- HAPPY READING, MANIEZ -.
.
.Di rumahnya, Syiva yang sedang menyiapkan bekal ke kotak makan dikejutkan dengan kehadiran neneknya.
Syiva sampai mengelus dada karena kaget, "Nenek kapan ke dapurnya? Kakak gak nyadar," ujar Syiva dengan suara sedikit keras karena kemampuan pendengaran neneknya sudah berkurang termakan usia.
"Tadi, kakak aja yang terlalu fokus." Nenek Hera mengerutkan kening, "Itu kotak makannya kok dua?"
Syiva yang ditanya malah tersenyum malu-malu, "Buat temen kakak, Nek," cicitnya.
"Apa kak?"
"Buat temen kakak, Nek." Kali ini suara Syiva dikeraskan lagi.
"Ohh iya iya nenek denger. Kakak ke kampusnya jam berapa?"
Syiva melirik jam dinding yang ada di dapur, "15 menit lagi. Syiva jadwal mata kuliahnya jam 10, Nek."
Nenek mengangguk sembari mengaduk susu lansia yang selalu rutin ia minum.
Nenek Hera, satu-satunya keluarga yang Syiva punya sekarang. Usianya sudah 72 tahun, namun masih cukup bugar untuk se-usianya. Hanya saja kemampuan pendengarannya mulai menurun.
Nenek Hera merawat Syiva sejak kematian orang tua Syiva 5 tahun lalu.
Ya, terhitung sejak Syiva akan memasuki jenjang baru yakni SMA, kabar itu seolah menjadi mimpi buruk bagi Syiva.
Kecelakaan beruntun tersebut membuat mobil sedan milik ayahnya ringsek, dan ayahnya meninggal di tempat. Sementara ibunya yang saat itu sedang mengandung calon adik Syiva pun tidak bisa diselamatkan, beliau menghembuskan nafas terakhirnya saat perjalanan menuju rumah sakit.
Calon adik Syiva yang saat itu baru 5 bulan dikandung pun tentu tidak bisa diselamatkan. Adik kecilnya lebih memilih mengikuti orang tua mereka.
Padahal, keluarga Syiva sudah menantikan anak kedua mereka sedari lama. Begitupun Syiva yang selalu ingin dipanggil Kakak dan sudah siap menjadi kakak.
Namun takdir seolah menujukkan kekuasaannya, begitu kejam memisahkan Syiva dengan keluarganya.
Saat itu Syiva benar-benar terpuruk, hanya tersisa neneknya yang selalu menjaga dan merawatnya. Tetapi Syiva selalu berjanji, akan berusaha kuat dan bertahan demi sang nenek, Nenek Hera.
Sejak kejadian tersebut, Syiva berusaha menjadi perempuan yang mandiri dan cerdas agar tidak menambah beban untuk neneknya itu.
Perempuan itu juga berhasil menjadi awardee dari salah satu beasiswa tahun lalu. Meskipun tidak menutup semua biaya kuliahnya, namun Syiva merasa sangat bersyukur karena sudah berusaha meringankan tanggungan Nenek Hera.
"Ya sudah, nenek ke kamar dulu. Kakak jangan lupa kunci pintunya kalau berangkat."
"Iya nek. Nenek baik-baik ya di rumah. Kalau ada apa-apa—"
"Telepon kakak, atau panggil tetangga yang bisa bantu." Nenek Hera melanjutkan kalimat Syiva.
"Nenek sudah hafal, kakak bilang itu setiap mau pergi. Ya sudah hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Part of Me
Teen FictionAku selalu bertanya-tanya, apa bagian terindah dalam hidup? Apakah itu ketika perasaanmu terbalas? Atau ketika memiliki seseorang yang begitu mencintaimu? Tapi sebelum itu, pertanyaan yang paling penting adalah: 'Bisakah aku memilikimu?' Terikat hub...