- HAPPY READING, MANIEZ -
.
.
.
Sedang asik-asiknya mengobrol di ruang keluarga, dering telepon yang masuk seolah mem-pause kegiatan mereka.Bunda Sally mengerutkan dahi, ternyata Bu Rika yang menelepon. Tapi tidak biasanya ia menelepon malam-malam.
Bu Rika merupakan salah satu tetangga yang cukup dekat dengan keluarga Ghadniel karena mereka kenal sejak awal pernikahan Kak Divya—kakak perempuan Ghadniel.
"Assalamu'alaikum Bu Sally, maaf ganggu waktunya malam-malam begini." Terdengar suara yang cukup medok di telinga mereka karena Bunda Sally menghidupkan loudspeaker.
"Waalaikumsalam Bu Rika, iya tidak apa-apa. Tapi tidak biasanya, ada apa Bu?"
Ghadniel, bunda, dan ayah saling melirik, entah mengapa perasaan mereka jadi tidak enak.
"Anu Bu, Divya anak ibu sekarang di rumah sakit."
"APA?!" Bunda Sally reflek berdiri dengan tangan yang mulai gemetar sampai harus memegang handphone dengan kedua tangannya. Ghadniel dan Ayah pun ikut berdiri.
"Divya memangnya kenapa Bu?" Sepasang netra Bunda Sally terasa memanas, suaranya pun ikut bergetar karena khawatir.
Ayah menedekat dan memegang kedua bahu Bunda Sally.
"Saya juga kurang tahu Bu Sally, tapi tadi awalanya saya dan tetangga lain dengar teriakan-teriakan dari dalam rumah, setelah itu kami coba panggil tapi nak Divya tidak jawab. Karena khawatir akhirnya kami panggil bapak-bapak untuk dobrak pintu. Nak Divya udah gak sadarkan diri di sebelah nak Athan yang nangis kejer."
"Ya Allah Divya." Bunda menitikkan air matanya, ia tidak sanggup menopang diri lagi. Ghadniel membantu merangkul Bunda-nya untuk duduk kembali sedangkan Ayah melanjutkan perbincangan mengejutkan tadi.
"Baik, terima kasih banyak sudah mau menjaga anak kami sampai kami tiba di Solo Bu. Kami titip Divya, tolong selalu kabari kami, sekali terima kasih banyak Bu Rika."
Ayah mengakhiri telepon tersebut dan langsung memeluk istrinya agar lebih tenang.
"Gimana Yah katanya?"
"Divya dilarikan ke rumah sakit terdekat karena tetangga takut Divya membutuhkan pertolongan pertama segera. Ayah sama Bunda bakal ke Solo besok pagi, Niel."
Bunda yang mendengar itu tidak setuju, "Bunda mau malem ini aja, Yah. Bunda khawatir sama Divya, gimana kalo dia kenapa-kenapa?"
Perkataan Bunda Sally sedikit tersendat-sendat karena tangisannya yang tersedu-sedu. Mata ayahnya pun terlihat berkaca-kaca. Ghadniel jadi ingin ikut menangis melihatnya.
"Bun, Ayah juga sama khawatirnya sama keadaan Divya. Tapi lebih aman kalau kita pergi besok pagi."
"T-tapi Yah, Divya." Bunda sangat gelisah jika belum melihat Divya secara langsung.
"Bun, bener kata ayah, kita berangkat besok pagi aja. Niel pesenin tiket pesawatnya sekarang ya?" Ghadniel berusaha tenang walau tangannya ikut gemetar, siapa yang tidak cemas ketika mendengar kabar mengejutkan seperti ini?
Lelaki itu mengutak-atik handphonenya untuk memesan tiket pesawat paling pagi.
"Pesen 2 Niel. Kata siapa kamu ikut?"
"Yah, gak bisa gitu dong. Niel juga khawatir sama Kak Divya." Ghadniel jelas mengeluarkan protesannya. Kakaknya di rumah sakit masa ia tidak ikut sih? Maksud ayahnya ini bagaimana?
"Besok kamu ada jadwal kuliah kan? Kamu udah cukup sering ijin di semester ini," ujar Ayah Tama dengan masih memeluk istrinya.
Bunda Sally sendiri sedang berusaha menghentikan tangisnya karena keputusan suaminya itu tidak akan bisa diganggu gugat. Kalau besok ya besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Part of Me
Teen FictionAku selalu bertanya-tanya, apa bagian terindah dalam hidup? Apakah itu ketika perasaanmu terbalas? Atau ketika memiliki seseorang yang begitu mencintaimu? Tapi sebelum itu, pertanyaan yang paling penting adalah: 'Bisakah aku memilikimu?' Terikat hub...