✾ BPoM : 17 ✾

23 14 1
                                    

- HAPPY READING, MANIEZ -

.
.
.

Vijena merasa sedikit canggung dengan calon kakak iparnya yakni Kak Divya yang sedari tadi memperhatikannya yang sedang memangku baby Ethan.

"Kamu makin cantik dari yang terakhir kali kita ketemu, Jen," ungkap Kak Divya sambil tersenyum tipis.

Duh, Vijena jadi merasa salah tingkah dipuji calon kakak ipar, "Makasih banyak, Kak Divya."

"Baby Ethan biasanya rewel kalo ketemu orang baru. Tapi mungkin dia tahu kalo itu onty-nya," ujar Kak Divya seraya memperhatikan anaknya yang sedang meraba dan sesekali menepuk pelan pipi Vijena.

Saat Vijena menunjukkan senyum hingga terlihat lesung pipinya, baby Ethan ikut tertawa senang dan menyentuh lesung itu. Mungkin baby Ethan seperti menemukan hal baru dalam hidupnya.

"Kata Niel, baby Ethan sekarang usianya 6 bulan, bener kak?"

Kak Divya mengangguk kecil, "Tapi seminggu lagi udah 7 bulan."

"Sayangnya sekarang Papa-nya Ethan gak di sini," ujar Kak Divya dengan raut wajah yang berubah murung.

Waduh gawat, jangan sampai dia bikin calon kakak iparnya sedih.

Vijena mengelus pelan bahu Kak Divya, "Sekarang ada Niel, Ayah Tama, Bunda Sally sama Jena juga yang bakal nemenin Kak Divya dan baby Ethan yang lucu iniii."

"Yeay!" serunya pada baby Ethan yang dibalas kikikan senang karena perut buncitnya digelitiki.

Ya, setidaknya banyak orang yang akan membantu untuk merawat dan menjaga Ethan di sini.

"Kakak mau istirahat dulu, titip Ethan dulu ya Jen?"

"Okee kak, baby aman sama Jena."

Baby Ethan termasuk bayi yang berisi, pipinya bulat, perutnya sedikit buncit dengan popok yang menggembung, jangan lupa dengan mulutnya yang harum.

Kebetulan Vijena suka sekali dengan bayi sampai sekiranya batita. Karena jika sudah menjadi bokem alias bocil kematian, Vijena angkat tangan, apalagi jika tidak ada orang tua dari si bokem tersebut.

Pengalaman terburuknya adalah saat si bokem tersebut menenggelamkan perutnya ke wajah Vijena berulang kali, awalnya memang seru karna bercanda, lama kelamaan Vijena sesak karena kepalanya ditekan terus dan hidungnya serasa penyet.

Belum lagi ketika dilepaskan, bokem tersebut malah menekan mulut Vijena yang sedang sariawan hingga terasa sangat perih hingga mata Vijena berkaca-kaca, jangan lupa tangan satunya dengan kuku yang belum dipotong berada di hidungnya. Sebenarnya Vijena merasa si bokem ini gemas dengannya, ya saking gemasnya malah berbuat anarkis. Di sana tidak ada ibunya, hanya ada ayahnya yang cuek.

Karena Vijena paling tidak bisa menyentak ataupun memarahi anak kecil, jadilah Vijena memilih menangis kecil dipinggir sang Mama. Akhirnya bokem tersebut mungkin merasa bersalah, takut ataupun sedih, jadi ingin meminta pulang pada ayahnya.

Bodo amat, meskipun itu keponakannya, Vijena tidak akan menahannya, pulang saja sana hus hus.

"Ternyata ada yang bisa ngalahin pipi tembem kamu ya, sayang?"

Ghadniel duduk dan mengambil baby Ethan dari pangkuan Vijena, "Nih pipi baby tembem banget, kalo diuyel-uyel nangis gak ya Jen?" tanya Ghadniel seraya melihat baby Ethan seperti target baru kejahilannya.

Geplakan pelan di tangan kirinya menyadarkannya, ia sekarang melihat baby Ethan yang mengerjapkan matanya polos sembari memasukkan tiga jari mungilnya ke dalam mulut.

Best Part of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang