Twenty-two

20.6K 62 0
                                    

***

Hari ini, aku mengumpulkan semua stakeholders pegawaiku demi peresmian proyek Plan B. Aku mengundang seluruh staff untuk rapat di kantor.

Suasana rapat yang santai, tapi serius, karena aku tidak suka suasana yang melulu serius bikin suasana tidak nyaman, yang penting mereka profesional dan rapi dalam mengerjakan tugas tugasnya.

Tak sia-sia aku mempekerjakan Teh Lela. Ability-nya dalam menggambar suatu site Plan Proyek B-ku membuahkan hasil. Hasilnya benar-benar extraordinary, tidak perlu aku menyewa arsitek luar dalam menggambar site plan proyekku. Work in progress.

Setahap demi setahap aku pastikan proses proyek ini lancar sampai peresmiannya, hingga akhirnya aku bisa mendapatkan surat izin dari pemerintahan pusat.

Aku mengerjakan tugas manajemenku hanya dengan memakai empat strategi dasar. Planning, organizing, actuating, dan controlling atau yang orang awam katakan, aku rencanakan, organisasikan, praktekkan, dan aku kontrol pengerjaannya.

Untungnya, semua stakeholders proyekku memiliki totalitas yang besar kepada pekerjaannya. Sehingga semuanya berjalan dengan baik. Terbukti sudah banyak pemesanan rumah yang tercatat di bagian developerku. Begitu senang dan semangat aku mengerjakan permintaan mereka. Anda puas, kami tewas.

Aku berusaha seapik mungkin dalam pengembangan proyek ini. Seperti rancangan anggaran yang harus matang. Perizinan dan pecahan surat sertifikat. Detail membangun rumah. Menetapkan daerah resapan air. Dan yang lain-lainnya agar tidak mengecewakan para konsumen.

Pagi ini, aku resmikan proyeknya dan mulai membangun. Ada rasa was-was, tapi lebih ke semangat. Semangat dengan harapan mudah-mudahan lancar dan sukses.

Aku pantau proyekku diam-diam. Nampaknya Mang Ujang benar-benar serius dalam memberi arahan ke para bawahan tentang strategi membangunnya, dan aku serius memberi wejangan tentang strategi memasarkannya.

Sorenya, aku mengobrol bersama Teh Lela di kantor pemasaran. Sambil cipika-cipiki menunggu Mang Ujang yang masih di lapangan, tentu saja.

Kiranya sudah dua minggu lamanya aku tidak melakukan kegiatan berbau kelamin dengan Teh Lela. Karena ya mau bagaimana lagi, event-event pengerjaan proyek aku kerjakan sendiri. Dan sore ini, aku ngopi bareng di meja dua kursi di dalam kantorku.

"Pulang jam berapa, Teh?" aku mengawali obrolan.

"Nunggu suami pulang lah, A," jawab Teh Lela.

"Kalau gitu di sini aja lah dulu, Teh."

Teh Lela melihatku sejenak. "Emang ada kerjaan apa?"

"Nggak apa-apa, lah. Santai aja dulu di sini."

"Hm. Gimana Bos, deh."

"Teteh itu hebat lho, semuanya jadi mudah gara-gara gambar Teteh itu."

"Hihihi, Teteh juga nggak nyangka, A. Tapi untung lah jadi bisa."

Tak lama Mang Ujang masuk. Dia kelihatan sangat lelah karena kepanasan di lapangan, dan kurus kecil tubuh Mang Ujang.

"Santai, Mang. Sini."

"Iya, Bos. Hari ini full, capek banget! Huft!"

Teh Lela berdiri menghampirinya. Dia seka keringat suaminya dengan tisu. "Akang mau langsung pulang?"

"Iya, Lel, mau istirahat dulu."

"Yahhh ... Lela mah belum bisa pulang. Disuruh di sini dulu sama bos Ryan, hihihi." Teh Lela berkata seraya tersenyum genit ke arahku.

Mang Ujang mengernyit. Menatapku aneh. "Suruh ngapain emang, Bos?"

Aku kaget mendengar pertanyaan menohoknya. "Oh, nggak pa-pa, Mang, mau ngomongin gambar tipe rumah 27/72 yang di belakang, tapi kalau disuruh pulang mah nggak pa-pa, Mang."

Ryan 21+ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang