22. Kilas Balik

91 67 163
                                    

“Saya mabuk, sudah beberapa hari kita tidak bertemu. Sore itu, saya pergi ke rumah teman saya. Di sana, teman saya melihat Saina bersama laki-laki lain. Keadaan saya waktu itu sedang mabuk. Saya marah, dan saya segera pergi ke jalan yang selalu Saina lalui. ”
Ucapan itu terus terngiang.

Flashback on

Saina ada kelas sore hari ini. Tapi, ia berangkat dari pagi karena harus menyiapkan beberapa keperluan. Ia juga ingin memberikan hadiah kecil kepada Azra. Ini bukan hari ulang tahunnya, tidak ada acara apa-apa. Tapi, Saina ingin sekali memberikan sesuatu untuk adiknya itu.

Zysa Inara, atau yang sering disebut Saina. Gadis cantik yang bisa membuat siapa saja luluh. Hidung mancung, bulu mata lentik, dan lesung pipi membuat senyumnya semakin manis.

Saat ini Saina berada di toko buku. Sebenarnya, toko buku ini berada di dalam mall. Ia memilih-milih kanvas untuk Azra. Pasti Azra akan senang jika melihat kanvas-kanvas ini berada di kamarnya saat ia pulang. Azra, El, dan Papanya saat ini tidak ada di rumah. Iya, Azra mengajaknya, tapi Saina tidak mau ikut. Ia lebih memilih diam di rumah bersama Mama dan kakak tirinya.

Kanvas berbentuk segitiga itu bagus, Saina mengambilnya. Tapi, bersamaan dengan itu, seorang laki-laki juga mengambilnya.

“Sorry!” ucap laki-laki itu.

“Iya gak apa-apa.” Saina mendongak.

“Dimas!” Saina tersenyum. Teman sewaktu SMA, juga teman satu Universitasnya.

Dimas menyimpan kanvas itu dikeranjang milik Saina. “Buat kamu, perasaan kamu gak suka lukis. Mau belajar?”

“Makasih. Nggak, ini buat adik aku. Aku kayak pengen kasih sesuatu sama adik aku yang suka melukis. Kamu bisa bantu aku buat cari-cari kuas sama water color yang bagus?”

“Dengan senang hati,” ucap Dimas seraya tersenyum.

“Kamu gak pake cat akrilik atau cat minyak aja?”

Saina menggeleng, “Water color aja,” ia tertawa

Mereka berdua menelusuri rak-rak itu. Lebih tepatnya Dimas yang sibuk. Ia lebih tahu tentang alat-alat yang bagus, karena memang dia anak seni lukis sejak dulu. Saina ingin memberikan yang terbaik untuk Azra. Walaupun ini hanya hobi Azra, dan adiknya itu tidak ingin menekuni seni lukis. Tapi, Azra pasti senang. Ia harus menyembunyikan ini semua dari ibunya. Azra sering dimarahi hanya karena ia membeli kanvas.

“Semua bagus, kamu mau beli yang mana?” tanya Dimas setelah mereka berhenti di depan deretan cat air.

“Aku bingung, aku gak tau harus pilih yang mana.” Saina mengilik cat air tersebut.

Ia tidak tahu harus mengambil yang mana. Semua tampak sama, dan tidak ada beda menurut dirinya.

“Aku sering pake yang ini, semoga Azra suka.” Dimas mengambil salah satunya.

“Kamu mau beli kuas satuan? Atau satu set?” tanya Dimas.

Saina berpikir sejenak, ia tidak tahu harus membeli yang mana. “Satu set aja, biar Azra bisa leluasa milih kuasnya.”

Keranjang itu sekarang sudah penuh dengan keperluan Azra, dan novel-novel untuknya. Azra kurang suka membaca. Tapi, ia bisa menumpahkan rasa sedihnya ke kanvas itu. Tidak seperti dirinya.

“Kamu gak jadi beli kanvas?” tanya Saina.

“Eh iya lupa!” Dimas kembali menelusuri rak-rak itu.
Saina menunggunya, akibat permintaan tolongnya,

Dimas melupakan sesuatu yang harus ia beli. Saina tidak bisa memotret kanvas ini. Benda pipih miliknya itu rusak, dan ia tidak bisa menghubungi Selia atau Agatha. Sahabat kecilnya kembali setelah beberapa tahun berpisah. Dirinya dan Selia akhirnya bisa bertemu setiap hari lagi seperti dulu.

Jalinan Oksimoron [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang