Three

97.4K 311 31
                                        

***

Besoknya, ketika di proyek aku ingin memesan pasir, aku tak menghubungi Pak Imron, melainkan istrinya yang bahenol.

Ryan
Bu Haji, tolong anterin pasir ya ke sini. Satu truk.

Bu Haji Tobrut
Ya, nanti dibilangin bapak.

Ryan
Jangan. Ibu aja yang ke sini. Saya pengen Ibu yang datang.

Bu Ainun tidak membalas. Tapi siangnya, truk pasir itu datang. Turunlah Pak Imron seorang diri. Yah! Bu Ainun tidak ikut. Aku hanya bisa menggerutu. Tapi tak lama, ada ibu-ibu pakai gamis coklat turun pula dari truk. Aha, itu dia wanita setengah bayaku, ternyata dia ikut bersama suaminya.

Aku menyalami Pak Imron. "Nggak bawa anak buah, Pak?" sapaku.

"Nggak apa-apa. Saya aja yang bongkar pasirnya."

"Tumben si Ibu ikut?" tanyaku iseng.

"Nggak tahu tuh, pengen ikut katanya," jawab Pak Imron, acuh.

Bu Ainun ternyata menuruti perintahku, dia menghampiriku. "Maaf, ya, Ryan, Ibu nunggu di dalem truk aja, soalnya panas."

Mobil truknya memang ber-AC, model terbaru.

"Iya, nggak apa-apa, Bu," sahutku.

Pak Imron mulai membongkar muatan pasirnya. Dia mengambil sekop dan mulai bekerja.

Aku jadi memiliki ide gila. Aku ingin menghampiri Bu Ainun yang berada di dalam truk. Ya, Bu Ainun montok yang ingin kuentot itu ada di dalam.

Aku melihat ke dalam truk ternyata gelap. Tak nampak apa-apa di dalam sana. Bahkan posisi Pak Imron yang sedang membongkar pasir pun tidak terlihat ke dalam.

Aku mencari alasan biar bisa masuk ke dalam. "Pak, panas banget nih sampe keringetan. Ryan ngadem ya di mobil?" ucapku, penuh harap.

"Oh, silahkan-silahkan, Pak Ryan. Ada Ibu di mobil. Sekalian temenin ngobrol." Pak Imron menjawab tanpa menoleh, dan lanjut bongkar muatan. Selain itu, mungkin Pak Imron menganggap istrinya sudah tidak menarik lagi. Jadi, tak mungkin anak muda sepertiku naksir. Nyatanya, aku ingin sekali memasukan kontolku, lalu mengentotinya.

Aku membuka pintu dan masuk. Bu Ainun tersentak akan kedatanganku, tapi kemudian mengukir senyum.

"Panas, Bu, di luar!" keluhku.

"Makanya itu Ibu juga di dalem," jawab Bu Ainun santai.

Dimulai dengan ngobrol-ngobrol ringan, aku nyeletuk, "Bu, di luar nggak kelihatan lho kalau lagi di dalem."

"Emang mau ngapain?" tanya Bu Ainun menggoda.

"Pengen ngasih sarung tangan ke Ibu."

"Terus? Mana atuh sini."

"Nih, di kantong saya, coba Ibu ambil," godaku nakal.

Bu Ainun tersenyum genit. Suaminya sedang sekup pasir di luar, kesayangannya mau mengambil sarung tangannya berkedok pegang kontol. Dia rogoh kantok celanaku sambil mendekatiku, tubuhnya yang wangi tercium di hidungku.

Aku ngaceng parah.

Sengaja aku taruh di yang paling dalam agar ketika Bu Ainun mengambil sapu tanganya, tangannya dia bisa Menyentuh kontolku yang dibungkus kain tipis kantong.

Sampai kemudian, tangan Bu Ainun sudah sampai di kontolku. Dia terbelalak. "Idih! Gede amat! Kirain senter!" beonya.

Aku pun tertawa sambil berbisik, "Kontolku, Bu."

Ryan 21+ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang