Twenty-one

17.8K 52 0
                                    

***

Tak terasa, kami sudah sampai di Ciwideuy. Dinginnya udar langsung menusuk kulit. Kami datang ke villa saudaranya Mang Ujang, terasa asri dan sejuk.

Sore yang cukup berkabut. Aku main ke sangkar burung milik saudaranya Mang Ujang. Aku dapati Teh Lela di belakang suaminya memakai gaun berbahan katun lembut dengan warna hijau. Mencetak garis-garis tubuh empuknya. Buah dadanya mancung besar ke depan.

Rumah kesayangan Mang Ujang itu sungguh cantik. Rumah yang amat sempit dalamnya bila dimasuki kontolku.

Sambil melihat burung itu berkicau, aku perhatikan gaun katun yang membungkus badan Teh Lela. Dia tengah berjongkok melihat burung hingga membuat pantatnya yang bulat besar sampai pinggul itu amat menggantung di atas lantai.

Aku ikut jongkok di belakangnya. Teh Lela menatapku. Sedangkan Mang Ujang sendiri pergi melihat kebun strawberry di samping villa.

Aku dan Teh Lela mengobrol sambil becanda melihat burung itu berkicau.

Menggenakan blazer hijau, Teh Lela berdiri dari jongkoknya membelakangiku. Pantat montok itu begitu buat kontolku berontak.

Teh Lela melirikku. Tahu kalau aku ada di belakangnya sambil menatap pantatnya mesum, dia berbisik nakal, "Mau ngelihat rumah Mang Ujang lagi, Sayang?"

Oh, fuck!

"Izin dulu sama yang punya. Pamali lihat-lihat rumah istri orang tanpa izin." Imbuh Teh Lela, sambil mengoyang-goyangkan pinggulnya.

Kucium kepala jilbabnya. Kutempelkan tonjolan kontolku ke pantat montok yang dibungkus bahan katun itu.

Teh Lela mendesis, "Sssshhh ... sssshhhhh ... Aa nakallll ...."

"Kan yang punya udah ngizinin tadi."

Aku tusuk tonjolan pantat Teh Lela dibalik katunnya tepat di belahan pantatnya.

Teh Lela mendesah pelan, "Ahhhh ... boleh juga sekalian ngedekor rumah sempitnya Mang Ujang ... hmmmm ...."

Kugoyang-goyang tusukanku, kubasahi jilbabnya dengan lidahku.

Teh Lela mendesah lebih kencang, "Ahhhh! Ihhhh ... salahnya suamiku sih ... mmmm ... auhhhh ... ngizinin bosnya masuk ke rumah istrinya."

"Siapa juga yang nyuruh, ya, Teh."

"Ssssshhhh ... uhhhhh ... udah, Aa, mmm ... nanti ketahuan, lho."

Sadar dengan ucapannya, kulepaskan Teh Lela.

***

Hari sudah maghrib, Teh Lela pergi menyusul suaminya. Mereka berjalan menuju villa.

Matahari sudah terbenam sepenuhnya, menandakan sudah malam. Meskipun agak lelah, tak hentinya aku habiskan malamku bermain kartu bareng Mang Ujang dan temannya.

Malam yang begitu dingin. Dingin di Ciwideuy ini semakin meriah karena berkumpul bareng kami.

Mang Ujang semakin cemong wajahnya karena sering kalah. Bandrek hangat menyelimuti dingin kami.

Ada Teh Lela duduk di atas sofa sendiri sambil nonton televisi. Kami yang main kartu duduk di bawah dengan minuman-minuman hangat yang menemani.

"Wah, Bos, kayaknya dingin-dingin gini mah bakal bikin anak saya mah, hahahaha." Mang Ujang berkata sambil tertawa mesum.

Teh Lela hang memakai sweater yang siangnya ditumpahkan sperma olehku sontak ikut tetawa. Selain sweater, dia juga memakai rok panjang. Betisnya terlihat olehku karena posisi duduknya agak sembarangan. Jilbabnya sungguh anggun berwarna hitam.

Ryan 21+ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang