Suara langkah kakinya menggema ketika berjalan menuju ruangan tempat di mana seseorang yang sangat ingin ia habisi berada.
Dia mengabaikan tatapan para penghuni istana yang telah lama mengabdi pada orang menyebalkan itu.
Tanpa memikirkan etika dan basa-basi, Caitlin membuka pintu ruangan tersebut dengan keras. Wajahnya merah karena emosi yang sudah ada di ubun-ubun. Sedangkan si pemilik ruangan dengan santai menikmati teh kesukaannya, tidak peduli jika saat ini, sang dewi menatapnya dengan marah.
"Apa kau pikir caramu ini sungguh hebat?" ucap Caitlin dengan sinis.
Kedua tangannya terkepal dan rasanya dia ingin sekali memberikan pukulan di wajah dewa kecil tidak bernama seperti laki-laki yang duduk di ruangan ini.
Caitlin mendengus dan menatap dewa itu dengan remeh, "Sebegitu inginnya kau diakui oleh 12 dewa sampai-sampai kau ingin ikut campur?"
Dewa itu tidak jadi meminum teh kesukaannya. Tatapan matanya yang tadi terlihat santai seketika berubah tajam setelah Caitlin mengucapkan sebuah fakta yang tidak disukainya. Tangannya begitu erat menggenggam gagang cangkir teh itu menyebabkan cangkir tersebut pecah dan membuat teh hangat itu berserakan membasahi pakaian mewahnya.
Caitlin tentu senang melihat dewa tidak tahu diri itu terpancing. Dia ingin lihat sejauh mana dewa ini melampiaskan amarahnya pada Caitlin karena berhasil menyenggol topik sensitif tersebut.
"Karena kau salah satu dari 12 dewa, bukan berarti kau boleh bersikap angkuh seperti itu, dewi" ucapnya, menatap lekat Caitlin yang mengatupkan bibirnya dengan kuat.
"Seharusnya kau sadar, di antara 12 dewa, hanya kau sendiri yang menginginkan kematian Lucius. Tidak ada yang berpihak padamu, dewi."
Caitlin terdiam. Lalu tidak lama setelahnya, dewi itu tersenyum.
"Haruskah mereka memberitahu dewa kecil sepertimu kepada siapa mereka memihak?"
Setelah mengatakan kalimat menyakitkan itu, Caitlin pun berbalik pergi dan membiarkan si dewa kecil melampiaskan kekesalannya karena harga dirinya dicoreng oleh Caitlin.
"Aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi para kesatria ke Darhagen."
***
Reinhard mengintip di balik pohon dan mendapati si pencuri wajah itu berjalan mondar-mandir tidak tentu arah. Dia sejak tadi menusuk dan menebas jantung si pencuri wajah tetapi makhluk menyebalkan itu tidak kunjung mati.
Reinhard nyaris berteriak ketika ada yang memegang kakinya dan ternyata pelakunya adalah Hugo. Pemuda itu merangkak menuju tempat Reinhard bersembunyi supaya tidak ketahuan oleh si pencuri wajah.
"Kau terlihat sangat terkejut?" ucap Hugo sambil tersenyum usil.
"Aku yakin kau akan berteriak kalau ada yang memegang kakimu seperti itu" gerutu Reinhard dan Hugo rasanya ingin tertawa tapi dia tahu saat ini bukan waktu yang tepat untuk tertawa.
"Ini sangat aneh, kalau merusak jantungnya tidak membuat mereka mati, apa itu artinya kita harus menghancurkan akar dari makhluk ini?" gumam Hugo membuat Reinhard memasang telinganya dengan baik walaupun dia dengan waspada memperhatikan pergerakan si pencuri wajah.
"Maksudmu, ada yang mengendalikan mereka?" ucap Reinhard dan Hugo menganggukkan kepalanya.
"Tapi, siapa yang mengendalikan mereka? Apa posisinya tidak jauh dari sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] HELMUT
Fanfiction🎵Raise your weapons, sing a song🎵 🎵 War is here, we waited so long🎵 **** Huang Renjun merasa, dia hanya bermain ke hutan di belakang rumah barunya. Suara nyanyian seorang wanita membuat laki-laki berusia 20 tahun itu berjalan menelusuri asal sua...