12. Terulang dan Akan Terjadi

94 79 6
                                    

Happy reading!!

•••

Azra kesiangan, tapi tidak separah ketika ia pertama kali bertemu dengan Sagatha. Semalam dirinya tidak bisa tidur karena memang tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh Saina, dan masalahnya yang lain.

Anak Curut

Gue tunggu depan komplek,
takut itu ngikutin

"Kamu kapan mau berhijab Zra?" suara diambang pintu.

"Kalau kamu gak mau berubah karena Mama, tolong berubah karena Allah." Santi meninggalkan putrinya.

Hari minggu kemarin...

"Azra, kamu cantik kalau berhijab. Walaupun kamu juga cantik kalau gini juga," inilah yang sering diucapkan oleh ibunya, permintaan terbesar ibunya.

Azra tersenyum menatap kedua orang tuanya. Malam hari memang sering digunakan untuk berbincang. Sekarang mereka berkumpul, tentu saja tanpa Kenzi. Azra merasa senang jika Kenzi tidak ikut kumpul. Kenzi selalu memancing emosinya jika mereka kumpul keluarga.

"Iya Bu, aku usahain." Azra tersenyum.

"Zra, umur gak ada yang tahu, gimana kalau ibu meninggal besok atau minggu depan? Terus keinginan ibu belum terpenuhi?"

Azra berdecik, "Jangan ngomong gitu Bu! Ibu mau nemenin aku katanya, Ibu juga mau sama-sama terus sama aku," ucap Azra meminta dukungan dari El yang duduk di sampingnya.

"Iya, setiap yang bernyawa pasti akan mati, tapi luka aku belum sembuh Bu. Aku gak sanggup," sambung Azra.

Santi tersenyum menatap kedua buah hatinya. "Iya, tapi kata ibu apa? 'Kalau', kalian harus terus saling menyayangi ya! El harus bisa jaga Kakak, Azra juga harus menyayangi adek. Ini berlaku buat seumur hidup!"

Azra tahu itu demi kebaikannya, tapi kenapa begitu sulit? Begitu sulit meninggalkan keinginan dunia, kebahagiaan dunia. Ia harus siap dengan segala ujian yang menimpanya setelah nanti berhijrah. Ia tahu hijrah itu sulit, tapi ia akan mengusahakannya. Bukan untuk Ibunya, tapi untuk memenuhi kewajibannya sebagai muslim.

Entah mengapa Azra memutuskan untuk naik angkot hari ini. Ia ingin sekali merasakan naik angkot ketika berangkat sekolah. Waktu SMP ia ikut kepada ibunya, dan awal SMA ia diantar oleh ayahnya dan baru beberapa saat membawa motor.

Azra berjalan menuju depan gapura, ia menunggu angkot di sana. Karena biasanya angkot selalu berhenti di sana. Ia ingin menelepon Esta, bagaimana pun mereka bersahabat. Azra tidak mau hubungan persahabatan mereka rusak karena alasan yang tidak diketahui.

Iya, perpisahan itu menyakitkan. Tapi, ternyata lebih menyakitkan diabaikan. Inilah yang dirasakan oleh Azra saat ini. Hatinya sakit selalu mendekati Esta, tapi tidak dianggap seperti ini.

Beberapa saat ia menunggu tidak ada angkot yang berhenti. Tidak seperti biasanya. Lama kelamaan ia bisa telat jika harus menunggu seperti ini. Azra memutuskan untuk berjalan ke depan, berharap ada angkot atau ojek yang lewat. Esta tidak mengangkat teleponnya, anak itu juga tidak membaca pesan singkatnya mengenai dirinya yang ingin naik angkot. Mungkin, Esta sedang ada diperjalanan.

"Gak ada ojek atau angkot. Mama sama El udah berangkat." Azra bermonolog.

Ia harus menelpon Sagatha! Azra mendengarkan suara ponselnya, sudah pasti didekat telinga. Seperti itulah orang yang sedang menelpon pada biasanya.

"Argh!" teriak Azra, ponselnya itu ditarik begitu saja oleh pengendara motor. Azra berusaha mengejarnya. Tentu saja tidak membuahkan hasil, motor itu melaju dengan cepat.

Jalinan Oksimoron [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang