6. Beban Hati

126 101 42
                                    


"Orang tua membentak untuk membentuk"

Happy reading!!

•••

Azra menikmati hembusan angin segar dimalam hari. Dirinya sudah izin untuk pulang malam karena mengerjakan tugas terlebih dahulu di rumah Esta. Jika dirasakan, tidak bertemu dengan Kenzi ternyata semenenangkan ini. Ia sayang kepada kakaknya itu, tapi ia juga lelah tidak dianggap dan tidak disayangi selama ini.

Kapan kakaknya itu bisa berubah? Semenjak dirinya duduk dibangku SMA, Kenzi tidak pernah memperlakukan dirinya seperti saat itu.

Flashback on

Pukul 3 sore...

Azra dengan tas besarnya memasuki rumah. Rumahnya sepi, mungkin orang tua dan adiknya pergi. Ia telat pulang karena mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya. Azra melangkah perlahan menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Ia takut bertemu dengan kakaknya.

"Dari mana kamu Azra?"

Suara itu menghentikan langkah Azra. Rasa ketakutan menyelip begitu saja ke hati Azra. Rasa takutnya kepada Kenzi lebih besar daripada rasa takutnya kepada hantu.

"Kamu itu udah tinggal di rumah orang, suka kelayapan gak jelas, dari mana kamu? Jangan mentang-mentang Mama saya sama Ayah gak guna kamu itu sayang sama kamu! Ini rumah almarhum Papa saya. Jadi kamu, Ayah, El, dan Ica itu cuman numpang di rumah ini!"

"Cuci piring!" Kenzi menghampiri Azra, ia mengambil paksa tas yang ada dipunggungnya.

Azra menggeleng, ia tidak bisa mencuci piring. "Aku gak bisa Kak." Azra menunduk lesu, ia memejamkan matanya.

"BELAJAR!" teriak Kenzi.

Azra membuka matanya dan memberanikan diri untuk memandang Kenzi. "Mama juga pernah ngomong kalau aku belajar cuci piring pas SMP aja."

"CUCI PIRING ATAU SAYA KELUARKAN DARI RUMAH INI?!" Azra didorong sampai tubuhnya terhuyung.

Azra yang baru duduk dikelas IV SD itu mengambil kursi plastik yang biasa digunakan El untuk belajar. Ia tidak cukup tinggi untuk bisa meraih tempat pencucian piring itu. Bagaimana caranya untuk ia bisa mencuci piring, gelas, sendok itu dengan bersih? Ia sering memperhatikan Ibunya dan saat ini ia harus bisa melakukannya.

Diambilnya satu gelas itu, Azra mengambil spons dan membasahinya dengan air tidak lupa ia memberikan sabun pencuci piring di atasnya. Azra menggosok beberapa gelas, piring dan sendok. Ia ingat, Ibunya menggosok dan membersihkan semua dengan spons. Lalu yang terakhir dibilas.

Pukul 4 sore...

"Kamu perlu waktu satu jam buat nyuci piring?" tanya Kenzi setelah Azra melewati ruang keluarga.

Azra menunduk, ia menghampiri Kenzi. "Aku gak bisa Kak, jadi susah buat bersihin terus bilas itu semua. Piring sama gelas kotornya juga banyak," ucap Azra.

"KAMU ITU BISANYA APA SIH?"

"Cuci piring gak bisa, nyapu gak bisa, cuci baju gak bisa!" Kenzi yang sedang tiduran saat ini bangkit menghampiri Azra.

Azra menunduk. Ia menginginkan Ibunya pulang lebih cepat saat ini. Ia juga ingin memberi tahukan sikap asli kakaknya, tapi ia takut. Semua ancaman yang tidak mungkin dilakukan itu telah meracuni pikiran Azra. Ia masih kecil, dan ia tidak ingin pergi dari rumah ini. Tapi, apakah anak kelas 9 SMP bisa mengusir adiknya yang masih kecil begitu saja?

"Tapi, Kakak bisanya cuman tidur sama main hp," ucap Azra santai.

Kenzi mencengkram bahunya cukup keras. Azra meringis kesakitan. "Apa maksud kamu?"

Jalinan Oksimoron [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang