19. Ketakutan

49 43 13
                                    

Happy reading!!!

•••

Azra merasa tidak enak karena harus meninggalkan ekstrakulikuler. Ia tetap hadir, tapi dengan catatan hanya melihat mereka berlatih. Sikap Sagatha kembali berubah, saat ini laki-laki itu kembali tidak peduli dengan dirinya. Tapi, mereka semua percaya bahwa Azra tidak mungkin melakukan ini semua.

Walaupun ia ingin bergabung, tapi ia juga tidak ingin kakinya itu tambah sakit. Kak Chairul, coach mereka tidak ingin melihat Azra menginjak lapangan saat ini. Pasti ia akan memarahinya jika ketahuan ikut latihan. Azra menikmati semilir angin di samping lapangan. Chairul menyiapkan sebuah kursi dengan payung.

Suara peluit menghentikan mereka semua. Azra memandangnya dengan wajah murungnya. Mereka menghampiri Azra. Azra menjadi tempat penitipan air mineral saat ini. Ia memberikan air mineral kepada pemiliknya.

“Azra, kamu mau kemana?” tanya Chairul ketika melihat Azra bangkit.

“Aku mau duduk di bawah Kak, aku gak sopan disini.”

“Muka-muka kayak lo gak pantes sok baik!” sergah Sagatha.

Azra menatap tajam ke arah Sagatha. “Orang kayak lo yang gak pantes ngomen hidup orang!” timpal Azra.

“Emang bener-bener ya! Tukang rusuh, galak, gak guna!”

“Daripada tukang tawuran, suka nuduh orang, sok dingin, jelek!” Azra mendelik, ia duduk diantara mereka, tapi dengan jarak.

Chairul menghentikan Sagatha dan Azra. Mereka semua tertawa, perdebatan Sagatha seperti sebuah hiburan bagi mereka.

“Kalian sama-sama suka debat, gimana kalau ikut lomba debat?” Ihsan tertawa terpingkal-pingkal.

Chairul membuat mereka semua diam, “Kalian jangan gitu! Mereka itu suka debat, dingin, jutek, namanya sama. Kebayang nanti ada undangan Azra dan Ezra,” ucapan Chairul membuat tawa mereka semakin keras.

“Kalau gue, gak mungkin ya bikin undangan sama cewek galak, sok jutek, gak tau diri ini.” Sagatha melempar tatapannya.

“Nama gue gak boleh bersatu sama nama orang sok jagoan, tukang pamer, jelek, pokoknya gak banget!” Azra bergidik.

“UDAH!” Chairul menahan tawanya.

Ia menimang ucapannya. Pelatihnya itu sangat mencurigakan. Ia tersenyum dengan alisnya yang diangkat, juga matanya yang mengedip, sepertinya memberikan kode.

“Mending sekarang lo anterin calon istri. Kasian kakinya sakit, gak bisa bawa motor. Lo anterin ya, nanti Kakak anterin motor kamu,” ucap Chairul.

“Ya kali! Ogah! Dia gak jalan kaki sambil bawa motor dipundaknya, gak! Lebay!” seru Sagatha.

Chairul menggeleng, “Heh, gue jelekin ya nilai olahraga! Azra itu satu-satunya cewek disini! Seharusnya lo melindungi dia!”

“Iya, ada yang lain, tapi katanya tadi lo pusing, mending balik sana! Gak papa baru satu kali istirahat juga!” ucap Chairul. Jawaban dari semua pembelaan Sagatha. Sepertinya pelatihnya itu bisa membaca pikirannya.

“Lah, kok bawa-bawa nilai? Gak adil!” Sagatha membuang wajahnya.

“Gak ada yang adil didunia ini, kalau lo gak pernah merasa cukup.” Chairul menahan tawanya.

Sagatha bangkit, ia melirik Azra yang saat ini menatapnya dengan tatapan tajam. Mereka semua kembali tertawa. Apakah setiap hal yang dilakukan oleh Sagatha terlihat lucu bagi mereka? Menurut Azra sikap, dan wajah Sagatha sangat menyebalkan saat ini.

Jalinan Oksimoron [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang