hanbok lain.

Jeno menatap Renjun datar, "Bukankah itu sama saja? Sama-sama hanbok perempuan. Dan lagii, itu hanbok biasanya dipakai untuk tidur." Apa-apaan sahabatnya itu, memilih 2 hanbok, tapi sama-sama hanbok perempuan. Mana yang kedua adalah hanbok tidur lagi. Dapat terlihat dari hanboknya yang hanya berwarna putih polos tanpa ada motif atau tambahan apapun.

Renjun memutar bola matanya, "Hei, aku bertanya padamu bagus atau tidak. Bukannya bertanya apakah ini hanbok perempuan atau bukan."

"Ya 'kan kau memintaku menemanimu mencari hanbok untuk dipakai menghadiri pernikahan. Itu hanbok perempuan, Renjun," protes Jeno gemas dengan pikiran Renjun.

"Sudah jawab saja. Bagus atau tidak," desak Renjun tak menghiraukan apa yang barusan dikatakan Jeno.

"Yaa... Bagus. Yang pertama terlihat cantik. Untuk yang kedua aku rasa itu akan nyaman dipakai saat tidur," ucap Jeno menunjuk kedua hanbok yang tadi dipegang Renjun bergantian.

Renjun tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

Jeno hanya menatap Renjun aneh, entah apa yang ada dipikirkan sahabatnya itu.

"Kau akan membelinya?" Tanya Jeno yang tidak dijawab oleh Renjun.

Saat ingin bertanya lagi, pundak Jeno lebih dulu di tepuk oleh seseorang. Membuatnya menoleh ke arah orang tersebut.

"Oh, benar ternyata. Ini Jung Jeno," ucap gadis yang tadi menepuk pundak Jeno dengan nada sarkas.

Jeno menatap gadis itu. Ia tahu jelas siapa gadis ini. Namanya Yeri, Kim Yeri. Putri meteri perpajakan yang selalu mengejar Mark dari dulu.

"Aku tidak menyangka akan bertemu dengan calon Ratu Giryeo selanjutnya disini," ujar Yeri dengan menekankan kata 'calon Ratu'.

"Aku tidak tahu apa yang kau lakukan pada Putra Mahkota sehingga dia mau saja menikahimu. Tidak ada yang menarik darimu." Yeri menatap Jeno dari atas ke bawah, "Kau memakai guna-guna 'kan?" Tuduhnya.

"Heh! Kalau bicara jangan seenaknya!" Seru Renjun dari belakang Jeno.

Sepertinya Renjun sudah selesai membeli hanbok nya. Terlihat dari 2 bungkusan yang ada di tangannya.

"Jangan ikut campur. Kau hanya anak petani diam saja," ejek Yeri merendahkan Renjun.

"Dan kau yang anak menteri bicara tidak sopan begitu. Memangnya pantas?"

Bukan Renjun yang menjawab, melainkan Jeno.

Yeri menatap Jeno sengit, "Ohhh.. Rupanya kau sudah jadi berani gara-gara akan menikahi Putra Mahkota, yaa."

"Hey, ingat statusmu. Kau hanyalah anak pengawal dan tabib kerajaan. Dasar tidak tahu malu."

Jeno terkekeh remeh, "Meskipun statusku rendah sekarang, bukankah sebentar lagi itu akan berubah. Akan tiba saatnya kau memanggilku Yang Mulia Ratu."

"Dan juga, bukan aku yang tidak tahu malu, tapi kau! Meski kau anak meteri perpajakan, tapi kelakuanmu tidak menunjukkan sopan santun kepadaku, yang notabenenya adalah calon istri Putra Mahkota." Jeno menatap Yeri tajam. "Juga, sudah tahu Mark hyung tidak menyukaimu, tapi kau masih saja mengejarnya seperti seorang gadis gila."

"Jadii, yang tidak tahu malu disini siapa?" lanjut Jeno menyelesaikan perkataannya.

Setelah itu Jeno menarik pergelangan tangan Renjun yang masih melongo ditempatnya untuk segera pergi dari toko ini.

Renjun mengedipkan matanya beberapa kali, sedikit terkejut melihat tindakan Jeno barusan. Ia melangkahkan kakinya mengikuti Jeno yang berjalan di depannya dengan kesadaran yang masih belum penuh.

Sedangkan Yeri, ia menatap tidak percaya pada Jeno. Jeno benar-benar mengalahkannya telak.

"Oh, satu lagi..." Jeno berhenti berjalan, berbalik ke belakang menatap Yeri. "Aku tidak memakai guna-guna, Mark hyung saja yang terlalu mencintaiku," ucap Jeno sembari tersenyum manis menampilkan matanya yang membentuk bulan sabit.

Setelahnya Jeno benar-benar melangkahkan kakinya pergi dari toko ini.









TBC









Jeogori (atasan tradisional) merupakan pakaian dasar yang menutupi lengan dan bagian atas tubuh pemakainya.

Chima merupakan rok luar wanita yang dibuat sebagai padanan jeogori.

Batasan | MARKNO [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang