13. Menjauh!

89 75 4
                                    

Happy reading!!!

•••

Azra mengedarkan pandangannya, ruangan putih dengan bau khas itu. Ia melihat El yang sedang sibuk dengan bukunya. Tidak ada orang tuanya di sini. Azra berpikir bahwa mereka belum pulang.

“Kak!” El menghampirinya.

Azra merasakan ketakutan yang luar biasa ketika tersadar bahwa dirinya saat ini berada di rumah sakit.

“Kak, istighfar ya. Kakak jangan takut.” El menggenggam tangan Azra.

El ingin mengatakan bahwa Sagatha yang telah membawa kakaknya itu kesini. Tapi, jika orang tuanya tahu, pasti ia akan dimarahi. Entah apa yang menyebabkan mereka bersikap seperti itu kepada teman baru kakaknya.

“Alhamdulillah, Kakak udah sadar. Mama sama Papa pulang dulu,” ucap El.

Azra merasa ketakutannya itu meningkat. Sama seperti kejadian yang lalu, suster selalu bilang bahwa keluarganya itu pulang terlebih dahulu, tapi ternyata mereka mengurus kasus pembunuhan kakaknya. Apakah terjadi sesuatu yang buruk kembali?

“Gak Kak, semua baik-baik aja.” El seakan bisa membaca pikiran Azra.

Gadis itu mencoba menenangkan pikirannya. Ia tidak boleh seperti ini, ia harus bisa sembuh dari rasa traumanya itu. Bayangan Saina muncul begitu saja. Ini sama saja! Azra menarik nafasnya panjang.

“El, Kakak kenapa?” ucap Azra terbata-bata.

“Kakak kecelakaan, tadi K—” El menghentikannya, ia hampir saja mengatakan nama Sagatha.

Azra menyadari ada yang disembunyikan oleh adiknya ini. Tapi, ia malas memaksanya untuk jujur. Jam berada tepat di depan Azra. Jam itu menggantung dan menghadap langsung ke ranjangnya. Pintu berada di samping kirinya. Jam setengah lima, pasti ia tidak sekolah. Siapa yang telah menolongnya?

Azra baru ingat, ia kecelakaan setelah mengejar motor orang yang telah mencuri ponselnya. Tapi, kemana orang yang tadi ia telepon? Kenapa saat ini ia tidak ada di sini? Apakah Sagatha tidak tahu bahwa dirinya kecelakaan? Mungkin, memang Sagatha tidak mengetahui hal itu. Sudahlah, ia memang tidak dibutuhkan dikehidupan Sagatha.

Seseorang tolong katakan bahwa Sagatha yang telah menyelamatkannya!

Pintu ruangan terbuka, seseorang dengan masker yang menutup sebagian wajahnya. Sweater berwarna hitam dan topi yang senada membuat Azra mereasa takut. Orang itu tampak seperti penjahat. Azra memberikan kode kepada El. Tapi, adiknya itu tidak mengerti, ia tetap mengelus tangan kakaknya.

“Jangan takut, ini Sagatha,” orang itu membuka topi dan maskernya.

El bangkit, ia menghampiri Sagatha. “Kakak ngapain kesini? Gimana kalau Mama sama Papa datang?” El berbisik.

Sagatha tidak menghiraukan ucapan El. Ia menghampiri Azra. Sahabatnya itu kini terbaring lemah. Ia tidak bisa beradu jotos lagi dengannya.

“Halo Az! Maaf gue telat, gimana keadaan lo?”

Azra memalingkan wajahnya. Ia tidak ingin melihat wajah Sagatha yang menyebalkan ini. “Baru inget punya temen?” sindir Azra.

“Ya maaf.” Sagatha duduk ditempat yang semula diduduki El.

“Sepuluh menit aja gue bisa duduk di sini Zra, setelah itu gue harus balik lagi ke rumah. Maaf gak bisa nemenin lo,” ucap Sagatha.

Azra menautkan kedua alisnya. “Katanya mau ketemu sama Mama, mau minta tolong bikinin nasi goreng spesial.”

Sagatha menatap Azra. Temannya itu tidak tahu bahwa satu keluarganya membencinya. Azra tidak akan mengerti jika ia menceritakannya. Tapi, Sagatha ingin menikmati waktu terakhirnya. Iya, waktu terakhir sebelum Azra meninggalkannya. Karena Azra akan mengetahui hal itu, dan pasti ia akan marah dengan hal itu. Papanya sendiri, tidak mengizinkan Sagatha untuk menjadi teman Azra. Entah apa yang salah dari hubungan persahabatan mereka.

Flashback on

“Siapa ini?” Abbas menghampiri Sagatha yang sedang sibuk bermain game. Papanya itu menyerahkan ponselnya dengan foto dirinya dan Azra.

“Ini Azra temen aku Pa. Dia baik banget, pengerti-” ucapan Sagatha terpotong.

“JAUHI DIA!” gertak Abbas.

Sagatha mematikan ponselnya, ia merasa heran kepada Papanya ini. Satu pertanyaan yang ada dibenaknya, siapa yang memberitahu Papanya? Apa masalah yang dihadapi Papanya itu jika Sagatha berteman dengan Azra.

“Kamu jauhi gadis itu! Atau Papa yang akan bertindak langsung, dengerin Papa kali ini aja, Za! Agatha udah bikin Papa kecewa. Please! You’re my only hope, Sagatha!”

“Papa berharap karena Papa kecewa sama Kak Agatha! Pa, aku berhak menentukan teman aku yang mana, dia baik, dia gak salah. Kita yang salah! Kita Pa, seharusnya kita yang merasa bersalah sama dia, bukan malah jadi benci!” Sagatha meninggalkan Papanya.

Sagatha ingin sekali pergi ke markas dan menceritakan ini semua kepada teman-temannya. Ucapan Azra itu benar, ia harus terbuka kepada teman-temannya. Mereka yang selalu menemani dan selalu ada untuknya. Ia harus percaya kepada teman-teman yang sejak lama bersamanya itu.

“Kumpul, gue lagi pengen kumpul sama kalian,” ucap Sagatha ditelponnya.

Sagatha menginginkan suasana yang hangat bersama keluarganya. Tapi, ini semua berbeda. Semua masalah itu mengubah keharmonisan keluarganya. Penyebab masalah itu adalah Agatha. Kakaknya yang membuat keluarganya rusak. Agatha yang membuat hidup satu keluarga terluka, dan membuat salah satu mereka trauma. Ia benci! Benci kepada laki-laki yang meninggalkan tanggung jawabnya seperti Agatha.

Sagatha keluar dari kompleknya itu. Jujur, ia ingin pindah dari komplek ini, dan ia ingin sekali menjual semua rumah yang ada di komplek itu. Papanya mengatur untuk membayar satu bulan sekali, dan ia yang menerima semua uang itu. Ada yang mau bertukar dengan Sagatha? Sagatha ingin keluar dari semua ini. Percuma semua harta ini, jika kehidupannya hancur. Hancur!

Suara deru motornya terdengar dari beberapa meter. Lampu merah! Itu yang sangat Sagatha hindari. Sagatha melihat-lihat ke belakang melalu kaca spionnya. Seseorang yang ia kenali. Ibu dan Ayah Azra. Mereka pasti menuju rumah.

Zaxynort

Sorry, gue gak bisa kumpul
Gue mau jenguk Azra

Ia segera menghubungi teman-temannya. Kesempatan yang bagus untuk menghampiri putri mereka. Putri yang mereka minta untuk dijauhinya. Sagatha memutar arah, ia menuju rumah sakit saat ini.

Flashback off

“Kak, kenapa ninggalin rumah? Katanya Papa Kak Sagatha pulang? Kenapa gak nikmatin waktu dulu? Nanti nyesel! Papa Kak Sagatha pasti balik lagi ke London!” seru Azra, itu membuat Sagatha kaget.

“Gak penting itu semua buat gue Zra! Gue gak pernah anggap penting keluarga, karena mereka penyebab kehidupan hancur.” Sagatha menunduk.

Inilah Sagatha dan Azra. Kadang-kadang bertutur kata lembut, kadang-kadang sewot. Kadang-kadang gue, aku, menyebut nama, lo, kamu, sungguh memusingkan memerhatikan kehidupan mereka!

“Maaf Zra, udah sepuluh menit. Aku pamit ya! El, jaga Kakak kamu ini ya, kalau sampai nangis, Kakak bawa satu markas kesini.” Sagatha mematikan alarm yang ia pasang dijam tangannya. Tepat sepuluh menit!

Sagatha kembali memakai topi dan maskernya. Ia melambaikan tangannya. Tepat! Ketika ia memegang gagang pintu, tiba-tiba pintu itu terbuka. Bukan Sagatha yang membukanya, tapi orang tua Azra. Mereka segera menghampiri putrinya.

“Sayang.” Ibu dan Ayah Azra tersenyum. Ibunya mengelus lembut puncak kepala Azra, dan Ayahnya mengelus pipi Azra.

Sagatha melihat kebahagiaan dimata sahabatnya. Ia tidak ingin menghancurkannya. Ia tidak ingin melihat gadis itu hancur karena dirinya. Walaupun suatu saat nanti semua kebenaran akan terungkap. Rasa iri terbesit dihati kecilnya. Ia tidak pernah merasakan hal yang sama setelah sekian lama. Ia rindu keluarganya yang dulu.

•••

Gimana kabar kalian????
Makasiii banyak yang udah bacaaaa!
Jangan lupa ya buat vote dan komen juga. Itu membuat semangat author semakin membara🔥🔥🔥

Jalinan Oksimoron [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang