***
Panon na alus
Biwir alus irung alus
Ditempo ti
hareup ti gigir mani mulusNaha kunaon nu geulis loba nu bangor
Naha kunaon nu bangor loba nu geulisLagu lawas doel sumbang terasa nyaman di rumahku.
Aku dan Mang Ading yang sedang memasang kanopi rumah sore-sore itu nampak semangat disertai kopi hitam dan syamsu.
"Tinggal gorengannya, Bos."
"Siap, Mang. Yang penting mah cepet selesai."
Keringat masih mengucur karena pekerjaan ini. Mudah-mudahan proyek B yang sepuluh Cluster beres tahun ini. Lumayan buat modal kawin. Hampir berisik semua keluarga nyuruh aku kawin.
"Hayu atuh, Bos Ryan, geura neangan awewe anu geulis rek naon deui. Duit tos mampu. Beunget kasep. Apa ulah ulah resep la lalaki deui."
"Hahahaha."
Aku suka ketawa kalau mendengar keluarga pas lagi ngumpul. Biasalah, memang seperti itulah profil masyarakat kita. Kalau belum nikah tanya kapan atuh nikah. Kalau belum punya anak ditanya mana atuh buntutnya. Belum punya kerjaan ditanya udah kerja di mana. Kalau belum punya selingkuhan sama tetangga kapan atuh punya selingkuhannya, eh, salah ketik.
Yang jelas, yang penting selalu menjaga diri, keep low profile, nanti juga dateng sendiri waktunya.
Be ordinary man with extra ordinary ability.
Manakala sudah datang waktunya, tak bakal ada yang bisa menghalang-halangi.
Kiranya hampir sebulan ini aku tak menghubungi Bu Ainun, Teh Lilis atau Ci Amel yang cantik.
Di samping banyak kesibukan di proyek, juga aku harus bersikap hati-hati, jangan sampai resiko ketahuan itu ada.
Menyibukkan diri di proyek memang seru. Mengembangkan bidang properti ini banyak tantangannya. Sudah sangat laris bahkan permintaan lebih banyak lagi.
Aku duduk di atas kanopi sambil memandang Cluster-Cluster-ku. Menghela nafas dan bersyukur dengan semua ini.
Ketika hendak turun, ada mobil mewah datang ke depan rumah. Wah, sepertinya itu mobilnya Pak Lurah.
Setelah turun, ternyata benar yang keluar Pak Lurah. Waduh mana lagi kotor didatengin pejabat, malu amat.
"Assalamualaikum, Pak Ryan." Pak Lurah menyapa hangat.
"Waalaikumsalaam, Pak Lurah. Waduh, kok nggak nelpon dulu, saya malu nih kotor gini," balasku, segan.
"Maap, Pak Ryan. Nggak pa-pa. Orang saya ngedadak ke sini juga. Mau anterin undangan pengajian di rumahnya Ustadz Ali, nih."
"Oh gitu. Ngomong-ngomong kok Pak Lurah ke sini sendiri?"
"Nggak pa-pa, Pak Ryan. Ini undangannya numpuk tadi di kantor. Makanya sekalian saya lewat. Mau nitip undangan banyak ke Pak Ryan-nya. Nanti bapak-bapak yang lain pada ke sini aja ngambil undangannya."
"Oh, oke-oke, nanti saya kabar-kabarin yang lain, Pak."
"Sip atuh. Waduh nih Bos padahal tinggal duduk aja, ngapain masang-masang kanopi?"
"Hahaha, sekalian olahraga, Pak Lurah, biar sehat."
"Ya udah atuh punten saya pamit dulu. Nanti dateng ya malem minggu Pak Ryan."
"Baik, siap, Pak Lurah."
Kayaknya seru nih. Sudah lama tidak ikutan acara.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ryan 21+ [END]
General Fiction*** WARNING!!! CERITA DEWASA PENUH ADEGAN SEKS KOMPLEKS, KATA-KATA KOTOR, VULGAR, DAN TAK SENONOH. DIMOHON DENGAN BIJAK PARA PEMBACA UNTUK MEMILIH BACAAN. TERIMA KASIH. *** Sinopsis Tentang Ryan. Lelaki jomblo yang mencoba berdamai dengan masa lalu...