52(ending)

609 11 2
                                    

Momen paling menyenangkan sekaligus menegangkan sepanjang hidupku adalah saat bersanding dengannya di atas pelaminan. Wajah pria di sebelahku begitu amat serius menatap ayahku dihadapannya. Keyakinannya begitu kuat, akulah wanita yang ia usahakan, menjadi tempat terakhir dalam perjalanannya. Bibirnya bergetar saat mengucapkan janji suci di hadapan semua orang. Bulu kudukku meremang saat suara ucapan syukur menggema di segala sudut. Kami sudah sah menjadi sepasang suami istri di hadapan masyarakat dan Tuhan.

Air mata lolos begitu saja saat aku mencium lembut punggung tangannya. Tak lama kurasakan suamiku mencium kepalaku sambil merapalkan doa yang aku yakin ia sudah susah payah menghafalnya. Tatapan mata itu, tak pernah sama sekali  ia tunjukan sebelumnya. Kemudian bibir kami saling bertemu, mengungkapkan segala rasa. Cinta yang begitu besar dan hebat.  Anindito Witomo... Suamiku.












Memilihmu














Bertanggung jawab, dewasa, dan memiliki aura maskulin yang kuat begitu melekat di dalam dirinya. Dunia pernikahan tak seburuk yang kubayangkan. Setelah puas bercengkrama dengan ayah, ibu dan teteh, Mas membawaku pergi ke tempat dimana kami akan menciptakan keluarga kecil. Yah.. itulah panggilan baru untuknya sesuai permintaan suamiku. Hatiku bersedih saat harus berpisah dengan keluarga dan teman-teman. Aku harus ikut pergi bersama suamiku ke Qatar. Disana lah tempat dimana ia sudah membeli rumah indah untuk kami.

"rumah kita, kamu pasti suka sayang... ada tiga kamar untuk anak-anak kita.."

Badanku meremang saat Mas membisikan kata itu tepat di telingaku. Pipiku pasti sudah merah merona karenanya. Setelah menikah aku merasa ia menjadi semakin romantis. Apalagi, saat kami sudah berada di satu atap. Aku tak kuasa menceritakan hal romantis yang kami lakukan saat berdua saja.

Mas pergi bekerja seperti biasanya, dan aku selalu memasak sarapan untuknya. terkadang masakanku tak enak, tapi dengan senang hati ia selalu memujiku. Itulah yang membuatku semangat belajar masak sendiri saat ia bekerja. Wajah nya selalu terlihat cerah saat pulang kerja dan melihatku yang memakai celemek. Aku sangat mencintai pekerjaan ini, ditemani rumah kami yang sangat cantik. kami memiliki kaca besar menghadap laut. Setiap sore, matahari orange memasuki rumah membuat suasana menjadi hangat. Ayah... Ibu... Doa apa yang kalian panjatkan sehingga aku beruntung memiliki suami sepertinya?

Dua bulan kemudian, aku dinyatakan positive hamil. Mas memelukku erat sambil menangis. Ia tak berhenti mencium keningku lalu turun ke perutku yang masih rata. Ia sangat berharap anaknya adalah lelaki. Ia semakin memperhatikanku. Jika dipikir-pikir aku ingin hamil terus, supaya disayang sepeti ini setiap harinya. Ia membelikanku makanan enak dan sehat. Beberapa pekerjaan rumah, Mas yang mengambil alih. Kemanapun aku pergi ia selalu menemani sekalipun ke kamar mandi. Setiap malam aku tidur di atas dadanya sambil mendengarkkan ia mengaji. Tangan nya tak berhenti mengelus rambutku.

Tapi jangan kalian anggap masa kehamilanku begitu sempurna. Aku sering menangis karena rindu ibu. Terkadang aku merasa kesepian saat Mas pulang sampai larut  malam. Mas juga merasa khawatir terus meninggalkan aku sendiri dirumah dengan keadaan mengandung. Ia berjanji akan membawaku pulang saat kehamilanku sudah cukup kuat.

Tanah Indonesia kembali ku injak lima bulan kemudian. Perutku sudah telihat mengembung. Mas semakin suka mengelus perut ini. Ayah dan Ibu begitu senang melihatku yang hamil. Teteh juga senang melihatku sambil mengendong anaknya yang masih kecil. Aku begitu bahagia bisa berkumpul kembali. kami berencana melahirkan anak ini di Indonesia sama seperti kami.

Setiap pagi, kami pergi makan ke warung bubur di sebrang jalan. Entah mengapa dulu sebelum hamil aku sangat benci bubur, sekarang malah suka. Ia selalu menemaniku sambil berpegangan tangan. Tangan Mas semakin erat ku pegang sampai ia menatap heran ke arahku. Disana, Aku melihat  Putra sedang makan. Dadaku tiba-tiba terasa sesak. Nafasku tak beraturan. Aku kira rasa trauma itu  sudah hilang, ternyata tidak. Mas ikut menatap arah pendangku, kemudian sepertinya ia ingat siapa pria itu. 

MemilihmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang