✾ BPoM : 3 ✾

97 35 0
                                    

- HAPPY READING, MANIEZ-

.
.
.

Seorang lelaki berjalan ke arah kamarnya dengan membawa segelas air. Ia segera membuka pintu kamarnya yang berwarna putih.

Cklek.

"Jen?"

"Kamu kok bengong gitu? Ini minum dulu," Lelaki tersebut menyodorkan gelas ke arah Vijena.

Vijena masih diam mencerna situasi sambil memperhatikan secara seksama wajah lelaki itu.

Mengabaikan gelas yang disodorkan lelaki itu, Vijena sedikit memiringkan kepala dengan alis mengerut.

"Kamu—" ucapnya terpotong, ia sedikit ragu.

"Kamu Ghadniel?" tanya Vijena yang masih merasa heran. Mengapa Ghadniel ada disini? Ah tidak, mengapa Vijena yang berada disini. Apa Vijena pingsan? Tapi ia ingat betul ia hanya tertidur di karpet bulu kamarnya.

Ghadniel meletakkan punggung tangannya di dahi Vijena, "Kamu aneh tapi gak panas.'

"Jawab aja dulu"

"Iya sayang, aku Niel. Kamu kenapa sebenernya, hm?" Ghadniel bertanya sambil mengusap rambut Vijena sayang, dengan pandangan lekat tertuju pada mata Vijena.

Vijena merasa ada kupu-kupu di perutnya. Hei! Vijena belum pernah diperlakukan seperti itu oleh lawan jenis, apalagi wajah lelaki ini seperti Ghadniel, gebetannya.

Pipi Vijena merona mengingat Ghadniel memanggilnya sayang. Vijena menunduk sambil mengulum senyum.

Tapi tunggu, Vijena mengangkat lagi wajahnya dan menepis pelan tangan Ghadniel yang masih mengusap rambutnya.

Ghadniel merengut tidak suka.

"Kamu kenapa sih, sayang?" Ghadniel merasa heran dengan sikap Jena-nya, tidak biasanya Vijena seperti ini.

"Kenapa..kenapa aku bisa ada disini?" tanya Vijena dengan mata yang meneliti seisi kamar.

"Kan kamu emang di sini dari sore Jen, kamu lupa?" tanya Ghadniel

"Udah ini kamu minum dulu airnya. Kayanya kamu masih ngumpulin nyawa."

Ghadniel meraih gelas yang tadi ia simpan dan kembali menyodorkannya ke hadapan Vijena.

Kali ini Vijena mengambil gelas tersebut dan meminumnya pelan hingga tandas. Kepalanya pusing karena dipaksa mencerna situasi ini.

"Kamu mau nginep, Jen?" Ghadniel bertanya sambil menyimpan kembali gelas yang telah kosong.

"Hah? nggak-nggak. Nanti mama dan papa aku nyariin aku. Aku mau pulang sekarang."

Vijena bergegas berdiri dan berjalan cepat menuju pintu. Tetapi Ghadniel memegang lengannya dan menariknya lembut.

Memegang kedua pundak Vijena, Ghadniel memutar tubuh Vijena agar berhadapan dengannya.

Sedikit menundukkan kepala karena Vijena lebih pendek darinya. Tangan kiri Ghadniel beralih memeluk pinggang Vijena, dan tangan kanan untuk memegang dagu Vijena dengan sedikit mengangkatnya.

Best Part of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang