15. Dua Arti Kehangatan

70 62 19
                                    

Happy reading!!!

•••

Tanpa terasa bel pulang telah berbunyi. Azra yang ingin menanyakan kemana perginya Esta tadi, tidak jadi. Esta sudah mengatakan kepadanya mau keluar, tapi kemana? Tidak mungkin dirinya terus menerus menanyakan hal itu. Selama waktu istirahat pun ia tidak melihat Sagatha. Atau mungkin dirinya yang tidak berkeliaran, jadi tidak melihat Sagatha.

Azra teringat dengan ucapan Esta yang memintanya untuk menjauhi Sagatha. “Zra, kamu mending jauhin Kak Sagatha deh. Aku takut kamu sakit hati nantinya karena Kak Sagatha. Kita tahu Kak Sagatha itu gimana, aku gak mau dia nyakitin kamu Zra!”

Jika Esta mengira Sagatha akan menyakitinya, untuk apa ia membuat tantangan konyol seperti itu? Jika Esta akan mengira seperti ini, untuk apa ia melakukan semua ini? Memang dari dulu Azra sudah tidak menganggap tantangan itu. Pertemanannya dengan Sagatha itu benar-benar pertemanan. Tidak ada niat terselubung dihati Azra. Ia tidak peduli dengan tantangan itu. Dirinya dan Sagatha sudah berteman, dan ia harus meninggalkannya karena Esta yang memintanya? Tentu saja tidak!

Azra merasa kesal karena El tidak mengangkat teleponnya. Pasti adiknya itu sedang tidur saat ini. Apakah ia tidak ingat bahwa kakaknya ini harus dijemput?

“Butuh hotspot lagi?” suara yang berasal dari belakang membuat Azra sedikit kaget.

“Kak Sagatha! Kemana aja? Aku mau na-” ucapan Azra terpotong.

“Kamu ngajak aku ketemuan tapi kamu juga yang gak datang.” Sagatha mengernyitkan alisnya.

Azra berpikir beberapa saat. Apakah suara hatinya yang tadi pagi terdengar oleh Sagatha? Tentu saja itu tidak mungkin.

“Ajak ketemuan kapan Kak?” tanya Azra.

“Tadi pagi, di ruang basket! Kamu juga yang chat aku!”

Ini lebih mengherankan. Azra cengengesan, “Kakak kebayang aja! Hp aku gak ada Kak, ini aku pake hp Mama.” Azra menunjukkan benda pipih milik ibunya.

“T-tapi ini beneran kamu! Aku gak halu!”

“Kenapa pake hp Mama kamu?” Sagatha duduk di bangku yang ada di sampingnya. Azra tetap berdiri, ia tidak enak jika duduk. Tidak tenang!

“Makanya jangan asal nuduh! Akibat aku ketabrak kemarin itu karena ngejar orang yang ambil hp aku! Iya, aku lagi telepon Kakak, tapi hp diambil gitu aja,” ucap Sagatha.

Sagatha merasa ada seseorang dibalik semua ini. Sagatha mencurigai seseorang, tapi ia tidak mungkin memberitahu Azra. Gadis itu akan marah dan tidak mau bicara lagi dengannya jika ia mengatakan itu.

“Jangan lupa ucapin terima kasih banyak sama temen kamu itu, Esta.”

Azra mengernyit, “Kenapa?”

“Karena tantangan dari dia, kamu jadi temen aku. Rasa benci dihati kamu ilang, dan aku gak dendam lagi sama kamu,” ucap Sagatha santai.

“Kakak marah?”

Sagatha sudah mengetahui tantangan itu? Siapa yang memberitahu Sagatha? Apakah tantangan ini sudah tersebar di sekolah? Pertanyaan-pertanyaan itu melayang dibenak Azra. Tidak ada perbincangan diantara mereka. Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing.

“Zra, jauhin Esta,” ucap Sagatha.

“Gimana sih! Esta minta aku buat jauhin Kakak, sekarang Kakak minta aku buat jauhin Esta! Terus aku sama siapa?” Azra mendelik.

Kenapa kedua sahabatnya selalu berpikir menjauh, menjauh dan menjauh? Mereka bertiga bisa bersatu. Entah apa yang membuat Sagatha berpikir seperti itu.

“Kak, aku gak bisa jauhin Esta. Dia sahabat aku dari SMP, bahkan dari kecil. Aku juga gak bisa jauhin Kakak.”

Jalinan Oksimoron [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang